Mohon tunggu...
SRI UTAMI
SRI UTAMI Mohon Tunggu... Mahasiswa - -

Fakultas Hukum Universitas Islam Sultan Agung

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Tindak Pidana Kekerasan Seksual terhadap Perempuan dan Urgensi Pemerintah dalam Penangananya

12 April 2022   09:39 Diperbarui: 12 April 2022   09:50 214
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

TINDAK PIDANA KEKERASAN SEKSUAL TERHADAP PEREMPUAN DAN URGENSI PEMERINTAH DALAM PENANGANANYA

Bulan November setiap tahunya diperingati sebagai bulan penghapusan tindakan kekerasan. Tindakan kekerasan adalah suatu perilaku atau perbuatan manusia yang dilakukan secara sengaja dan sadar dengan tujuan untuk melukai atau menyakiti orang lain, baik secara fisik ataupun secara psikis. 

Hal ini termasuk kekerasan terhadap wanita yang akhir- akhir ini semakin marak terjadi, baik di lingkup rumah tangga maupun lingkup lingkungan sosial lainya. Wanita, acap kali mendapatkan kekerasan seksual dikarenakan sifat dan fisik alamiahnya dinilai sebagai makhluk yang lemah. 

Banyak hasil penelitian dan kejadian nyata dalam kehidupan sehari- hari, yang menunjukkan bagaimana lemahnya raga wanita ketika mengalami kekerasan, terutama anak perempuan sangat rentan menjadi korban kekerasan yang dilakukan oleh orang-orang disekitarnya, baik di lingkup pendidikan maupun lingkup publik. 

Selain itu, wanita dewasa juga tak luput menjadi korban baik di tempat bekerja, tempat umum, bahkan dirumahnya sendiri. Bukan hanya orang luar/asing saja yang dapat melakukan tindakan ini, banyak dijumpai kasus, pelaku kekerasan ini adalah keluarga sendiri. Komnas Perempuan mendapati data, sebanyak 35 orang perempuan menjadi korban kekerasan seksual setiap harinya.

Dalam skala internasional, PBB mencatat 1 dari 3 perempuan mengalami kekerasan seksual dalam hidup. Rentang 2016-2019 terdapat 55.273 kasus kekerasan yang dilaporkan, dimana 41 persen diantaranya adalah kekerasan seksual dan sisanya kasus perkosaan. Kebijakan perlindungan terhadap kekerasan perempuan merupakan hak asasi harus diperoleh. 

Sehubugan dengan hal itu, Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 menentukan bahwa setiap warga negara bersamaan kedudukannya dalam hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. 

Selain itu, pelanggaran diskriminasi juga diatur dalam Pasal 1 ayat (3) yang berbunyi: Setiap orang berhak atas perlindungan hak asasi manusia dan kebebasan dasar manusia tanpa deskriminasi. 

Indonesia sendiri telah meratifikasi Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination Against Women (CEDAW) atau Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Wanita ke dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Wanita.

Namun dalam pelaksanaanya, pemerintah seolah setengah hati dalam mewujudkan undang-undang ini. Pemerintah dianggap kurang tegas dan kurang serius dalam pengaplikasian peraturan ini. Meskipun demikian, sudah ada pasal lain yang mengatur kekerasan terhadap perempuan ini, yakni pengaturan hukum tindak pidana kekerasan terhadap wanita. 

Pasal -pasal ini merupakan salah satu perwujudan upaya pemerintah dalam penanganan kekerasan seksual terhadap wanita. Meskipun KUHP tidak mengatur secara rinci tentang istilah kekerasan ini, namun ada pasal-pasal dalam KUHP yang dapat menjadi senjata bagi korban kekerasan untuk menjerat para pelaku ke ranah hukum. Pasal-pasal tersebut yaitu: Pasal 285 sampai Pasal 296 Bab XIV KUHP tentang kejahatan terhadap kesusilaan.

Selain memberikan ketetapan hukum, pemerintah juga hendaknya lebih menggaungkan edukasi mengenai seks terhadap kaum lelaki. Edukasi ini dapat menciptakan pola pikir terbuka sehingga memberikan pemahaman bahwa wanita bukan hanya sekedar taraf pemuas nafsu saja. 

Wanita lebih tinggi dan mulia, serta lebih indah ketika dijadikan rumah untuk segala keluh kesah. Edukasi ini haruslah diberikan sedini mungkin agar pola pemikiran kaum lelaki dapat tertata sejak awal. Sehingga ketika ada pengaruh negatif tentang pola pemikiran seks ini tidak bisa masuk. 

Pemikiran lelaki yang cerdas juga dapat menjadikan ketenangan lebih dalam diri wanita. Terlebih lagi, lelaki yang cerdas tentu memiliki value yang lebih dibanding lelaki lain. Ketika laki-laki mampu menjaga dan menghargai wanita, maka dapat dipastikan ia tidak akan melakukan kekerasan terhadapnya. 

Pendidikan dini juga dapat memberikan kesadaran dini seseorang dalam mengontrol rasa nafsu seseorang. Dalam menjalankan edukasi ini, peran pemerintah sangat dibutuhkan diranah ruang pendidikan misalnya menciptakan kurikulum baru yang menganut hal ini. Pernanan selanjutnya adalah lingkup pendidikan orang tua dan lingkungan sekitar.

Adapun beberapa upaya yang dilakukan pemerintah yang sudah ada yakni, penanganan melalui regulasi peraturan perundang-undangan, sarana pengaduan layanan korban, koordinasi, monitoring, dan evaluasi, serta melakukan pencegahan, penguatan kelembagaan, sinkronisasi kebijakan kementrian dan lembaga hukumnya. 

Peraturan perundang-undangan berkedudukan sebagai aturan yuridis, yang apabila kemudian didapati pelanggaran dapat menjadi sumber pemberian sanksi. 

Penyediaan pengaduan layanan bagi korban dapat menjadi sarana atau wadah bagi mereka mendapati kekerasan seksual untuk memperjuangkan hak nya dan menjerat pelaku. Koordinasi, monitoring, dan evaluasi, menjadi tindakan penguat serta pengatur keamanan dalam menangani kasus  kekerasan seksual ini.

Selaras dengan hal itu, penegak hukum haruslah semakin tegas dalam menegakan hukum untuk memberi efek jera terhadap pelaku maupun memberi peringatan terhadap publik yang dapat menciptakan rasa takut ketika hendak melakukan hal ini, sehingga diharapkan mampu memutuskan mata rantai kekerasan seksual terhadap wanita. 

Sistem pencatatan dan pelaporan, pemberdayaan serta pengembangan model (desa RPLA), memberikan penanangan tindak kekerasan ini dimulai dari sistem pemerintahan yang paling bawah dan paling dekat dengan warganya. Hal ini memberikan perwujudan bahwa penanganan kasus ini sudah terperinci. Pemerintah juga seharusnya segera melakukan percepatan pengesahan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUUPKS) atau mengembalikan ke RUU lama yakni RUU TPKS.

Penetapan Undang-undang khusus untuk masalah ini digunakan sebagai sumber hukum tertulis, yang kedudukan dan hukumanya tidak dapat diganggu gugat. Dengan tidak segera disahkanya UU ini, penangan atau jeratan kepada pelaku sulit diadili. Pemerintah juga menyediakan layanan bagi korban seperti komnas perlindungan anak dan wanita, dan lain sebagainya. 

Hukuman yang ada pada Undang-undang jika ditegakan secara tegas dan jujur seharusnya dapat membuat pelaku jera, dan setimpal atas apa yang dilakukan. Pemerintah terus mengkoordinasi dan berevaluasi dengan lembaga-lembaga yang bersangkutan. Edukasi tentang seks juga terus disebarkan keseluruh generasi bangsa. 

Selain itu, pemerintah juga tetap mempertahankan budaya kultural dibawah norma kesopanan. Jadi peran pemerintah untuk wanita yang pertama adalah sebagai pengawas, dimana pemerintah mengontrol semua rekam kasus kekerasan seksual, dan juga menjadi titik pengaduan hukum. Yaitu, sebagai wadah pemberian jaminan akan kekerasan yang menimpanya. Baik jaminan penghilangan traumatis maupun jaminan hak hukumnya.

Untuk menangani kasus kekerasan ini pemerintah juga membentuk Komnas Perempuan yang bertujuan untuk mengembangkan kondisi yang kondusif bagi penghapusan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan dan penegakan hak-hak asasi manusia perempuan di Indonesia serta terus meningkatkan upaya pencegahan dan penanggulangan segal bentuk kekerasan terhadap perempuan dan perlindungan hak-hak asasi perempuan, termasuk juga kekerasan seksual pada wanita.

Penulis : Sri Utami (Mahasiswa Hukum Unissula) dan Ira Maerani,S.H.,M.H (Dosen Fakultas Hukum UNISSULA)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun