Mohon tunggu...
Suci Handayani Harjono
Suci Handayani Harjono Mohon Tunggu... penulis dan peneliti -

Ibu dengan 3 anak, suka menulis, sesekali meneliti dan fasilitasi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Teror Keluarga Gendruwo

6 Maret 2016   13:59 Diperbarui: 6 Maret 2016   14:08 470
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

            “Gendruwo itu marah karena mau dipindah, Mbak. Semalam gendruwo itu  mengajak teman-temannya datang ke sini. Mereka bikin pesta besar. Seisi rumah penuh keributan. Ada suara-suara gamelan dan tawa. Bahkan pimpinan mereka sempat menampakkan diri. Saya hanya bilang, silahkan berpesta tetapi jangan menganggu. Entah sampai jam berapa, saya tinggal tidur di teras. Paginya semua sudah sepi.” Tutur Mbah Marto panjang lebar.

            Aku menggigil dalam diam. Tak bisa kubayangkan wajah penghuni rumah ini saat marah. Pikiranku kalut. Rasanya disekelilingku ada yang mengamati.

            Aku melintasi ruang tengah, menyapa teman-teman yang mulai  berdatangan. Melihat mereka biasa saja, membuatku lebih tenang. Paling tidak kerjaan teman-teman tidak terganggu.

           

            Sambil menunggu file terbuka, kupejamkan mata. Aku berusaha menata hati. Cerita Mbah Marto masih tergiang ditelinggaku.

            Kakiku mencari-cari sandal di bawah meja. Heran, biasanya sandal bisa kuraih dengan mudah. Sudah menjadi kebiasaanku, dikantor selalu mengganti sepatu dengan sandal jepit.

            Tubuhku membungkuk, mataku bergerak dalam gelap. TAP. Mataku terpaku pada sosok  menyeramkan dengan mata merah besar dan wajah penuh bulu. Persis seperti yang diceritakan Sari beberapa hari yang lalu. Giginya yang besar dan tajam menyeringai tepat  didepan wajahku. Seketika aku menjerit ngeri. AARRRRGGGGGG……………………………………………

                                                                                    ***

           

                Dua bulan kemudian Pak Surip berhasil membuat perjanjian dengan penghuni lain di kantorku. Setelah bernegosiasi, mereka berjanji tidak akan menempakkan diri lagi dan tidak menganggu orang-orang kantor. Tetapi mereka  minta syarat tidak mau dipindah jauh dari kantor. Akhirnya mereka sepakat pindah, tepatnya di pojok bagian timur tak jauh dari  pohon jambu ‘rumah lama’ mereka.

              Kantorku berangsur tenang kembali. Para penghuni lain telah menepati janji. Tidak sekalipun mereka menampakkan diri dan menganggu kegiatan kantor. Kami beraktivitasa dengan tenang, dan mereka mungkin juga melakukan hal yang sama.*****

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun