Lantas kalau Anda bertanya kepada saya perihal sejarah Dompu, maka saya dengan cepat menjawab tidk tahu? Karena tidak pernah di beri tahu.Â
Dulu pernah ada pelajaran Muatan Lokal, tapi sebatas pada mempelajari aksara Mbojo. Itu pun gurunya juga tidak bisa. Hampir setiap Jam pelajaran, kami hanya disuruh mencatat isi buku sampai selesai jam pelajaran.Â
Sungguh capek. Mata pelajaran itu sudah lama hilang ditelan zaman. Saya tidak tahu mengapa pemkab Dompu menghilangkan mata pelajaran itu.
Kemudian muncul lagi pertanyaan; mengapa, kok, tidak di ajarkan sejarah Dompu? Saya pun tidak tahu-menahu. Tapi kalau saya boleh berasumsi bahwa hal tersebut disebabkan karena para pengambil kebijakan juga tidak mengetahui sejarah Dompu dengan jelas.
Krisis identitas ini tidak akan kita temui di sebagian besar daerah. Misalnya, Pulau jawa itu besar. Ada banyak daerah punya data yang jelas tentang sejarah dan asal usulnya.Â
Siswa-siswa di SD dengan bangga karena mengetahui sejarah berikut dengan pahlawan beserta cerita heroik dari daerahnya.Tidak usahlah saya sebut jogja.Â
Nanti saya dicap Jogja-sentris. Tapi FYI, di jogja ada mata pelajaran kebudayaan jogja( Jawa). Within there, anak-anak bisa belajar aksara dan sejarah daerahnya.
Kembali ke miskinnya sumber bacaan tentang Dompu. Bahwa, krisis identitasbtersebut, pantauan saya, berbanding lurus dengan ketidak beranian orang-orang Dompu menulis sejarah tentang Dompu.Â
Apa yang mau ditulis, wong, kita tidak tahu mana sejarah yang benar. Kalau pun ada satu atau dua orang, saya tidak yakin mereka akan benar-benar obyetif menulis itu.
Krisis identitas ini membuat sebagian orang juga menutup akalnya untuk bersikap obyektif dalam mempelajari dan mengulik sejarah dengan baik.Â
Krisis identitas ini membuat sebagian orang juga saling lempar tanggung jawab terkait siapa yang lebih berhak menelusurinya. Maka tidak kunjung di temukan sejarah itu.