Kali, atau sungai, Opak memberi kehidupan bagi warga di tepi kanan-kirinya. Ada yang menmanfaatkan airnya untuk pengairan sawah, untuk kolam-kolam ikan, dan untuk berbagai keperluan lain yang menggunakan air: mandi, cuci, dan kakus.
Namun, kegiatan itu makin berkurang setelah banyak orang hanyut. Terlebih pada musim penghujan, tepian kali licin, dan banjir sewaktu-waktu datang menyambar apa saja yang menghalangi.Â
Bila bukan pada musim banjir, airnya jernih, tidak bercampur lumpur. Itu sebabnya ada pula orang-orang yang memanfaatkan aliran Kali Opak untuk membuat keramba, juga untuk menyalurkan hobi memancing dan menjala. Meski ikan yang didapat tak seberapa banyak tapi lumayanlah kegiatan itu sebagai sarana rekreasi dan berolahraga. Ikan mudah dibeli di pasar dan banyak, tetapi hati yang senang tidak dapat dibeli di sana.
Satu lagi mata pencaharian yang mengandalkan kebaikan Kali Opak tak lain menjadi penambang pasir tradisional. Aktivitas itu terjadi turun-temurun, selain karena banyaknya endapan pasir di dasar kali, permintaan pun tak pernah surut. Kualitas pasir di sana dapat diandalkan, terlebih untuk kepentingan pasir cor dan pasir beton.Â
Untuk urusan mata pencaharian itu Kang Pairin menjadi salah satu penambang pasir yang sanat andal. Umurnya tidak lagi muda, ia 60 tahun, tetapi tenaga dan semangat kerjanya masih kuat. Ia menjadi andalan ekonomi keluarga.
Maka tidak ada hari libur baginya dalam mencari pasir. Kecuali sungai banjir besar hingga ke tepian bibir sungai. Bila pun air besar dan tidak terlalu membahayakan ia akan turun ke kali dan tetap menambang pasir.
Tapi hari ini Kang Pairin tak muncul lagi ke rumah. Sejenak selewat adzan Subuh ia sudah berangkat ke kali seperti biasanya. Â Tetapi tidak pernah pulang. Di pinggiran sungai ada sandal dan sarung milik Kang Pairin. Tidak ada keterangan apapun sebelum ia berangkat ke sungai, tidak ada pula saksi mata apakah ia memang pergi untuk menambang pasir atau ke tempat lain.
Warga dan masyarakat sekitar sudah coba mencari jejaknya. Tetapi belum ada hasil yang menggembirakan. Kang Pairin tidak ditemukan.
*
Nama Kali Opak menarik perhatian orang terkait dengan gempa bumi beberapa waktu lalu. Hal itu dianggap sebagai fenomena alam.Â
Kali Opak memiliki misteri alam seputar gempa bumi di Yogyakarta pada  27 Mei 2006 silam. karena sungai ini merupakan jalur retakan gempa yang disebut dengan istilah Sesar Opak.
Retakan gempa tersebut membentang dari Kecamatan Kretek hingga Kecamatan Prambanan. Gempa meluluh lantahkan banyak bangunan pada sebagian wilayah provinsi tersebut, terutama di kawasan dekat aliran Kali Opak.
Fenomena alam yang lain terkali Kali Opak, bahkan disebut pula sebagai misteri, mengenai muara sungai yang tidak langsung mengarah ke lautan melainkan berbelok, dan selalu berpindah-pindah.
Muara sungai kali Opak memang ke Laut Selatan, yaitu Samudra Hindia, tetapi muaranya berpindah antara Pantai Depok dengan pantai Samas.Â
Arus air dan arah angin darat di seputar Kali Opak yang bertemu dengan ombak maupun angin laut menjadi alasan ilmiah mengenai kejadian itu.
Pembelokan terjadi mulai dari Sungai Opak hingga ke wilayah barat, yaitu Cilacap, Jawa Tengah. Sungai-sungai yang berbelok arah sebelum sampai ke Samudra Hindia diantaranya Sungai Progo, Sungai Serayu, dan Sungai Bogowonto.
Selain alasan ilmiah, bukan tidak mungkin ada penyebab lain, dan hal itu yang dianggap sebagai misteri.
*
Kembali pada nasib Kang Pairin yang hanyut di Kali Opak. Begini krjogja.com menulis beritanya:
Warga Dusun Kembangsongo Desa Trimulyo Kecamatan Jetis Bantul gempar setelah Pairin, (60) warga setempat ditengarai hanyut di Sungai Opak, Rabu (4/3) sekira pukul 05.30 WIB. Kini relawan terus berusaha mencari keberadaan lelaki yang kesehariannya mencari pasir itu. Peristiwa tersebut cukup menyita perhatian warga, Bupati, Drs H Suharsono dan Wakil Bupati H Abdul Halim Muslih dengan langsung meninjau lokasi.
Setelah dilakukan pencarian, di tepi Sungai Opak sisi barat ditemukan sendal dan sarung di talud brongjong di tepi sungai.
*
Bermain air dan pasir sungai menjadi kebahagiaan bagi para penambang pasir tradisional. Bahagia tentu dalam pengertian dan pemahaman mereka, yaitu mendapatkan mata pencaharian yang halal. Meski harus bekerja keras, dan bahkan bertaruh nyawa.
Hasil tak seberapa, tetapi tidak ada pilihan lain. Mereka bersyukur atas kebaikan alam. Pasir tak pernah berkurang di dasar sungai. Tapi harus hati-hati untuk menambangnya, harus betul-betul waspada.
Bila di hulu tampak mendung tebal, dan apalagi terjadi hujan deras, jangan coba-coba mengabaikannya. Kecuali ingin dikenang orang sebagai si penambang pasir tradisional yang hanyut  menemui nasib buruk. Sebagaimana Kang Paimin, dan entah berapa korban lain sebelumnya. ***
Cibaduyut, 4 Maret 2020
Sumber  Gambar
Tengok pula tulisan menarik sebelumnya:
kebahagiaan-yang-sempurna-eti-kompak-dengan-tiga-puterinya
belajar-menikmati-banjir-ala-sekda-dki-jakarta-saefullah
bikin-trenyuh-ternyata-mereka-yang-minta-digunduli
minat-baca-hilang-taman-bacaan-dijual
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H