Mohon tunggu...
Sudiono
Sudiono Mohon Tunggu... Lainnya - I Owner Vpareto Travel Indonesia I Konsultan Ausbildung I https://play.google.com/store/apps/details?id=com.NEWVPARETOTOURNTRAVEL.android&pli=1

Pemerhati Masyarakat, Field study : Lychee des metiers des sciences et de I'industrie Robert Schuman, Le Havre (2013). Echange France-Indonesie visite d'etudes des provisieur - Scolaire Descrates Maupassant Lychee de Fecamp. Lycee Louis Modeste Leroy, Evreux (2014), Lycee Professional Jean Rostand, Rouen (2014), Asean Culinary Academy, Kuala Lumpur (2012). Departement of Skills Development Ministry of Human Resources Malaysia (2013). Seoul Technical High School (STHS) 2012. Jeju Self Governing School (2012), Assesor BNSP Marketting (2016), Assesor Akreditasi S/M (2015), Pelatihan CEC Coach Wiranesia (2022), pemilik Vpareto travel Indonesia,

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Ketahanan Pangan dan Pemanfaatan Lahan Jalan Tol

8 Agustus 2020   19:54 Diperbarui: 8 Agustus 2020   20:03 133
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

-Impor barang elektronik padahal sejak lama kita punya industri elektronika,

-Impor Ikan salmon padahal kita punya Ikan Kakap dan Tuna,    

-Impor buah menghancurkan usaha perkebunan jeruk, durian, dan buah lainnya

- Impor Jagung, kedelai, makanan ternak dan lain - lainnya 

- Impor sayuran dari China karena petani sayur kita belum mampu swasembada sayur

Menunjukkan bahwa APBN yang dikumpulkan dari pajak rakyat terkuras untuk membayar pembelian barang dan jasa Impor. Tiada hari tanpa impor, yang menguras APBN dan menambah beban hidup petani, perkebunan, perikanan dan peternakan terjengkang kemiskinan.

PETANI LOKAL

Khusus beras sebagaimana kita ketahui beras lokal di penuhi oleh beras impor, bagaimana petani kita mau hidup makmur kalau harga beras Internasional alias impor Rp. 6.800,- sedangkan beras lokal Rp. 8.000,-/kilogram.

Mahalnya beras lokal alasannya adalah pengelolaan lahan pertanian kita belum modern padahal Vietnam, dan Thailand sebenarnya sama dengan kita  bedanya karena tidak adanya keseriusan stakeholder yang mengurusi pertanian membantu petani secara total.

Di zaman orde baru kita mengenal Petugas Penyuluh Pertanian, TKS BUTSI dan lainnya sejalan dengan Departemen Pertanian yang saling padu memberikan perhatian yang sungguh sehingga tahun 2013 RI memperoleh penghargaan FAO (Fooad Agricultural Organization) badan PBB yang mengurusi pangan keberhasilannya melakukan swasembada pangan.

Ternyata Petani kita hebat jika di beri bimbingan teknis pengelolaan pertanian dengan baik dan hasilnya selain bisa memenuhi kebutuhan dalam negeri juga bisa di ekspor ke  pasar pa internasional.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun