Giliran Mbak Murwo meladeni permintaan Pak Bejo. Â "Tumben, Pak Bejo, siang-siang sudah pulang. . .!"
"Ada yang tertinggal di rumah. Pulang sebentar. Makan siang belum siap, jadi diperintah Bu Tini untuk beli lotek saja sendiri. Dua bungkus pedes ya, Mbak  . . . !"
"Siap, Pak. Oh, Bu Tini sedang sibuk dengan jahitannya ya? Suami-isteri sama-sama cari duit begitu pasti hidup makmur. . . !"
"Alhamdulillah. Makmur belum, tapi cukup saja pun lumayanlah. Orang hidup harus terus berpikir dan mengasah keterampilan agar mampu membiayai dirinya sendiri.
"Panjang ceritanya, Pak?"
"Panjang. Tapi begitu bungkusan selesai, ya harusselesai pula ceritanya. Sudah lapar nih. . . . Â hehe," ucap Pak Bejo sambil memegangi perut. "Kembali ke soal, keterampilan. Dulu di kampung ada suami yang maju usahanya dalam bisnis sayuran. Ia jadi bandar membawa aneka sayuran ke kota. Isterinya disuruh ngurus anak saja, Â dilarang ikut bekerja."
"Hasil kerja suami pun lebih dari cukup 'kan?"
"Ya. Tapi beberapa tahun kemduian si suami sakit-sakitan. Kerja keras siang-malam dan kesehatan tidak dijaga penyebabnya. Akhirnya tidak dapat bekerja lagi. Usaha sedikit demi sedikit bangkrut. Isteri pun merana tidak dibiasakan bekerja. . . .!"
Mbak Murwo membungkus dua porsi dengan cepat. Memasukkanke dalam kantong platik menambahkan dua bungkus kerupuk.
"Khusus untuk Pak RT dan Bu Tini diberi ekstra. . . . Â !" ucap Mbak Murwo sambil menyerahkan. "Ekstra pedas. . . . hehe!'
"Ekstra pedas dan senyum. . . . hehe. Tambah krupuk satu plastik. Jadi dua puluh lima ribu ya. Terima kasih. . . .!" ucap Pak Bejo menerima bungkusannya dan langsung pergi.