Mohon tunggu...
Suaib Napir
Suaib Napir Mohon Tunggu... -

Direktur Mars Institute

Selanjutnya

Tutup

Politik

Urgensi Etika Politik di Indonesia

4 Mei 2014   14:18 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:53 9076
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dimaksudkan untuk menumbuhkan kesadaran bahwa tertib sosial, ketenangan dan keteraturan hidup bersama hanya dapat diwujudkan dengan ketaatan terhadap hukum dan seluruh peraturan yang berpihak pada keadilan. Keseluruhan aturan hukum yang menjamin tegaknya supremasi dan kepastian hukum sejalan dengan upaya pemenuhan rasa keadilan yang hidup dan berkembang di dalam masyarakat. Etika ini meniscayakan penegakan hukum secara adil, perlakuan yang sama dan tidak diskriminatif terhadap setiap warganegara di hadapan hukum, dan menghindarkan penggunaan hukum secara salah sebagai alat kekuasaan dan bentuk-bentuk manipulasi hukum lainnya.

5.      Etika Keilmuan

Etika ini dimaksudkan untuk menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, ilmu pengetahuan dan teknologi agar warga bangsa mampu menjaga harkat dan martabatnya, berpihak kepada kebenaran untuk mencapai kemaslahatan dan kemajuan sesuai dengan nilai-nilai agama dan budaya. Etika ini diwujudkan secara pribadi ataupun kolektif dalam karsa, cipta, dan karya, yang tercermin dalam perilaku kreatif, inovatif, inventif, dan komunikatif dalam kegiatan membaca, belajar, meneliti, menulis, berkarya, serta menciptakan iklim kondusif bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

6.      Etika Lingkungan

Etika lingkungan menegaskan pentingnya kesadaran menghargai dan melestarikan lingkungan hidup serta penataan tata ruang secara berkelanjutan dan bertanggungjawab. Etika, sebagai ajaran-ajaran moral yang menunjukkan sikap dan perilaku yang baik dan buruk merupakan ajaran yang bersifat konstan sehingga persoalan sesungguhnya adalah bagaimana menanamkan etika, mengontekstualisasikan, dan mengaktualisasikan dalam realitas kehidupan bernegara. Untuk itu, memperkuat etika berbangsa dapat dilakukan melalui pendidikan ajaran nilai dan moral yang menjadi sumber etika serta aktualisasinya dalam kehidupan bernegara. Di dalam Ketetapan Nomor VI/MPR/2001 ditentukan pula arah kebijakan untuk memperkuat etika bernegara adalah:

a.      Mengaktualisasikan nilai-nilai agama dan budaya luhur bangsa dalam kehidupan pribadi, keluarga, masyarakat, bangsa, dan negara melalui pendidikan formal, informal, dan nonformal dan pemberian contoh keteladanan oleh para pemimpin negara, pemimpin bangsa, dan pemimpin masyarakat.

b.     Mengarahkan orientasi pendidikan yang mengutamakan aspek pengenalan menjadi pendidikan yang bersifat terpadu dengan menekankan ajaran etika yang bersumber dari ajaran agama dan budaya luhur bangsa serta pendidikan watak dan budi pekerti yang menekankan keseimbangan antara kecerdasan inte

c.      lektual, kematangan emosional dan spiritual, serta amal kebajikan. Mengupayakan agar setiap program pembangunan dan keseluruhan aktivitas kehidupan berbangsa dijiwai oleh nilai-nilai etika dan akhlak mulia, baik pada tahap perencanaan, pelaksanaan, maupun evaluasi.

Atas dasar itu semua, harus ada upaya untuk membebaskan bangsa dari situasi dan lilitan bahaya ini. Untuk menyelamatkan negara dan bangsa dari kehancuran akibat perilaku minim etika, sebaiknya kita harus segera mengembalikan etika dan moral keadilan publik ke dalam setiap bidang kehidupan kita. Secara kolektif kita harus segera menyadari kembali bahwa semua perilaku dan tindakan kita haruslah berbasis pada etika dan moral dan mendudukannya sebagai ukuran paling penting. Sebab secara kodrat, dimensi-dimensi etis dan keluhuran bangsa ini menjadi bagian tak terpisahkan dari kultur dan jati diri bangsa.

Semua cara tentu harus ditempuh untuk memperkuat etika bernegara. Namun, terdapat dua hal penting yang harus diperhatikan. Pertama, pendidikan etika merupakan pendidikan karakter yang berbeda dengan pendidikan sebagai transfer pengetahuan. Dalam proses pendidikan karakter ini peran keteladanan jauh lebih besar dibanding dengan proses verbal. Perilaku dosen dan pimpinan perguruan tinggi lebih besar pengaruhnya terhadap pembentukan etika mahasiswa dibanding kuliah tentang etika di kelas. Keteladanan dalam menegakkan kejujuran ilmiah dan keberanian dalam menegakkan kebebasan akademik serta kebebasan mimbar akademik menjadi hal yang sangat penting untuk ditumbuhsuburkan di kampus-kampus. Demikian pula, keteladanan aparat dan pimpinan pemerintahan akan berpengaruh lebih tinggi terhadap upaya memperkuat etika bernegara di kalangan masyarakat dibanding dengan model penataran, berapa jam pun penataran itu diberikan.

Kedua, persoalan etika bernegara tidak dapat diselesaikan hanya oleh negara dan para aparatnya. Negara dalam geraknya diwakili oleh aparat yang juga merupakan anggota masyarakat. Dengan sendirinya perubahan etika bernegara yang terjadi di kalangan aparat sesungguhnya mencerminkan perubahan yang terjadi di masyarakat. Sebaliknya, aparat dan pimpinan adalah model bagi anggota masyarakat. Semuanya saling terkait sehingga harus dilakukan secara simultan. Di era demokrasi saat ini, masyarakat memiliki peran besar untuk menentukan pemimipin yang beretika sekaligus mampu memperkuat etika berbangsa dan bernegara. Untuk dapat melakukan hal ini, tentu harus ada kesadaran terlebih dahulu di kalangan masyarakat serta organisasi masyarakat dan politik tentang pentingnya etika berbangsa dan bernegara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun