Mohon tunggu...
Sudi Pratikno
Sudi Pratikno Mohon Tunggu... Penulis - Menghijaulah bersama tanah Indonesia

Kan ku dayung perahu kertasku sampai jauh

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Hilangnya Peristiwa Fatwa dan Resolusi Jihad NU dalam Sejarah Pertempuran 10 November

22 Oktober 2018   23:19 Diperbarui: 22 Oktober 2018   23:22 746
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Foto: Sudi Pratikno, dokumentasi pribadi)

Artikel ini berangkat dari ringkasan dalam acara bedah Buku Fatwa dan Resolusi Jihad NU karya KH. Agus Sunyoto di Universitas Nahdlatul Ulama Yogyakarta pada tanggal 07 November 2017 di Umbulharjo, Bantul, DI Yogyakarta.

Namun artikel ini sengaja di posting pada tanggal 22 Oktober 2018 bertepatan dengan Hari Santri Nasional. Bagi kalian para santri di Indonesia maupun santri Indonesia yang ada di luar negeri, Selamat Hari Santri. Jadilah Santri sejati yang mampu menyejukkan kondisi bangsa saat ini. Bersama Santri Damailah Negeri.

Ringkasan bedah Buku Fatwa dan Resolusi Jihad NU secara garis besar membahas tentang serangkaian peristiwa sebelum tanggal 10 November 1945. KH. Agus Sunyoto memaparkan beberapa ringkasan mengenai apa yang terjadi sebenarnya pada peristiwa 10 November 1945 dan kejadian-kejadian yang terjadi sebelum dan sesudah peristiwa 10 November tersebut. Ternyata, peristiwa 10 November 1945 apabila dirunut kebelakang, ada hubungannya dengan cikal bakal munculnya PKI (Partai Komunis Indonesia).

Berikut ini akan dijelaskan serangkaian peristiwa yang berkaitan dengan Resolusi Jihad NU dan peristiwa yang melatarbelakanginya.

Menurut KH. Agus Sunyoto bahwa PKI itu bukan dibentuk pada 09 Mei 1914, namun pada tanggal itu adalah pembentukan ISBD (Islamic Separate Democratic). Padangan etik memandang bahwa PKI dibentuk pada tanggal 09 Mei 1914, namun menurut pandangan emik, hal itu salah.

Pada tanggal 09 Mei 1914 itu yang dibentuk bukan PKI namun ISBD. ISBD adalah otak atau organisasi yang menunggangi PKI. Doktrin yang ada dalam PKI adalah sebenarnya berasal dari ISBD.

Pada awal munculnya ideologi PKI, terdapat tiga tokoh yang terlibat di dalamnya, yakni Alimin, Muhson, dan Tan Malaka. Seorang pahlawan bernama Alimin dan Muhson itu merupakan orang yang menyusup ke dalam PKI. Padahal Muhson itu adalah seorang santri.

Tujuan mereka masuk dan menyusup ke dalam PKI adalah untuk merusak ideologi PKI dari dalam secara perlahan-lahan. Padahal, tokoh awal yang menjadi cikal bakal terbentuknya PKI adalah Tan Malaka.

Tan Malaka memiliki pemikiran sosialis demokratis. Dia adalah orang yang sangat sosialis demokratis. Hal ini dibuktikan dengan fakta Tan Malaka marah saat tahu bahwa Muhson masuk menyusup ke dalam organisasi PKI. Inilah fakta yang diungkapkan oleh KH. Agus Sunyoto. Oleh sebab itu, sebenarnya D. N. Aidit bukanlah orang pertama dalam gerakan PKI, karena awal mula pemikirannya yang mencentuskan adalah Tan Malaka tepatnya pada bulan Mei 1914.

Peristiwa berlanjut pada tahun 1945 tanggal 10 Oktober, yang dimulai dengan dibentuklah TKR dengan beberapa letkol nya adalah seorang kyai. Dari 69 Batalyon TKR yang tersebar di Jawa Bali, di Bali sebanyak 3 Batalyon dan di Jawa sebanyak 66 Batalyon.

Dari 66 Batalyon tersebut, 22 Panglima atau Petingginya adalah seorang Kyai. Pada saat acara bedah buku ini, dua orang yang disebutkan oleh KH. Agus Sunyoto adalah Letkol Kyai Haji Sma'un, Letkol Kyai Haji Yunus Anis.

Pada tanggal 27 Oktober 1945, berita tentang fatwa dan resolusi jihad NU dimuat di koran Kedaulatan Rakyat. Buktinya dapat Anda cari di Koran Kedaulatan Rakyat Edisi 28 Oktober 1945. Koran Kedaulatan Rakyat berasal dari Jogja. Pada tanggal 28 Oktober 1945, TKR menyerang tentara Inggris secara brutal.

Karena mereka bersamaan dengan gelora arek-arek Suroboyo yang mereka sebut sebagai tawuran massal dengan tentara Inggris. Perlawanan pribumi menggunakan bambu runcing dan satu gerbong senjata yang dikirim melalui kereta api dari Jogja, sedangkan tentara Inggris menggunakan senapan angin yang jauh lebih canggih dari alat yang kita gunakan saat perang waktu itu.

Selama beberapa hari pertempuran antara arek-arek Suroboyo dan Tentara Inggris terjadi. Hingga pada tanggal 10 November 1945 terjadi perang habis-habisan yang mampu mengalahkan Tentara Inggris.

Pada tanggal 10 November 1945 arek-arek Suroboyo dan para pejuang lainnya bertempur melawan tantara Inggris pada waktu itu. Pada peristiwa tersebut juga melibatkan Tentara Nasional Indonesia (TNI) untuk mengusir Inggris dari tanah Surabaya.

Akan tetapi sampai sekarang Pemerintah tidak mau mengakui bahwa Tentara mereka terlibat dalam penyerangan tentara Inggris di Surabaya. Padahal berita tentang peristiwa 10 November tersebut jelas-jelas telah dibuat di koran dunia seperti New York Times, Washington Post, dan koran lain-lain.

Fatwa resolusi jihad merupakan cikal bakal meledaknya pertempuran gila pada tanggal 10 November 1945 yang terjadi di Kota Surabaya. Hal ini ditegaskan dengan fatwa KH. Hasyim 'Ashyari bahwa hukumnya fardu 'ain untuk berjihad melawan tentara Inggris (saat pendudukan kota Surabaya) dengan radius 94 KM dari Kota Surabaya.

Artinya pada waktu itu, kota-kota seperti Sidoarjo, Pasuruan, Mojokerto, Jombang, Gresik mereka bersama kyai di masing-masing pesantren berjuang bersama santri-santrinya untuk bertempur di Kota Surabaya. Seperti tradisi yang ada di Pesantren bahwa apabila kyai dawuh tentang suatu hal, maka semua santri pasti akan melakukannya. Satu komando satu perintah dengan penuh tekad.

Maka hal inilah yang menyebabkan Belanda menjaga betul adanya seorang kyai, karena menurut Belanda, kyai sangat besar pengaruhnya terhadap kondisi lapisan masyarakat terutama bagi santri-santrinya. Lihat saja saat penculikan KH. Hasyim 'Ashyari oleh tentara Jepang. Bukan santri meminta kyainya dibebaskan, namun justru santri yang jumlahnya ribuan itu meminta kepada Jepang untuk menahan mereka bersama KH. Hasyim 'Ashyari.

Peristiwa 10 November 1945 terjadi selama 5 hari dengan rincian 4 hari berupa serangan massal atau dalam istilah arek Suroboyo sebagai tawuran massal, sampai meninggalnya komandan perang Inggris A.W.S. Mallaby, sedangkan yang 1 hari adalah puncak pertempuran yang melibatkan banyak orang dengan berbagai latar belakang agama, ras, suku untuk bertempur mempertahankan NKRI.

Fatwa yang dikeluarkan oleh KH. Hasyim Ashyari itu bukan fatwa jihad tentang agama tapi fatwa jihad tentang wilayah tanah air yang ingin direbut oleh Belanda dan Inggris. Peristiwa 1 hari pada tanggal 10 November 1945 ini juga dikenal dengan perobekan bendera Belanda oleh Bung Tomo.

Pada waktu itu juga, sebelum terjadinya peristiwa 10 November, para penjajah (Inggris dan sekutu) telah mendoktrin kepada semua orang bahwa Indonesia adalah negara boneka nya Jepang. Namun dengan adanya perlawanan di Surabaya pada selama 5 hari, maka dunia secara perlahan mengakui bahwa Indonesia bukan negara Boneka nya Jepang. Buktinya adalah terdapat perlawanan dari kaum santri, arek-arek suroboyo, tentara, kyai-kyai.

Pada tanggal 11 November 1945 diselenggarakan Konferensi TKR yang digelar bersama dengan Presiden Soekarno dan Wapres Muhamamd Hatta. Konferensi ini membahas tentang peristiwa heroik pada tanggal 10 November 1945, strategi-strategi yang akan ditempuh jika terjadi serangan dari militer asing, dan reaksi dunia atas pertempuran 10 November.

Resolusi jihad NU yang telah berusia 73 tahun dan meninggalkan barisan tentara kedua di Indonesia yang disebut "Tentara Swasta" atau sering dikenal dengan istilah Banser (Barisan Serbu). Banser adalah laskar jihad sabilillah dan hisbulloh yang ikut berperang pada peristiwa 10 November 1945. Banser bukan bagian dari pemerintah, dan juga bukan bagian dari TNI.

Perbedaan yang mencolok pada waktu itu adalah jika TNI tidak mau perang kalau tidak dibayar, kalau Banser tidak mau dibayar dan siap mati membela Tanah Air. Inilah yang sering disebut-sebut oleh warga Nahdliyin sebagai "NKRI HARGA MATI".

Pembahasan bedah buku tersebut kemudian dilanjutkan dengan tulisan yang ditulis oleh Ben Anderson tentang Resolusi Jihad NU. Ini jelas menunjukkan bahwa fakta tentang adanya Resolusi Jihad NU pada pertempuran 10 November tercatat di sejarah, namun apa yang terjadi saat ini. Semua tampak tidak ada dan baik-baik saja bagi Pemerintah.

Padahal ini sebenarnya bentuk ketidaksiapan dan ketidapercayaan pemerintah terhadap adanya Resolusi Jihad NU. Mereka seakan tidak mau mengakui adanya fakta sejarah tersebut, dan yang lebih "lucu" lagi bahwasannya sejarah resolusi jihad NU ini ditulis oleh seorang warga Amerika. Kan aneh dan lucu sekali.

Warga Indonesia yang notabene memiliki sejarah ini tidak ada yang menulisnya bahkan hany segelintir orang yang mengetahui. Ironi di atas ironi, negeri yang sebegitu kaya dan luas, sejarah begitu sulit di dokumentasikan. Ah, sudahlah.

Kembali pada pembahasan Buku yang dikarang oleh Ben Anderson, di sana disebutkan tentang peristiwa Resolusi Jihad yang ternyata dimuat oleh Kantor Berita Antara. Jika dilihat awal mulanya proses kemerdekaan Indonesia, ternyata para perumus kemerdekaan Indonesia juga banyak yang dari kalangan kyai.

Berkorelasi dengan fakta tersebut, ternyata mesin ketik untuk mengetik teks proklamasi pada tahun 1945 adalah hasil pinjaman dari kedutaan Jerman di Batavia. Hal ini juga indikasi lain bahwa sejarah saat itu memang tidak memungkinkan untuk semuanya di dokumentasikan.

Kita saja masih pinjam mesin ketik pada kedubes Jerman, apalagi ingin mendokumentasikan semua fakta dan kejadian yang terjadi pada waktu itu. Jadi memang wajar jika selama ini terdapat konspirasi dan pemutarbalikan fakta, bahkan sampai terjadi manipulasi sejarah, tsumma na'udzubillah.

Sebagai generasi muda Nahdliyin, kita harus mampu berpikir jernih dan holistik tentang perkembangan sejarah yang ada di Indonesia ini. Oleh sebab itu, kacamata yang harus kita gunakan adalah kacamata emik yakni ditinjau dari berbagai sumber sejarah yang ada berdasarkan fakta, bukan menggunakan pandangan etik yang sering terjadi penyimpangan bahkan penghapusan peristiwa sejarah yang sebenarnya fakta terjadi di masa lampau.

Peran Belanda sebagai Penjajah juga rupanya telah membuat bangsa Indonesia tersesat. Menurut kacamata etik, karya seperti Babad Tanah Jawa, Babad Kediri, Pitung Sunda, itu adalah fakta sejarah berupa narasi legenda atau sejarah kontemporer dari pribumi Indonesia. Namun faktanya, kita dapat melihat dari kacamata emik (pandangan emik) bahwa cerita Pitung Sunda, Babad Tanah Jawa itu adalah karya fiksi buatan Belanda untuk menyesatkan bangsa Indonesia.

Belanda menyuruh seorang dalang untuk menulis cerita fiktif dengan dibantu oleh pembantu dalang. Cerita fiktif tersebut di dokumentasikan kemudian dicetak massal untuk disebarkan di seluruh wilayah Indonesia. Belanda juga banyak memalsukan sejarah Indonesia.

Hal ini fakta dan dapat di cross check kebenarannya di perpustakaan Den Haag, Leiden, Wageningen yang ada di Belanda. Dokumen-dokumen pada masa penjajahan tersimpan rapi dan aman di perpustakaan Belanda. Manuskripnya berupa bahasa Belanda. Inilah hanya sebagian kecil dari apa yang menjadi ironi bangsa Indonesia.

Bahwa ternyata manipulasi sejarah itu banyak sekali dan dampak sungguh luar biasa. Selama ini para generasi muda Indonesia hanya tahu sejarah dari sekolah dan buku-buku pemerintah.

Sedangkan sejarah yang ada di sekolah-sekolah saat ini tidak utuh. Karena banyak sekali kejadian sejarah yang dihilangkan, yang salah satunya adalah peristiwa Fatwa dan Resolusi Jihad NU pada bulan Oktober sampai November 1945.

Kalau kita berpikir secara komprehensif mengenai penjajahan Belanda di Indonesia selama kurang lebih 350 tahun, ternyata pendidikan kita yang bersistem SD 6 tahun, SMP 3 tahun, dan SMA 3 tahun itu adalah warisan Belanda.

Artinya pendidikan kita sekarang adalah buatan Belanda sebenarnya. Jadi wajar apabila banyak sejarah yang sengaja dihilangkan untuk tidak diketahui oleh generasi muda. Saya juga heran dan tercengang, kenapa hal ini bisa terjadi, dan tujuan utamanya apa.

Muncul anggapan dan sentilan argumen di pikiran KH. Agus Sunyoto, apakah sebenarnya bangsa kita tidak bisa maju tanpa adanya pendidikan sekolah? Pasti banyak yang mengira bangsa kita tidak akan bisa maju dan bisa jadi mengalami kemunduran. Bangsa kita tidak akan bisa berkembang jika tidak dijajah oleh Belanda, kata siapa?

Terlepas dari itu semua, kita juga tidak boleh menyalahkan sejarah, karena sejarah yang benar-benar fakta terjadi adalah telah didasari atas kehendak Allah SWT.

Sebelum melangkah lebih jauh, kita pelajari terlebih dahulu tentang sistem pendidikan yang asli dan murni dari Indonesia bukan buatan Belanda. Ada empat jenis pendidikan asli Indonesia, menurut pandangan emik. Antara lain: 1. Padepokan, 2. Asrama, 3. Padukuhan, 4. Peguron. Itu adalah empat sistem pendidikan yang asli dari Indonesia.

Keempat sistem pendidikan itu berkembang lagi menjadi Pesantren. Makanya pesantren itu adalah asli Indonesia dan tidak ada di negara lain, karena proses kelahirannya melibatkan berbagai unsur sejarah terutama tentang empat sistem pendidikan asli Indonesia.

Pesantren yang menjadi satu-satunya pendidikan asli Indonesia akhir-akhir ini mulai diserang dengan berita-berita hoax, isu politik, dan juga gerakan radikalisme. Termasuk juga pemikiran sosial demokrasi yang sejatinya membahakan bangsa Indonesia. Beberapa bulan lalu, dampak pemikiran sosial demokrasi ini terlihat jelas eksistensinya.

Salah satu contohnya adalah adanya tunggangan dari kelompok khilafah pada peristiwa 212 dan 411 pada tahun akhir tahun 2017 dan awal tahun 2018. FPI tidak bersalah pada peristiwa itu dan sah-sah aja mereka membela agama, tapi ada sebagian orang yang menyusup kedalamnya yang ternyata jika ditelusuri mereka yang menyusup adalah anggota khilafah.

Buktinya ditemukan foto orang yang membawa bendera hitam berlafadz la ila haillallah yang dikibarkan saat peristiwa 212 dan 411. Ini fakta kejadian seperti itu, silahkan Anda cross check jika pernyataan ini adalah Hoax. Jaringan yang terindikasi berideologi khilafah adalah HTI (Hizbut Tahrir Indonesia). Akan tetapi, jaringan ini akhirnya resmi dilarang di Indonesia pada tahun 2018 karena berpotensi merusak NKRI dan ideologi Pancasila.

Pada akhirnya penulis berharap, dengan mengetahui sejarah bangsa kita sendiri, kita semua dapat lebih menghargai jasa para pahlawan, terlebih lagi jika berkenan untuk mengirimkan fatihah setelah sholat fardhu setiap hari. Upaya pemecah belah bangsa masih ditemui di sana-sini.

Namun para kyai di Indonesia pasti tidak akan tinggal diam. Sekarang adalah tentang seberapa kuat bangsa ini menerima cobaan, bersabar dan bertawakkal. Semoga Indonesia tetap utuh lestari ila yaumil qiyamah.

Wallahu A'lam Bissowab.

Yogyakarta, 22 Oktober 2018

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun