Mohon tunggu...
Stephen G. Walangare
Stephen G. Walangare Mohon Tunggu... -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Kunang-kunang kebenaran di langit malam.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kerusakan Total

14 Februari 2018   18:55 Diperbarui: 18 Agustus 2018   12:03 1552
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Istilah “Lima Pokok Calvinisme” masih menyisakan potensi masalah, yaitu pada istilah “Calvinisme”. Istilah ini terkesan memberikan penghormatan khusus pada Calvin, padahal Calvin sendiri berkali-kali menegaskan bahwa ia hanyalah mengajarkan apa yang diajarkan Alkitab. Mayoritas sarjana cenderung memilih istilah “Reformed” daripada “Calvinisme” dengan beberapa pertimbangan. Pertama, John Calvin sendiri sangat berhati-hati agar gerakan yang dimulai di Geneva tidak mengkultuskan dirinya. Ia seringkali menekankan otoritas Alkitab dalam membangun teologi. Kedua, tradisi Calvinis yang ada sekarang ini ternyata tidak identik dengan ajaran Calvin. Ia memang menjadi peletak dasar dan sistem teologi maupun kegerejaan, namun pemikiran Calvin telah dikembangkan begitu rupa oleh teman maupun pengikutnya sehingga membentuk apa yang sekarang disebut Teologi Reformed. Ketiga, teologi Calvinis tidak bermula dari John Calvin. Dalam tulisan Calvin terlihat bahwa ia sangat berhutang pada bapa-bapa gereja, terutama Agustinus. Ia sendiri mengklaim bahwa teologinya bukanlah sesuatu yang baru, tetapi hasil dari kembali pada sumber (ad fontes).

Sehubungan dengan istilah TULIP, pemakaian singkatan ini memang sedikit banyak dipengaruhi oleh pertimbangan praktis supaya mudah untuk diingat. Singkatan ini dipakai sesuai dengan nama bunga yang terkenal di Belanda. Akibat dari upaya ini, istilah-istilah dalam masing-masing poin seringkali tampak tidak terlalu tepat dan beberapa teolog Reformed telah mencoba menawarkan istilah lain yang lebih sesuai dengan isi penjelasan masing-masing poin. Walaupun dari segi istilah sebenarnya mengandung kekurangtepatan, tetapi hal itu tidak berarti bahwa konsep yang diajarkan hanya sekedar disesuaikan dengan nama bunga tulip. Konsep tersebut dirumuskan lebih sebagai respon terhadap ajaran Armenian daripada penyesuian nama bunga tulip.

Lebih jauh, masing-masing poin dalam TULIP sudah dirancang sedemikian rupa sehingga membentuk sebuah sistem pemikiran yang logis dan sistematis. Lima pokok tersebut bukanlah doktrin yang terisolasi dan independen satu dengan yang lainnya. Jika satu pokok terbukti benar, maka yang lain dengan sendirinya akan mengikuti sebagai bagian sistem yang logis dan tidak terelakkan. Begitu pula sebaliknya, jika satu pokok ternyata salah, maka yang lain juga akan gugur (Loraine Boettner, The Reformed Doctrine of Predestination, 59).

Total Depravity (Kerusakan Total)

Penjelasan paling tepat dan komprehensif tentang kerusakan total dapat ditemukan dalam Pengakuan Iman Westminster IX.3 “manusia, melalui kejatuhannya ke dalam suatu keadaan dosa, telah kehilangan seluruh kemampuan kehendak kepada kebaikan spiritual apapun yang menyertai keselamatan; sebagai manusia alamiah – yang menolak kebaikan dan mati di dalam dosa – tidak mampu mempertobatkan diri sendiri maupun menyiapkan diri untuk itu dengan kekuatan sendiri”. Berdasarkan definisi di atas, ada beberapa aspek dari kerusakan total yang perlu dijelaskan secara lebih seksama.

Kejatuhan manusia ke dalam dosa

Teologi Reformed sangat menekankan status dan natur keberdosaan semua manusia yang diperoleh dari Adam. Ini biasanya disebut sebagai dosa asal. Istilah “dosa asal” lebih tepat dipakai daripada “dosa warisan”, karena istilah yang terakhir ini menyiratkan kesan bahwa dosa manusia diperoleh melalui orang tua mereka. Kenyataannya, dosa ini lebih berkaitan dengan relasi setiap manusia dengan Adam. Ketika Adam mendapat perintah dari Tuhan untuk menguji ketaatannya (Kej. 2:15-17), ia bukan hanya berdiri sebagai pribadi, tetapi sebagai kepala perjanjian yang mewakili semua manusia. Apapun hasil ujian ini akan berdampak pada semua keturunan Adam.

Para teolog Reformed tradisional biasanya menyebut ini dengan sebutan “perjanjian kerja” (covenant of work). Penyebutan ini didasarkan pada beberapa elemen perjanjian kuno yang tersirat dalam perintah Allah di Kejadian 2:15-17. Istilah “perjanjian Adam” secara khusus muncul di Hosea 6:7 “Tetapi mereka itu telah melangkahi perjanjian di Adam, di sana mereka telah berkhianat terhadap Aku”. Teks yang dianggap sebagai dukungan utama dari doktrin ini adalah Roma 5:12-21. Dalam teks ini, Adam pertama dan Adam terakhir (Yesus) dikontraskan. Adam pertama berdosa sehingga akibat dari dosa itu diperhitungkan kepada semua keturunannya, sedangkan Yesus hidup-Nya benar secara sempurna sehingga kebenaran itu diperhitungkan kepada orang-orang yang percaya kepada-Nya (band. 1Kor. 15:22).

Berdasarkan doktrin di atas, semua manusia – bahkan bayi sekalipun – sudah berdosa (Mazmur 51:7 “dalam kesalahan aku diperanakan, dalam dosa aku dikandung ibuku”). Di tempat lain Paulus menyebut orang-orang di luar Kristus dengan sebutan “secara natur, kami adalah anak-anak kemurkaan” (Ef. 2:3b, ASV/KJV/NASB/RSV “we were by nature children of wrath”). Kecenderungan hati manusia pada kejahatan dimulai sejak kecil (Kej. 8:21).

Hal tersebut semakin diperkuat dengan fakta kematian para bayi yang secara aktual belum bisa melakukan dosa. Seandainya tidak ada dosa asal, bukankah bayi dalam kandungan seharusnya tidak bisa mengalami akibat dosa (yaitu kematian)? Fakta lain yang mendukung adalah universalitas dosa manusia. Alkitab memberikan pernyataan yang tegas dan melimpah tentang tidak adanya seorang pun di dunia ini yang tidak berdosa (1Raj. 8:46; Ay. 14:4; Mzm. 143:2; Ams. 20:9; Pkt. 7:20; Rm. 3:10-18). Seandainya ada satu manusia yang hidup dengan tidak tercemar dosa, maka paling tidak di dunia ini akan ada satu atau dua orang yang mampu bertahan dalam kekudusan. Kenyataannya, semua manusia berbuat dosa. Universalitas dosa seperti ini secara logis menuntut adanya satu sumber atau keterkaitan yang sama bagi semua manusia, yang dalam Teologi Reformed dikenal sebagai dosa asal.

Akibat dosa Adam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun