Mohon tunggu...
Study Rizal L. Kontu
Study Rizal L. Kontu Mohon Tunggu... Dosen - Dosen Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Bidang yang saya geluti terkait dengan filsafat, dakwah, dan civic educatiion.

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Dinamika Dakwah dari Masa ke Masa

1 Mei 2024   20:38 Diperbarui: 1 Mei 2024   20:38 391
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Secara keseluruhan, konseptualisasi dakwah secara quraniyah menyatukan sejumlah prinsip dasar teologi Islam. Dakwah menghidupkan doktrin Islam menjadi panggilan yang efektif, dengan menghubungkan dan mendorong manusia untuk mengingat dua prinsip inti dari iman, seperti yang diungkapkan dalam shahadah: "Tidak ada Tuhan selain Allah, dan Muhammad adalah utusan Allah." 

Mengakui dan menanggapi Dakwah Tuhan lebih lanjut berarti mengakui keluhuran kesatuan iman, ummat, dan menerapkan syariah. Last but not least, dakwah mengacu pada undangan umat manusia untuk hidup sesudahnya. Dengan demikian, tidak mengherankan bahwa dakwah terkadang disajikan sebagai saling bertukar dengan konsep Islam itu sendiri.

Setelah kematian Nabi Muhammad (632 Masehi), kepemimpinan komunitas Muslim menjadi isu yang kontroversial. Sebuah kelompok yang disebut Syiah Ali, kemudian dikenal sebagai Syiah, berpendapat bahwa Ali, sepupu Muhammad, dan keturunannya adalah khalifah yang sah, yaitu pengganti Nabi. Ali akhirnya ditunjuk sebagai khalifah, dan dia termasuk salah satu al-Khulafa' al-Rasyidun yang diakui oleh kaum Sunni. 

Namun, pada tahun 661 Ali dibunuh oleh kelompok Khawarij, dan dinasti Umayyah, yang berbasis di Damaskus, menetapkan pemerintahan warisan (a hereditary rule). Selama abad kedelapan, legitimasi Umayyah semakin dipertanyakan. Berbasis di Baghdad, Abbasiyah menuduh mereka mengklaim kekaisaran, yang mengenakan kepemimpinan manusia dengan atribut dan kekuatan yang hanya dimiliki oleh Tuhan. Kebiasaan mewah dari istana Damaskus memicu gerakan dakwah anti-Umayyah.

Dalam arti ini, dakwah datang untuk mewarisi dimensi agama-politik, menjadi panggilan untuk menerima kepemimpinan yang sah dari individu atau keluarga tertentu. Dakwah dalam arti agama-politik bertujuan untuk membangun atau mengembalikan negara teokratik ideal, berdasarkan monoteisme. Di sini dakwah dapat dipahami sebagai propaganda politik yang dipancarkan oleh terminologi Qur'an. Terlepas dari variasi dalam penggunaan istilah ini sepanjang sejarah, ini telah menjadi tren yang berulang.

Dakwah dengan demikian menjadi masalah internal Muslim. Namun, aspek eksternal dakwah, "memanggil umat manusia," menjadi semakin penting secara hukum sehubungan dengan ekspansi militer Islam. Menurut teori klasik jihad dari penaklukan Muslim awal, perang melawan non-Muslim tidak bisa dilakukan, dan tidak dapat dikenakan pajak pelindung non-muslim, jizyah, jika tidak ada panggilan kepada Islam, dakwah yang dikeluarkan. 

Selama akhir abad kedelapan empat mazhab, pemikiran hukum Islam (Fikih Sunni), dikembangkan. Di sini dakwah diformalkan menjadi seperangkat prinsip dan aturan hukum, termasuk hukum yang berlaku dalam keadaan darurat (martial law).

Contoh penting dari penerapan dakwah dalam sejarah adalah kasus dinasti Fatimiyah (Syiah). Antara 969 dan 1171 mereka memerintah sebuah kekaisaran besar, dengan Kairo sebagai ibukota. Bagi Fatimiyah, yang termasuk dalam cabang Syiah Isma'il, dakwah berarti panggilan untuk memberikan kesetiaan kepada imam ketujuh, Muhammad b. Ismail. Awalnya, propaganda mereka diarahkan terhadap pengikut Syiah utama, Imamiyah atau Dua Belas Imam. Ketika kekuasaan mereka tumbuh, dakwah Fatimiyah berbalik melawan Abbasiyah (Sunni), menantang otoritas kekhalifahan mereka.

Fatimiyah memperkuat konsep dakwah sesuai dengan doktrin Syiah. Dakwah Fatimiyah tidak berhenti setelah didirikan dinasti tersebut. Bahkan, ia menjadi semakin terorganisir dan luas. Dakwah dengan demikian diinstitusionalkan, mengintegrasikan klaim politik dengan pengembangan teologis, berpusat di sekitar beberapa lembaga pendidikan, terutama Universitas al-Azhar di Kairo. Di daerah yang dikendalikan oleh Fatimiyah, propaganda dakwah mereka terbuka, sementara pesan itu ditransmisikan lebih rahasia di daerah lain.

Dari sudut pandang fungsional, inti penggunaan Fatimiyah dari dakwah mirip dengan yang dari Abbasiyah. Peningkatan dakwah di antara kelompok-kelompok bersaing ini melibatkan pemahaman tentang propaganda politik dan aspirasi berdasarkan kritik teologis terhadap penguasa lain.

Dari zaman Fatimiyah hingga zaman modern awal, yaitu akhir abad ke-18 dan awal abad ke-19, ada sedikit referensi tentang konsep dakwah. Paradoksalnya, wacana dakwah tampaknya telah memasuki fase resesi meskipun ekspansi Islam yang signifikan terjadi di Asia dan Afrika. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun