"Ya, mana? Masih ada cerita lucu yang belum kita bahas?"
"Soal si Solid, masih ingat?"
"Siapa?"
"Ahh, masa lupa. Itu lelaki berjenggot yang menawarimu jadi isteri ke lima. Mas Solid yang keren, gaya, dan tampak lebih cocok jadi karyawan kantoran. Bukan buruh. Bukankah ia koordinator wilayah dalam setiap demo buruh. . . . . Â !"
"Ya, kenapa dia rupanya?"
"Setiap orasi tak pernah lepas dari kata solidaritas dan soliditas 'kan? Seharian kit menghafal dua kata itu. Canggih ya? Mentereng. Diantara yang demo hanya dia yang makmur, entah dari mana uangnya. Maka kita panggil ia Mas Solid. . . .!"
"Bukan slilit, atau silit?"
"Hussh. . . .!"
"Wah, tambah parah kelakuanmu Jilah. . . . Jilah. . . .!"
"Belum habis jengkelnya dibilang asal njeplak, sekarang tambah digebah seperti ayam dengan kata 'hussh'. Tobat, perbendaharaan katamu maju pesat. Jangan-jangan kamu salah gaul, Nak. Kembalilah ke jalan yang benar. Ingat lho, "mulutmu harimaumu". . . . "
"Apa itu artinya sama dengan slogan "mensana in corpore sano'?"