Opin terlihat mengernyitkan dahi. Sejenak dia melayangkan ingatan pada beberapa waktu silam. Sesaat kemudian dia pun membelalakkan mata.Â
"Opin inget, Bapak. Pas dulu waktu Opin ikut belajar nulis di blog itu, kan? Terus Bapak berhasil nerbitin buku solo berjudul Pahlawan Literasi itu, kan?" jawabnya balik bertanya.Â
Aku tersenyum mendengar jawabannya. Kebahagiaan besar bagiku ternyata dia masih mengingat juga apa yang pernah dipelajari di masa lampau.Â
"Sekarang ingat, kan? Bukan itu saja sebenarnya, Mas. Selain beliau menginisiasi kelas agar guru rajin menulis di blog, Omjay juga suka bikin tantangan menulis setiap hari," kataku sambil menggulirkan layar laptop.Â
Opin terlihat mengikuti gerakan layar. Aku menghentikan gerakan ketika sampai pada informasi peluncuran buku terbaru Omjay.Â
"Keren, Bapak! Udah menginspirasi menulis eh menginspirasi menerbitkan buku juga dari tulisan di blog," katanya sambil membetulkan arah layar.Â
Aku membiarkan Opin menjelajah laman itu. Berharap dia akan menemukan pembelajaran di sana. Hingga akhirnya kemudian dia bisa menemukan solusi dari permasalahan yang sedang dihadapinya.Â
Mataku mencuri pandang ke arah jam laptop. Sudah cukup larut baginya. Aku pun memutuskan untuk menghentikan penjelajahannya. Opin pun menyodorkan laptop ke arahku.Â
Sambil tersenyum aku bertanya, "Jadi, pelajaran apa yang Mas dapetin dari laman profil Omjay tadi?"
Opin menggaruk kepalanya. Sesekali dia melirik layar laptop. Sesaat kemudian dia pun berkata, "Satu yang Opin inget, Bapak! Menulislah setiap hari dan buktikan apa yang terjadi!"
Aku mengacungkan jempol ke arahnya. Anak laki-laki berambut hitam lurus itu pun tersenyum. Senyuman yang masih tersisa saat aku bertanya apa yang akan dia lakukan selanjutnya.Â