Pengacara tergugat tak bisa memakai sang Pastor sebagai saksi pendukungnya lagi. Dan memaksa menghadirkan dokter ahli yang membantu kehamilan ibu itu. Walau ditolak oleh pengacara penggugat karena dokter ahli tidak masuk dalam daftar saksi, namun hakim tetap menerima menghadirkan kesaksian dokter yang mengatur tindakan proses kehamilan ibu yang sudah tiga kali keguguran itu.
Dalam kesaksian dokter inilah menjadi lebih jelas posisi dan alasan sekolah terpaksa memecat ibu guru hamil itu. Pemecatan diambil bukan pertama karena pelanggaran profesi guru, bukan juga pada fakta kehamilan itu sendiri, tapi bagaimana kehamilan itu terjadi dengan segala resiko pilihan dan konsekuensi moralnya. Pilihan mengandung dengan cara di luar metode alamiah, yakni dengan cara pembuahan atau mempertemukan sel telur dan sel sperma di dalam tabung itulah yang menjadi alasan.
Pasalnya metode In Vitro Fertilization (IVF) itu atau dikenal umum proses bayi tabung ini memungkinkan beberapa embrio hidup, dan hanya satu embrio yang dipilih untuk dilanjutkan dalam proses kandungan sang ibu, dengan konsekuensi embrio lainnya tak dipilih alias mesti dibiarkan gugur dengan sendirinya di luar. Nah pengabaian atau pengguguran embrio ini merupakan pelanggaran moral yang berat oleh pihak Gereja yang mewajibkan semua lembaga di bawahnya menaati aturan tersebut.
Demikian mendasarnya prinsip ini misalnya terungkap dalam sebuah pernyataan gerejani bahwa tindakan menggugurkan kandungan oleh semua pihak pelaku dan yang terlibat dengan sadar dalam proses itu terkena ekskomunikasi atau hilangnya keanggotaan gerejani secara otomatis, tanpa mesti diketahui oleh pihak Gereja.
Karena itu mengetahui hal ini sang suami menjadi kurang berkenan dan meninggalkan ruang sidang, entah sedih dan merasa bersalah karena ada embrio lain yang terpaksa mesti digugurkan atau karena sudah melanggar ajaran moral gereja.
Itulah kiranya posisi orang Katolik umumnya seturut norma Gereja. Memang ini termasuk kasus yang khusus tapi prinsipnya adalah hormat pada kehidupan sejak ada pembuahan. Prinsip ini kiranya mempunyai konsekuensi atas ajaran tentang pencegahan kelahiran dengan alat KB yang dilawankan dengan KB alamiah (mengikuti masa subur tak subur wanita) yang dianjurkan. Tetapi semua dilarang khusus terkait alat KB yang sifatnya abortif (menggugurkan embrio yg sdh terjadi karena pertemuan sel telur dan sel sperma).
Namun itulah pilihan berat suara hati yang dibuat sang isteri yang sebenarnya sudah tak berharap akan bisa mengandung lagi dengan aman, karena sudah beberapa kali keguguran. Apalagi kemungkinan hidup dari embrio lainnya itu hanya 5% dibandingkan 50% bila hanya satu embrio saja yang dipertahankan hidup dalam kandungan. Dan pada saat-saat sidang di ruang pengadilan, kandungan itu sudah mendekati kelahirannya.
***
Sidang sudah selesai, dan tinggal menunggu pembacaan hasil rapat para juri.
"Bersyukurlah engkau akan bisa kembali sebagai guru dan ada banyak dukungan dari komunitas gereja dan para murid." Hibur sang pengacara saat menemui Ava yang sedang hening berdoa dalam gereja.
"Bukan soal menang kalah, tapi kami mencintai kehidupan kami sebagai orang beriman seperti ini, dan di sinilah kami akan membesarkan anak pertama kami. Bahkan ini bukan karena gedung gereja dan komunitas belaka, namun ini soal iman keyakinan bahwa Tuhan senantiasa hadir dan menyertai hidup kami." Demikian kata sang ibu penuh keyakinan dengan wajah yang mantap berseri.