“Ohh, aduh. . . . .!” seru Wasi spontan. Ia menunduk ketika harus mempertahankan keseimbangan tubuhnya.
Hampir saja jatuh terpelanting kalau tidak ada tangan kuat yang meraih lengannya dengan cepat. “Kalau sedang berjalan jangan melamun dong. . . . .! Hayoo sedang mikiran apa?” ucap seseorang dengan nada sangat medok.
Wasi sejenak mengembalikan kosentrasi sebelum kemudian mengenal siap yang telah menyalamatkannya dari peristiwa kecil yang pasti tak akan dilupakannya jika betul terjadi. Terpelanting, lalu jatuh terduduk tanpa jelas apa penyebabnya. Ohh, Tuhan kemana harus kusembunyikan wajah cantik ini?!
“Mas Dayu. . . .!” kata Wasi terbata-bata setelah berhasil berdiri tegak. Senyum manisnya mungkin dilihat orang lain agak kecut juga. Senyum yang dipaksakan.
“Saya ingin menghadap, bapak. . . .!”
“Ohya, ayolah ke ruangan saya. Saya perlu tahu persis apa yang terjadi kemarin. Saya pikir akibat kecelakaan itu Wasi harus mangkir sampai beberapa hari dari acara kita itu. . . . . . !”
“Oh, tidak sampai separah!”
“Syukurlah. Ayo. . . . .!”
Mas Dayu mendahului masuk ke ruangan kantornya. Sebuah ruangan yang lega, dengan udara AC kelewat dingin. Di dinding kaca ruangan tergantung beberapa gambar besar, diantaranya desain studio, gambar set panggung, serta foto pelaksanaan acara lain yang ditanganinya. Selain itu ada perabotan dan perangkat kerja yang tertata rapi dan efisien. Wasi masuk ruangan dengan pandangan menyelidik diedarkan ke sekeliling.
“Mau minum apa? Kebiasaan saya setiap pagi segelas coklat dengn beberapa kue. Minuman lain juga ada, yang dingin atau panas... . .!” Mas Dayu memberi tawaran begitu duduk di kursi kerja di belakang mejanya.
Wasi mengambil kursi kerja, lalu duduk di depan meja Mas Dayu. “Tidak perlu repot-repot, Mas. Tapi kalau ada kopi hitam mungkin memadai untuk ruangan sedingin ini. Tadi di rumah tidak sempat sarapan, akibatnya tadi melangkah pun jadi beribet hampir jatuh. . . . .!”