Mohon tunggu...
Sufi PMII Purwokerto
Sufi PMII Purwokerto Mohon Tunggu... -

Tan Hana Wighna Tan Sirna! Tidak ada rintangan yang tidak bisa dilewati RAden Agung Khalifatullah Fil Ard Sufi Putra Lintang Brhe Kertabumi XXI 5C901E45

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Di Balik Fenomena Demo Ahok/Aksi Bela Islam II

4 November 2016   16:10 Diperbarui: 4 Juli 2018   17:50 85
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

            Dalam pada itu, Indonesia memiliki NU sebagai benteng NKRI yang telah menegaskan Islam Nusantara sebagai inspirasi peradaban dunia. Islam yang ramah, menghargai perbedaan dan mampu berdialog dengan perkembangan zaman.[6] Sehingga dalam kepungan Ideologi dunia, Nusantara tetap eksis dalam perdamaian dan terhindar dari perang saudara atau agama. Setidaknya ini bisa dijadikan modal mengkonsolidir segenap elemen kekuatan bangsa guna melindungi tujuan dan nilai-nilai pancasila. Fenomena demo Ahok/Aksi Bela Islam II harus kita sikapi dengan cerdas dan bijak. Bahwasanya hal itu hanyalah ujian dalam berbangsa dan bernegara. Seandainya pun perang peradaban suatu keniscayaan, orang-orang hanya perlu memilih medan dan senjata yang digunakan. Sebagai bangsa yang beradab, senjata kita adalah pikiran, karya dan kontribusi positif demi kemajuan Indonesia.

Akhirnya, nalar kita kembali terusik, menari bagai kupu-kupu di tengah badai. “Argumentasi munculnya perang peradaban mendapat dukungan penting dari fenomena – fenomena empiris yang terjadi di berbagai belahan dunia.Meskipun sedikit disangsikan apakah fenomena tersebut terjadi secara alami atau sengaja direkayasa?”[7]

[1] Pahma herawati. Malapetaka 15 Januari 1974. Warta-sejarah@blogspot.com.

[2]  P. Huntington, Samuel. 1996.  The Clash Of Civilization. New York: Simon and Schuster.www.Journal.uny.ac.id.

[3] Husain Pontoh, Coen. 2005.  Malapetaka Demokrasi Pasar. Yogyakarta: Resist Book. menyebutkan bahwa kebijakan reformasi dan restrukturasi Gorbachev bermakna ganda. Pertama, liberalisasi dan restrukturisasi sistem politik yang dikuasai birokrasi partai. Kedua, liberalisasi dan restrukturasi ekonomi dengan menghancurkan hambatan-hambatan bagi beroperasinya mekanisme pasar (bebas).

[4] Di Indonesia, IM menjelma sebagai PKS dan HT sebagai HTI yang mempropagandakan Khilafah Islam. Namun belakangan mulai berbeda pandang. Sedang salafi-wahabi lekat dengan puritanisme, takfiri, tbc, sipilis.

[5] Kabagntelkampolri, jakarta 2016.

[6]www.nu-online.or.id.  

[7] Hasil wawancara dengan Kun, Antropolog Unsoed yang tengah menempuh studi S3 di Jerman.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun