Mohon tunggu...
Stephen G. Walangare
Stephen G. Walangare Mohon Tunggu... -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Kunang-kunang kebenaran di langit malam.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Disiplin Gereja

25 Agustus 2018   02:59 Diperbarui: 25 Agustus 2018   03:10 1458
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sikap negatif terhadap dosa seringkali sama seriusnya dengan dosa yang dilakukan. Kita mengenal kasus Saul dan Daud dengan baik. Keduanya bukan pemimpin yang sempurna. Mereka berdosa. Kualitas kepemimpinan mereka justru dibedakan dari sikap terhadap dosa. Penyakit serius dalam jemaat Korintus bukan hanya jenis dosa yang menjijikkan, tetapi respon yang keliru terhadap keseriusan dosa tersebut. Baik pelaku maupun jemaat lain malah sombong dan tidak mau berduka (1Kor. 5:2).

Penolakan terhadap keterangan saksi-saksi dari orang yang akan diberikan disiplin gereja akan menghantar kita pada tahap selanjutnya. Prosedur keempat adalah pemberitahuan kepada seluruh jemaat (ayat 17a). Pemberitahuan ini dilakukan dalam perkumpulan bersama dalam konteks ibadah (bdk. ayat 18-20; 1Kor. 5:3-5). Tidak ada gosip sebagai media penyebaran informasi. Semua dilakukan secara terbuka dan bersama-sama. Apa yang mulanya harus dilakukan secara pribadi (ayat 15), sekarang harus diungkap secara publik karena kekerasan hati orang yang melakukan dosa tersebut (ayat 17).

Pemberian disiplin harus mempertimbangkan kebersamaan semua elemen gereja yang lain. Paulus merasa perlu memberikan persetujuannya terhadap hukuman yang layak diambil (1Kor. 5:3). Ia tidak lupa mengingatkan jemaat Korintus tentang kesatuan rohani antara mereka, walaupun terpisah oleh jarak (5:4). Poin yang ingin disampaikan adalah persetujuan dan kesatuan hati. Dalam konteks gereja modern, kebersamaan ini dapat ditunjukkan melalui keputusan bersama majelis (tipe presbyterian) atau rapat bersama jemaat (tipe congregational). Pendeknya, disiplin gereja tidak boleh hanya ditentukan oleh orang tertentu. Kebersamaan ini menjamin objektivitas keputusan.

Maksud dari langkah publik ini adalah penguatan persuasi pastoral, bukan mempermalukan seseorang di depan publik atau pembunuhan karakter. Efek yang diharapkan adalah jera, bukan malu. Tindakan ini mengantisipasi pembenaran diri dari orang yang ditegur karena ketiadaan penyataan kebenaran secara komunal. Langkah ini sekaligus sebagai sarana edukasi bagi jemaat-jemaat yang lain, terutama untuk melihat respons gereja yang tegas dan jelas terhadap dosa. Mereka belajar bahwa walaupun gereja tidak pernah bisa sempurna, tetapi gereja juga tidak pernah berkompromi dengan dosa, terutama yang membahayakan keselamatan seseorang. Implikasi yang diharapkan dari hal ini adalah pertobatan yang secepatnya dari jemaat lain yang masih berkanjang dalam dosa-dosa.

Prosedur terakhir adalah pemberian disiplin (ayat 17b). Jika semua langkah pastoral sudah dilakukan dan tidak berhasil, maka langkah terakhir yang harus diambil adalah pendisiplinan. Maksudnya, gereja perlu membuat batasan pergaulan dan persekutuan yang jelas dengan orang yang dikenai disiplin. Yang perlu digarisbawahi di sini adalah ungkapan "biarlah dia menjadi bagimu seperti seorang kafir atau pemungut cukai" (kontra LAI:TB "pandanglah dia"). Pembatasan pergaulan terjadi karena ulah orang yang berbuat dosa. Penolakannya terhadap pandangan seluruh jemaat menunjukkan bahwa ia menganggap dirinya berbeda dengan jemaat lain. Jadi, gereja hanya meneguhkan apa yang orang itu ingin dan layak dapatkan: pembedaan dari yang lain!

Bahasa yang digunakan dalam teks ini bersifat sangat Yahudi. Bukan berarti Tuhan menyetujui pandangan umum tersebut. Ia hanya menggunakannya sebagai sarana komunikasi yang relevan.

Di mata orang-orang Yahudi pada waktu itu, kelompok masyarakat yang paling rendah secara spiritual dan moral adalah orang-orang non-Yahudi. Kelompok berikutnya adalah para pemungut cukai dan orang-orang berdosa (pelacur, dsb.). Kita tidak bisa mengharapkan sesuatu yang baik dari mereka (Mat. 5:46-47; 6:7).

Penggunaan ungkapan kultural semacam ini dalam konteks disiplin gereja berarti pembatasan pergaulan. Bentuk konkret dari pembatasan ini tidak dijelaskan dalam Alkitab. Dalam hal ini gereja perlu menggunakan akal budi Kristiani untuk menentukan bentuk disiplin yang konkret. Yang penting adalah sikap gereja yang tegas terhadap dosa tetapi penuh kasih terhadap orang berdosa. Disiplin bisa diterapkan secara progresif sambil melihat perubahan hidup; mulai dari penonaktifan pelayanan, pelarangan mengikuti perjamuan kudus, sampai pelarangan untuk mengikuti ibadah bersama-sama (dilayani secara pribadi di rumah).

Walaupun akhirnya kita kehilangan orang yang bersangkutan, tetapi kita sudah melalui semua prosesnya dengan cara yang benar. Apabila dia adalah orang pilihan, suatu hari nanti Tuhan pasti akan sanggup menyelamatkan dia dan mengembalikannya ke dalam komunitas orang percaya.

Aplikasi

Disiplin gereja bukan untuk dilalaikan. Disiplin gereja tidak seharusnya dilakukan tanpa kasih dan prosedur yang benar. Kiranya semua pembaca artikel ini diberi ketundukan dan kerendahan hati untuk menerima bahwa disiplin adalah sesuatu yang penting dalam pertumbuahn rohani kita. Teguran dari saudara seiman adalah anugerah dari Tuhan. Ketika dosa ditegur dan firman Tuhan mengungkapkan kesalahan kita, apakah kita bersedia taat dan bertobat?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun