Dalam pada itu, Indonesia memiliki NU sebagai benteng NKRI yang telah menegaskan Islam Nusantara sebagai inspirasi peradaban dunia. Islam yang ramah, menghargai perbedaan dan mampu berdialog dengan perkembangan zaman.[6] Sehingga dalam kepungan Ideologi dunia, Nusantara tetap eksis dalam perdamaian dan terhindar dari perang saudara atau agama. Setidaknya ini bisa dijadikan modal mengkonsolidir segenap elemen kekuatan bangsa guna melindungi tujuan dan nilai-nilai pancasila. Fenomena demo Ahok/Aksi Bela Islam II harus kita sikapi dengan cerdas dan bijak. Bahwasanya hal itu hanyalah ujian dalam berbangsa dan bernegara. Seandainya pun perang peradaban suatu keniscayaan, orang-orang hanya perlu memilih medan dan senjata yang digunakan. Sebagai bangsa yang beradab, senjata kita adalah pikiran, karya dan kontribusi positif demi kemajuan Indonesia.
Akhirnya, nalar kita kembali terusik, menari bagai kupu-kupu di tengah badai. “Argumentasi munculnya perang peradaban mendapat dukungan penting dari fenomena – fenomena empiris yang terjadi di berbagai belahan dunia.Meskipun sedikit disangsikan apakah fenomena tersebut terjadi secara alami atau sengaja direkayasa?”[7]
[1] Pahma herawati. Malapetaka 15 Januari 1974. Warta-sejarah@blogspot.com.
[2] P. Huntington, Samuel. 1996. The Clash Of Civilization. New York: Simon and Schuster.www.Journal.uny.ac.id.
[3] Husain Pontoh, Coen. 2005. Malapetaka Demokrasi Pasar. Yogyakarta: Resist Book. menyebutkan bahwa kebijakan reformasi dan restrukturasi Gorbachev bermakna ganda. Pertama, liberalisasi dan restrukturisasi sistem politik yang dikuasai birokrasi partai. Kedua, liberalisasi dan restrukturasi ekonomi dengan menghancurkan hambatan-hambatan bagi beroperasinya mekanisme pasar (bebas).
[4] Di Indonesia, IM menjelma sebagai PKS dan HT sebagai HTI yang mempropagandakan Khilafah Islam. Namun belakangan mulai berbeda pandang. Sedang salafi-wahabi lekat dengan puritanisme, takfiri, tbc, sipilis.
[5] Kabagntelkampolri, jakarta 2016.
[6]www.nu-online.or.id.
[7] Hasil wawancara dengan Kun, Antropolog Unsoed yang tengah menempuh studi S3 di Jerman.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H