Namun sebagai manusia biasa tentu ada saja kekurangan dan ketidaksempurnaan. Bila tidak berkeberatan, saya akan melontarkan kritik, pertama yaitu terkait dengan kesukaan Pak Tjip, termasuk isterinya Bu Roselina, ikut-ikutan narsis dengan selfie. Tidak terpikirkankah oleh bapak begitu banyak orang –entah tua apalagi yang muda- yang juga ingin bergerak lincah dan tersenyum manis di  banyak tempat itu?
Â
Tapi ah. . . . tunggu dulu. Setelah saya cermati, setelah saya pelototi betul-betul, ternyata foto-foto Pak dan Bu Rose sebagian besar tidak menampakkan senyum apapun, meski seulas. Seperti kompak keduanya serius, formal, dingin, dan kesannya kurang santai. Wah, ini narsis kok tampak tegang betul ya…..!
Â
Lanjut pada kritik kedua, tentang kecepatan dan ketekunan menulis yang bersinergi sedemikian rupa sehingga bahkan pelari muda belia pun akan terengah-engah mengikuti ketahanan tubuh, stamina, maupun tekad besar Pak Tjip dan Bu Rose dalam menulis. Bagi Pak Tjip satu hari satu artikel di-posting, dan tak jarang satu hari sampai tiga tiga artikel. Kesannya jadi kejar target atau kejar tayang ya….serupa dalam kinerja sinetron kita.
Â
Heran saya selain pada produktivitas, juga pada kualitas tulisan yang nyaris tak pernah surut barang selangkah. Konstan, terjaga, dan tidak kehilangan fokus. Satu tulisan dengan tulisan yang lain sambung-menyambung seperti jajaran pulau-pulau dalam lagu wajib nasional Dari Sabang sampai Merauke, dan deras mengalir sampai jauh seperti dalam lagu Bengawan Solo-nya Gesang.
Â
Saya membayangkan Pak Tjip dan Bu Rose tak pernah ketinggalan dalam membuat agenda harian/seminggu/bulanan berisi rancangan topik/tema tulisan apa saja yang akan ditulis/dikerjakan, cerita lama/terbaru apa yang akan diungkap dan dikupas, cerita perjalanan kemana/dimana yang akan di-reportase-kan, dan seterusnya. Sebuah kerjasama yang harmonis tentu saja....
Â
Pak Tjip dan Bu Rose yang mencintai NKRI,