Mohon tunggu...
Sri Susanti UIN
Sri Susanti UIN Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya suka bernyanyi dan suka membaca buku

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Miskinnya Bacaan Dompu "Nggahi Rawi Pahu" yang Dirindukan

18 Oktober 2022   08:53 Diperbarui: 22 Oktober 2022   09:06 878
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lantas kalau Anda bertanya kepada saya perihal sejarah Dompu, maka saya dengan cepat menjawab tidk tahu? Karena tidak pernah di beri tahu. 

Dulu pernah ada pelajaran Muatan Lokal, tapi sebatas pada mempelajari aksara Mbojo. Itu pun gurunya juga tidak bisa. Hampir setiap Jam pelajaran, kami hanya disuruh mencatat isi buku sampai selesai jam pelajaran. 

Sungguh capek. Mata pelajaran itu sudah lama hilang ditelan zaman. Saya tidak tahu mengapa pemkab Dompu menghilangkan mata pelajaran itu.

Kemudian muncul lagi pertanyaan; mengapa, kok, tidak di ajarkan sejarah Dompu? Saya pun tidak tahu-menahu. Tapi kalau saya boleh berasumsi bahwa hal tersebut disebabkan karena para pengambil kebijakan juga tidak mengetahui sejarah Dompu dengan jelas.

Krisis identitas ini tidak akan kita temui di sebagian besar daerah. Misalnya, Pulau jawa itu besar. Ada banyak daerah punya data yang jelas tentang sejarah dan asal usulnya. 

Siswa-siswa di SD dengan bangga karena mengetahui sejarah berikut dengan pahlawan beserta cerita heroik dari daerahnya.Tidak usahlah saya sebut jogja. 

Nanti saya dicap Jogja-sentris. Tapi FYI, di jogja ada mata pelajaran kebudayaan jogja( Jawa). Within there, anak-anak bisa belajar aksara dan sejarah daerahnya.

Kembali ke miskinnya sumber bacaan tentang Dompu. Bahwa, krisis identitasbtersebut, pantauan saya, berbanding lurus dengan ketidak beranian orang-orang Dompu menulis sejarah tentang Dompu. 

Apa yang mau ditulis, wong, kita tidak tahu mana sejarah yang benar. Kalau pun ada satu atau dua orang, saya tidak yakin mereka akan benar-benar obyetif menulis itu.

Krisis identitas ini membuat sebagian orang juga menutup akalnya untuk bersikap obyektif dalam mempelajari dan mengulik sejarah dengan baik. 

Krisis identitas ini membuat sebagian orang juga saling lempar tanggung jawab terkait siapa yang lebih berhak menelusurinya. Maka tidak kunjung di temukan sejarah itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun