Mohon tunggu...
Stefi Rengkuan
Stefi Rengkuan Mohon Tunggu... Wiraswasta - Misteri kehidupan itu karena kekayaannya yang beragam tak berkesudahan

Lahir di Tataaran, desa di dekat Danau Tondano, Minahasa. Pernah jadi guru bantu di SD, lalu lanjut studi di STFSP, lalu bekerja di "Belakang Tanah" PP Aru, lalu di Palu, dan terakhir di Jakarta dan Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Carlo B. Tewu dan Kisah Unik Heroisme Perang Tondano

16 Agustus 2019   12:34 Diperbarui: 31 Desember 2019   00:46 477
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dalam pendahuluan naskah ini tampak bahwa penulis sadar tentang beberapa penulis lain termasuk sejarawan kolonial yang sudah lebih dahulu meneliti dan menulis, namun ada beberapa koreksi dan tambahan yang menjadi sumbangan penulis berdasarkan referensi kepustakaan dan tuturan lisan dari sejumlah tokoh. 

Tentu saja masih akan ada tulisan-tulisan yang akan memberi evaluasi kritis dan pengembangan, dan semoga buku yang dipublikasikan kembali dengan semangat yang diperbaharui makin dikenal luas dan dimaknai secara dalam, apalagi pasca kisah ini secara resmi masuk dalam perbendaharaan kisah heroik perlawanan bangsa Indonesia melawan penindasan dan penjajahan.

Semoga publikasi ini menjadi bagian dari upaya untuk menggairahkan penelitian dan penulisan tentang sejarah Minahasa, dan upaya melindungi karya cipta dan penghargaan pada originalitas serta keterbukaan diri kaum Minahasa, khusus para intelektualnya, untuk terus memacu diri mengolah diri menjadi yang terbaik, menjadi yang terdepan, paling tidak menjadi yang terbaik untuk diri sendiri dan keluarga serta komunitas dan publik nasional dan bahkan global.#

Catatan kaki

0) Perang Permesta ini bisa disebut juga perang saudara, sebuah perang yang mengakibatkan hilangnya beberapa generasi anak muda, dan disinyalir menyebabkan kemunduran di segala bidang secara bertahap. Menurut Weliam H. Boseke, Permesta tidak boleh dibilang kalah. Fakta sesungguhnya adalah Permesta dibujuk untuk kembali ke pangkuan Ibu pertiwi dan permesta. Permesta tidak menyerah. Pasukan Permesta dibujuk untuk dialihkan menjadi TNI dalam penyelesain damai, kemudian Permesta menerima dan bersedia naik kapal kapal TNI menuju Jawa, baru dilucuti dalam perjalanan, dan kemudian tidak semua Permesta otomatis menjadi TNI, sebagian disebut kembali ke masyarakat. Sebagian yang tidak kembali ke Menado, mengadu nasib di Jawa dan sebagian mengadu nasib ke Jakarta dan menjadi kelompok yang disebut SARTANA (Sarinah Tanah Abang) yang jasanya dipakai pihak Ciputra yang dipercaya Bung Karno membangun Gedung Sarinah dan Pusat Perbelanjaan Tanah Abang.
Pembentukan Kerukunan Keluarga Kawanua sangat kental diwarnai oleh para tokoh Permesta ini juga, dan bukan kebetulan diawali juga oleh perkumpulan orang perantauan dari wilayah seputar Danau Tondano itu.

1) Di sebuah lokasi Pinabetengan  terdapat prasasti yang diyakini sebagai tempat pembagian wilayah (pinawetengan=tempat berbagi, arti kontemporer ini masih ada kemiripan dalam bahasa Han kuno! ), untuk ditempati masyarakat Minahasa awal. Dari tempat itulah, secara geo spasial, leluhur Minahasa membagi wilayah untuk warganya, yakni Tombulu (bocah-bocah kaki gunung), Tonsea (bocah-bocah yang turun gunung), Tontemboan (bocah-bocah yang berjalan ke perbukitan), dan Toulour (anak anak pasukan veteran).

2) Leluhur Minahasa itu tak lain adalah para keturunan penguasa Dinasti Han. Ada banyak bukti yang coba dipaparkan penulis untuk mendukung temuannya dari sisi linguistic. Ada banyak kesamaan dan kemiripan, atau kalau ada perubahan bentuk pun, masih bisa ditelusuri dalam bahasa Han (Tiongkok kuno). Misalnya nama-nama orang Minahasa yang kemudian menjadi fam (family name = famili naam) ternyata berasal dari nyanyian Karema, yang tak lain adalah syair pujian penuh hormat kepada Amang Kasuruan yang adalah Sang Kaisar sendiri, yakni Liu Bei. Buku tentang Fam Minahasa dan asal usulnya dari Dinasti Han ini akan segera terbit.
 

3) Idealitas hidup ini terungkap dalam kata penting yang menunjuk pada nilai dan identitas Minahasa, pernyataan sepakat untuk hidup bersatu dan berdamai (mahesaesaan, maesaan, dalam latinisasi Han: Ma huei xie yi jia an ). Ungkapan-ungkapan lain yg menunjukkan idealitas persatuan dan perdamaian, misalnya pa ka e sa an (ba kwai yi jia an = agar menjadi satu keluarga yang damai. Rahasia mengenali bahasa Minahasa dan Han adalah pada menyadari perbedaan penggunaan bahasa ideografis atau mono syllabel dan multi silabel. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun