Horatius dalam Ars Poetica
Pendekatan pragmatik terhadap karya sastera berdasarkan pada teori Horatius, - Ars Poetica, yang ditulis pada tahun 14 sebelum Masehi, - hingga kini masih banyak dilakukan orang. Tugas atau fungsi penyair dalam menciptakan karya-karya syairnya, menurut sasterawan Roma itu, harus menggabungkan secara bersama-sama unsur dulce (enak) dan utile (bermanfaat). Dulce berkaitan dengan masalah estetika, sedangkan utile berkaitan dengan masalah moralitas. Penyair yang menghasilkan karya, harus enak (dibaca) dan bermanfaat (bagi masyarakat). Dengan kata lain setiap karya sastera (seni) yang hadir, sebaiknya memberikan kenikmatan kepada pembaca atau siapa pun yang dapat menangkapnya lewat indera, dan sekaligus juga berguna bagi masyarakat pada umumnya.
Tujuh puluh Syair Syiar
Dengan berbagai pendekatan itu, mari sekarang kita menjelujuri Syair Syiar karya Anton de Sumartana (ADS) yang tercipta pada paruh kedua di tahun 2015.
Gagasan awal proses kreatif dalam memunculkan syair ini bermula saat menunggu sahur di bulan puasa silam seperti yang ditulisnya dalam “Catatan (luar) Kepala”. Ia mengotak-atik rumus kreatif: 4 5, 17, 8. (empat dan lima, tujuhbelas dan delapan). Ia menyebutnya Syair Kata Sukukata kemudian berkembang dalam memori “mencerdas ulang, dengan misi utama membelai spiritual dan irama kasih berbangsa”.
Meskipun bagai mainan anak-anak mengotak atik kata-kata, namun dalam melambungkan kreativitasnya, ia menggali memori, mengolah spiritual dan lahirlah “rumus kreatif” 4 5, 17, 8. Empat baris dalam satu bait, atau empat baris terbuat dari dua bait. Baris pertama, terdiri 4 suku kata. Supaya lebih luas makna diupayakan terdiri dua kata. Baris kedua, terdiri 5 kata, utuh dari kata gabungan suku kata. Baris ketiga, terdiri 17 suku kata sepanjang apa pun kalimatnya, namun harus terdiri dari hanya 17 suku kata. Baris keempat, kembali kepada suku kata berjumlah delapan (suku kata). Mungkin terdiri dari tiga kata, empat kata bahkan lima kata, namun tetap berasal susunan dari 8 suku kata. Tema: kemuliaan rohani, kebesaran bangsa, renungan spiritual dan kearifan.
Kenapa harus Syair? Kenapa bukan puisi? Atau sajak? ADS memberikan alasan, karena: (1) Kembali pada asal istilah ’profesi’ Penyair, bukan Penyajak atau Pemuisi; (2) Ada upaya kembali untuk melestarikan kesenian tradisi; (3) Ada pula rima/persamaan bunyi; (4) Terasa ada senandung; (5) Efektivitas waktu.
Ada 70 syair yang diciptakan oleh Anton de Sumartana (ADS), yang menurut pengakuannya dicipta dalam satu kesatuan waktu. Artinya, sejak mengawali menuliskan syair pertama, dia terus melakukannya tanpa berhenti, sampai pada syair ke-70. Setelah itu, tiba-tiba inspirasi mandek. Dicoba dan dicoba untuk menulis lagi tapi tak keluar juga ide dan gagasan. Kreativitasnya habis. Jadilah dia berhenti dan menyudahi menulis. Ia tak menyadari kalau syair yang ditulisnya sudah mencapai jumlah 70. Angka 70 ini apakah ada kaitannya dengan ulang tahun ke-70 Kemerdekaan RI, dia tidak tahu. Dia baru sadar, ketika diingatkan bahwa angka 70 itu barangkali ada kaitannya dengan kemerdekaan negeri ini.
Sekarang, mari kita lihat apakah sebenarnya syair itu? Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedi bebas, yang mengaku belum diperiksa memberikan batasan: Syair adalah salah satu jenis puisi lama. Ia berasal dari Persia (sekarang Iran) dan telah dibawa masuk ke Nusantara bersama-sama dengan kedatangan Islam. Kata syair berasal dari bahasa Arab syu’ur yang berarti perasaan. Kata syu’ur berkembang menjadi kata syi’ru yang berarti puisi dalam pengertian umum. Syair dalam kesusastraan Melayu merujuk pada pengertian puisi secara umum. Akan tetapi, dalam perkembangannya syair tersebut mengalami perubahan dan modifikasi sehingga syair didesain sesuai dengan keadaan dan situasi yang terjadi. Dalam perkembangannya syair tersebut mengalami perubahan dan modifikasi sehingga menjadi khas Melayu, tidak lagi mengacu pada tradisi sastra syair di negeri Arab. Penyair yang berperan besar dalam membentuk syair khas Melayu adalah Hamzah Fansuri dengan karyanya, antara lain: Syair Perahu, Syair Burung Pingai, Syair Dagang, dan Syair Sidang Fakir.
Mari kita lihat perbandingan Syair khas Melayu dan karya ADS