Mohon tunggu...
Subarkah
Subarkah Mohon Tunggu... Buruh - Freelance

Suka nulis, suka nonton film, suka baca

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Hati yang Berbisik, Cinta di Persimpangan Takdir

19 November 2024   19:11 Diperbarui: 19 November 2024   19:20 42
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Raditya menunduk, mencoba menyusun kata-kata. "Aku tidak tahu, Lani. Yang aku tahu, aku tidak pernah mencintai seseorang seperti aku mencintaimu."

Lani menghapus air matanya, berusaha menguatkan diri. "Mungkin cinta sejati adalah tentang bagaimana kita memilih untuk tetap setia pada apa yang telah kita jalani, meskipun hati kita berkata lain."

Namun, Lani tidak bisa menghapus keraguan yang terus menghantuinya. Ia kembali menatap Raditya dengan tatapan yang penuh beban.

"Raditya," ia berkata pelan, "aku takut. Takut bahwa cinta yang kita miliki hanyalah rayuan, sesuatu yang hanya terasa manis di awal. Apakah kau benar-benar mencintaiku, ataukah ini hanya kebiasaan yang kau lakukan tanpa kau sadari?"

Raditya terdiam, mencoba merangkai kata yang tepat. Sebelum ia bisa menjawab, Lani melanjutkan dengan suara yang bergetar.

"Setiap selesai sholat," Lani mengakui dengan air mata yang mulai mengalir, "aku selalu menangis. Apa yang sebenarnya terjadi padaku? Mengapa rasa ini tak bisa hilang? Aku meminta pada Sang Maha Pengasih agar menghilangkan rasa ini, tetapi mengapa tak bisa?"

Raditya menatap Lani, mencoba memahami pergolakan di hatinya. Ia tahu, kata-kata tidak akan mampu menghapus rasa sakit itu, tetapi ia harus mengatakan sesuatu.

"Lani," katanya lembut, "seiring perjalanan waktu, akan hilang dengan sendirinya. Yang datang biarlah datang, nikmati keberadaannya. Saat pergi, biarlah pergi, janganlah menahannya untuk tetap tinggal. Ada siang, ada malam; seterusnya akan silih berganti. Kita tak bisa menolak, hanya bisa menjalaninya."

Lani mendengar kata-kata itu, mencoba untuk mempercayainya. Tapi di dalam hatinya, ia tahu bahwa luka ini tidak akan sembuh dengan mudah.

"Raditya," katanya pelan, "aku ingin percaya bahwa waktu akan menyembuhkan, tetapi luka ini terasa terlalu dalam. Setiap rayuan yang pernah kau ucapkan, entah mengapa, seperti mengakar di hatiku."

Raditya menunduk, merasa bersalah atas perasaan yang ditinggalkan di hati Lani. "Aku tidak pernah bermaksud melukaimu, Lani. Mungkin aku tidak selalu tahu cara yang benar untuk mencintaimu, tetapi perasaanku tulus."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun