Â
MASIH MAU
Â
Kata barista, "yang manis pasti berakhir" mungkin yang terduga tak kunjung tiba.
Â
Entah mauku adalah maumu?
Â
Surga kecil  itu kian menganga, masih kaku dan membisu
Â
angan dan asa terpagut dibawah ratapan "aku takut,,,"
Â
Bila anganmu tak sebesar asamu, masih maukah menyatukan air dan minyak?
Â
Para prajurit terus memainkan irama kematian menyambut mentari diujung senja
Â
Kanvas-kanvas mudah saja bernyanyi, namun belum satu pun arti dari tintah yang tertumpah dibenaku.
Â
Memenjarakanmu terus kuredupkan karena kunang-kunang sudah tak mau berkamuflase.
Â
Niat terbengkalai....
Â
Usaha bercucuran tanya....
Â
Yang tinggal kata pisah, entah apa yang memisahkan mauku atau maumu
Â
Tidak perlu bersanding jika nanti berperkara
Â
Tidak perlu bermanja jika nanti manis itu berakhir
Â
Cukup, cukup menghargai keberadaan.
Â
Sang barista terus memainkan tangannya, yang pasti ia tidak sedang memisahkan kehidupan dibalik cangkir itu.
Â
Itu bukan maksudku memagut adamu.
Â
 bila kita ada, haruskah ada saja?
Â
Sudut Penfui, 07/01/23
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H