Sejatinya buku ini dipublikasikan untuk membuka kembali lembaran-lembaran lama untuk dijadikan patokan dan arah baru penuh vitalitas dalam kesadaran dan pencerahan untuk berpikir dan bertindak dengan aksi-aksi nyata demi perubahan dan transformasi, dalam perspektif masa lalu antara masa depan, dalam dinamika dan harmoni antara nilai normatif dan realitas praktis, menuju cita-cita akhir kehidupan manusia dalam segala level kehidupannya.
Sejarah tentang waktu dan peristiwa di masa lampau, tapi bukan sekedar ingatan akan sejumlah pengetahuan dan sumber serta referensinya. Ilmu  sejarah bukan sekedar rekonstruksi atas sejumlah data dan lalu bebas tafsir. Dia bukan imaginasi subyektif di masa lampau dan masa depan, walau kreatuvitas berpikir sangat ditunjang oleh daya imaginasi.  Bukan sekedar deskripsi realitas, tapi sekaligus mengandung sebuah upaya hermeneutika dan sekaligus strategika demi sebuah transformasi masyarakat.
***
Buku ini memberi manfaat sejarah lokal bagi sejarah nasional, memakai ungkapan sejarawan nasional, JJ Rizal, "bukan saja menyumbangkan kajian sejarah lokal kita yang miskin, tetapi juga pengetahuan kita yang miskin ikhwal daerah-daerah dan masyarakat dengan sejarahnya di Indonesia." Â Karena kisah ini memaparkan juga keunikannya dalam lintasan sejarah perlawanan daerah-daerah di Nusantara. Misalnya lain dengan jalannya peperangan yang terjadi di tanah Mori, Sulawesi Timur, yang memiliki keunikan perjuangan habis-habisan, pantang menyerah, demi melaksanan perintah dan menjunjung martabat tinggi sang Raja, termasuk tindakan bunuh diri dan menghabisi warga daripada menyerah dan dikuasai musuh. (Edward L. Poelinggomang, Kerajaan Mori, Sejarah dari Sulawesi Tengah, Penerbit Komunitas Bambu, Jakarta, 2008.)
 Keunikan peperangan orang Minahasa adalah bukan pada struktur dan perintah penguasa tertinggi, melainkan ditentukan oleh sistem kepemimpinan primus inter pares (yang terkemuka di antara yang terkemuka) yang didukung oleh komunitas budaya yang menjunjung tinggi kesetaraan di antara sesama warganya.
Sikap ini didasarkan pada nilai individualitas dari si pemimpin dan bahkan warga biasa dalam tata nilai tak kenal menyerah demi menegakkan martabat pribadi yang sangat dijunjung tinggi oleh komunitas. Penentuan panglima perang (Teterusan) pun tidak ditentukan secara jabatan semasa, melainkan oleh kebutuhan fungsional dan situasional. Ukung Tewu sebagai Teterusan dalam perang terbesar tersebut kiranya tidak bertindak sendiri, melainkan dalam koordinasi dengan semua ukung atau kepala Walak dan Pakasaan yang terlibat.
Konsistensi dan dinamika memperjuangkan martabat diri sampai titik penghabisan diri sendiri, termasuk keluarga dan segala harta benda, tapi tidak merasa perlu dengan mengorbankan sesama lain yang masih bisa menyelamatkan diri untuk terus membangun kekuatan baru.
***
Pro kontra atau pelbagai versi perang Tondano yang selalu saja ada dan diciptakan, kiranya tetap menyiarkan sebuah hal yang pasti tentang siapakah manusia Minahasa, individualitas dan komunalitasnya. Dalam pergumulan pemikiran dan mashab apapun, termasuk dalam pendekatan dan ilmu sejarah dan ilmu humaniora umumnya, sesungguhnya tak jauh tentang memahami siapakah manusia itu.Â
Intelektual asal Tataaran Tondano, Audy Wuysang, menyebut tulisan Edy Mambu ini sebagai sebuah pendekatan yang keras, yang mempertegas tulisan "lunak" Bert Supit yang lebih dulu membuat koreksi kisah dan rekonstruksi khususnya terkait tokoh-tokoh utama. Ketegasan ini terasa bisa diterima karena disertai dengan referensi baru yang validitasnya kuat dan bisa diverifikasikan. Karena itu perlu sebuah keheningan batin dan kedinginan kepala untuk membahas sebuah kajian akademis tentang sejarah Minahasa ini, bukan dengan emosi yang mengaburkan nalar dan nurani. Sedingin dan sejernih danau Tondano yang penuh kenangan indah, seperti kata penyair lagu lama.Â
Penulisnya sendiri, biasa dipanggil singkat Edy Mambu, tak sempat lagi menyaksikan buku ini diterbitkan, karena dia sudah bersatu dengan Sang Awal dan Akhir. Dan sebagaimana harapannya bahwa kisah manusia heroik di tanah Minahasa ini makin dikenal luas oleh warga Minahasa, Indonesia bahkan dunia, patut disyukuri bahwa peristiwa ini telah diusahakan diterima untuk dihargai oleh Negara, dan sudah terwujud dengan dimasukkkannya kisah perang ini dalam diorama di Museum Keprajuritan TNI dan buku pelajaran Sejarah Nasional Indonesia. Semoga beliau sudah berbahagia di alam kehidupan abadi yang final dan ultim.