Mohon tunggu...
Sugiyanto Hadi Prayitno
Sugiyanto Hadi Prayitno Mohon Tunggu... Penulis - Lahir di Ampel, Boyolali, Jateng. Sarjana Publisistik UGM, lulus 1982. Pensiunan Pegawai TVRi tahun 2013.

Pensiunan PNS, penulis fiksi. Menulis untuk merawat ingatan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Modal Kerja, Lotek, dan Cemburu

30 April 2018   17:22 Diperbarui: 30 April 2018   17:32 618
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
lotek bandung (Good Indonesian Food)

***

Sampai di depan rumah Bu Tini sudah menunggu. Wajahnya tampak berkerut. Pak Bejo buru-buru berdalih: "Antri. Biasa pembelinya banyak, Bu. . . .!"

"Masak sih, Ketua RT tidak bisa minta didahulukan?" sambut Bu Tini dengan nada bercanda.

"Minta bisa. Tapi penjual yang baik tetap melayani yang lebih dahulu datang. Pembeli siapapun jangan bikin malu diri sendiri dengan tidak mau antri. Ayo cepat makan, malah makin lapar nanti. . .  hehe!" ujar Pak Bejo.

Bu Tini menyiapkan piring dan sendok-garpu, Disiapkan juga nasi putih dan krupuk yang tadi dibeli suaminya.

"Alhamdulillah. . . bissmillah. . . . !" ucap Pak Bejo sebelum memulai suapan pertama. Dan ia kembali ingat pada nasihatnya pada diri sendiri: bukan ijazah atau kemampuan kerja saja yang menjadikan seseorang mendapatkan matapencaharian dari pekerjaannya, tetapi terlebih juga modal berani, tidak malu, penuh inisiatif, jujur, disiplin, dan sanggup bekerja keras. Ungkapan itu sudah dipraktikkannya sendiri. ia tidak lulus sekolah menengah kejuruan, tapi keterampilan kerja terus diasah sehingga makin dipercaya orang sehingga mendapatka pekerjaan  yang memadai. . .!

"Enak, Pak?"

"Lapar itu obatnya cuma makan. Enak atau tidak enak itu nomor dua. Alhamdulillah kita masih diberi rezeki hari ini, Bu. . . !

Bu Tini tidak jadi meneruskan ucapannya "Pasti enak. Penjualnya Mbak Murwo yang makin pinter dandan dan tidak kehabisan bahan untuk ngobrol!" Sebab itu ungkapan rasa cemburu seberapapun kecilnya, sekaligus curiga, dan bibit ketidakpercayaan pada suami. Hal-hal kecil seperti itu jika dibiarkan berlarut-larut bisa menjadi bibit pertengkaran, dan tak mudah diduga bagaimana akhirnya. ***

Bandung, 30-4-2018

Gambar

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun