Bopeng? Apakah Pak Tjip dan Bi Rose juga punya karakter untuk pamer kebaikan sambil menunjukkan identitas palsu yang mengecoh? Tentu jauh dari itu, semua gamblang dan terang-benderang soal identitas dan jati diri. Bahkan keterbukaan dengan aneka konsekuensi itu (dikagumi/dibenci, dikomentari/dicereweti, difitnah, sidalah-pahami, bahkan ancaman dibunuh seperti dalam artikel….”Hadapi bahaya jangan panik". menjadi artikel yang bernas sekali.
Karena bopeng pun -sekedil apapun- sudah dengan jujur tidak ditutup-tutupi, acara berbagi dan berkoneksi menjadi lebih mudah-mewah dan wah. Pada akhirnya hal itu menempatkan Pak Tjip dan Bu Rose sebagai obyek pujian. Pujian untuk aneka predikat yang telah disandang dan dicapai, yang kemudian dibukukan dan diabadikan dalam banyak artikel yang tayang di Kompasiana. Semua itu sangat layak, tepat, dan pas belaka.
Pak Tjip memang menggunakan banyak cara bertutur dan bercerita. Santai, sederhana, namun mengena. Dari mulai cerita diri dan isteri tercinta Bu Roselina Effendi, cerita sanak-saudara, hingga cerita orang lain yang dirasa menyimpan ilmu kehidupan. Lalu cerita perjalanan, kunjungan, pertemanan, sosial maupun lingkungan, bisnis hingga sikap dan perilaku keberagamaan/spiritualitas, serta kesalehan sosial, dalam aneka bentuk reportase. Kemudian ada pula opini dan fiksi. Menarik, menggelitik, dan selalu menggoda untuk dibaca….
Ilmu kehidupan, ilmu hidup, dan universitas kehidupan, demikian bapak berupaya membandingkan antara pelajaran di bangku sekolah/kuliah yang kadang justru bertolak belakang dengan praktek langsung sehari-hari. Pelajaran formal waktunya terbatas, ilmu hidup sepanjang hayat. Pelajaran teori berakhir pada ijazah dan gelar kesarjanaan, sedangkan ilmu kehidupan bermuara pada kearifan budi-pekerti dan keberagamaan.
Karenanya, sekali lagi, pujian itu layak datang bertubi-tubi, berduyun-duyun, dan melimpah-ruah bagaikan air bah. Maka dari sana muncul rasa kedekatan, keakraban, empati, simpati, bahkan menjadikannya guru/panutan/motivator/sesepuh dan sebutan lain yang meninggikan (secara langsung maupun tidak langsung) hakekat kemanusiaan kita
Komplit, tuntas, dan utuh, sehingga tidak ada celah untuk sedikit saja kritik.