Mohon tunggu...
Stefi Rengkuan
Stefi Rengkuan Mohon Tunggu... Wiraswasta - Misteri kehidupan itu karena kekayaannya yang beragam tak berkesudahan

Lahir di Tataaran, desa di dekat Danau Tondano, Minahasa. Pernah jadi guru bantu di SD, lalu lanjut studi di STFSP, lalu bekerja di "Belakang Tanah" PP Aru, lalu di Palu, dan terakhir di Jakarta dan Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Film

Pengakuan Sang Komandan Pasukan Perang: Tatapan Mata Korban, Penyesalan dan Wujud Pertobatan Sejati

14 Desember 2022   20:22 Diperbarui: 16 Desember 2022   22:44 292
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: page FB Poets

Kisah makin seru dan menengangkan. Ben berhasil membalikkan keadaan. Lalu kemudian ada adegan yang membuat Covak kembali memenangkan pertarungan. Eksekusi akan dilakukan di lereng landai bukit yang memutih karena salju tipis. Mereka berjalan mendaki, si eksekutor di belakang memegang senjata dan si calon korban di depan.

Lalu dalam situasi genting, Ben kembali menjatuhkan si Covak, yang juga makin melemah secara fisik dan mental, karena si kolonel tua ini tak kunjung mau mengaku.

Dalam hening di tengah alam luas itu, di kemiringan bukit bersalju tipis itu di bentang awan putih dan langit biru tua di tengah hari, akhirnya kolonel mulai membuka pengakuannya.

***

"Oktober 1995 pasukan pertama NATO tiba di Manjaca. Saat kami tiba di sana sepi dan tercium bau menyengat bercampur kimia aneh dari gudang-gudang penyimpanan di kampung itu. Kami mendapati mayat bergelimpangan, seolah ada yang menatap dengan mata redup menahan derita dan ada yang memancarkan ketakutan."

"Kami mendapati pasukan Scorpions Serbia yg melakukakannya, dan karena itu kami segera menyerang dan menangkapi mereka yang sudah siap menyerah. Walau mereka menyerah tapi kami mengangap mereka bertanggungjawab atas semua kekejaman itu. Di tanah lapang kami deretkan para tentara dan milisi itu lalu mengeksekusi tembak mati mereka."

"Dalam pada itu untuk pertama kali saya mengalami dilema untuk mengeksekusi segera manusia. Saya jadi teringat rusa malang itu. Dan untuk sesaat saya sempat terbayang seperti dahulu pengalaman berburu bersama ayah."

Dan sejak itu Ben mengaku sangat menyesal, tak bisa memaafkan diri sendiri, tak bisa membayangkan diri saya di hadapan orang lain, tak bisa menatap mata anak satu-satunya, bahkan tak bisa lagi mampu melihat wajahnya sendiri dalam cermin.

***

Covak sangat terharu dan menangis, dan dengan mata nanar, bibir tegar pelan dia mengeluarkan suara berat dialek asalnya sendiri.

"Tadinya aku tak siap mati, sekarang aku siap. Bukankah kita layak menerima perbuatan kita. Kita sama hanya manusia bisasa, bebaskanlah saya dari penderitaan ini. Tariklah pelatuknya."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun