Akhirnya, KPU RI pun nantinya harus memberi santunan kepada masing-masing korban yang lebih kurangnya sama seperti di Pemilu 2019 lalu, yaitu Rp30 hingga Rp36 juta bagi petugas yang meninggal dan Rp16 juta bagi yang luka dan cacat. Lantas, apakah ini harga yang harus dibayar demi sebuah kata "demokrasi"?
Perdebatan dikotomis ini sebaiknya disambut dengan kesiapan sikap konstruktif dari semua pihak. Partai politik dan pihak pemerintah dapat mengadakan audiensi untuk menyamakan pemahaman antara ketersediaan dana dari pihak pemerintah dan aspirasi masyarakat.Â
Agenda ini perlu dilakukan dalam rangka mencegah terjadinya kesenjangan antara idealisme (demokratis) dan pragmatisme (efisiensi). Bagaimanapun, memperjuangkan demokrasi yang tidak disertai kesiapan ekonomi akan berhilir sama buruknya dengan pengutamaan efisiensi ekonomi yang nondemokratis.Â
Apapun skenario yang berjalan kedepannya, diharapkan para pengamat politik dan kekuatan civil society lainnya, juga turut mensosialisasikan sederetan pro dan kontra dari setiap pilihan yang ada.Â
Hal ini dilakukan sebagai pembekalan kebijaksanaan masyarakat dalam merespons suatu bentuk konsekuensi. Jika ternyata timbul kekuatan poros ketiga, maka masyarakat Indonesia sudah harus siap bertanggung jawab untuk memenuhi kemungkinan terlaksananya two-round system.Â
Begitu pun sebaliknya, apabila dua poros menjadi jalur yang akan ditempuh, maka masyarakat harus menyikapinya dengan pemikiran rasional. Dengan demikian, narasi demokratis atau ongkos murah bukanlah sekadar tentang pilihan, tetapi juga sebagai rangkaian uji coba kedewasaan masyarakat Indonesia dalam berkonsensus dalam konteks demokrasi.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI