Teman-teman satu persatu beranjak meninggalkan ruangan Tiwik. Beberapa orang melanjutkan membicarakan kejadian aneh tadi sambil berjalan. Terdengar celutukan Erna tentang kemungkinan yang mengambil sesuatu yang tidak kasat mata.
Ku tarik tangan Santi dan mengajaknya masuk ke ruanganku.
“San. Kamu merasa aneh nggak tentang kejadian akhir-akhir ini?” tanyaku langsung ke pokok pembicaraan.
Santi menarik kursi dan menatapku dengan kening berkerut.
“Aku juga berpikir begitu, Mbak. Rasanya ada yang tidak beres di kantor. Masak selalu saja ada yang kehilangan barang penting. Dan anehnya disaat kita membutuhkan. Disaat mendekati hal penting. Aneh sekali,” gumam Santi.
“Iya, San. Rini kehilangan dokumen. Latri kehilangan buku. Aku juga mengalami hal yang sama. Dan sekarang Tiwik. Aku merasa ada yang tidak beres.“ Aku tidak habis pikir. Kami sudah menempati kantor ini lebih dari sepuluh tahun. Selama ini tidak pernah ada kejadian aneh. Baru belakangan ini terjadi. Kalau memang ada ‘penganggu’ kenapa baru saat ini?
“Mbak…”
Aku tergagap. Kupandangi Santi.
“Gimana kalau kita mencari orang pintar saja. Aku nyakin ada yang tidak beres. Kita harus minta bantuan orang pintar.” Kata Santi berapi-api.
Aku diam sejenak. Seumur-umur aku belum pernah berurusan hal seperti ini. Antara percaya tidak percaya, tetapi saat ini rasanya aku harus percaya dan mencari orang pintar yang bisa membantu kami.
“Boleh juga. Mungkin bisa membantu kita.” Ujarku ragu-ragu.