[caption caption="ilustrasi : kobayogas.com"][/caption]
“Hoi…siapa yang mengambil dokumenku?”
Teriakan Tiwik membuatku terlonjak kaget. Buru-buru aku berpaling dari laptop dan bergegas. Kulihat Tiwik berdiri dengan muka merah. Mejanya acak-acakan tak karuan. Kertas berserakan di bawah kursi. Tumpukan dokumen tebal berserakan. Kwitansi tercecer di sana sini. Beberapa teman mengerubungi bendahara kantorku ini.
“Ada apa, Wik?” tanyaku mencoba menyabarkan Tiwik.
“Dokumenku hilang, Mbak.” katanya gugup, setengah menangis. Kulihat mukanya berangsur-angsur pucat. Kekhawatiran jelas tidak bisa disembunyikan.
“Dokumen apa?” tanyaku lagi.
“Ini Mbak. Dokumen untuk menyusun laporan.“ jawabnya sambil menyebutkan sebuah lembaga funding yang selama ini menjadi donor lembaga kami.
“Hilang, Mbak? Padahal dua hari lagi deadline?” teriak Santi setengah tak percaya. Matanya terbelalak. Manager program di kantorku ini terlihat cukup shock. Bagaimana juga ia yang bertanggungjawab terhadap laporan yang harus dikirimkan lusa.
Aku tertegun. Tiba-tiba kepalaku pening. Kejadian ini bukan yang pertama kali. Sejak tiga minggu belakangan ini, sering terjadi hal-hal aneh di kantor.
Tiga minggu lalu, Rini, staf yang baru magang selama tiga bulan kehilangan laporan penelitian yang sudah di jilid. Padahal ia harus menbawa dokumen itu esok harinya ke sebuah acara di luar kota. Setelah mengaduk-aduk seluruh meja kerja, bahkan dengan kesal sampai mencarinya di gudang, dokumen itu tidak juga ditemukan. Akhirnya Rini terpaksa harus mencetak ulang dan mencari tempat jilid di malam hari. Anehnya tiga hari kemudian dokumen itu ada di antara tumpukan koran di ruang tamu.