Mohon tunggu...
Sri Subekti Astadi
Sri Subekti Astadi Mohon Tunggu... Administrasi - ibu rumah tangga, senang nulis, baca, dan fiksi

ibu rumah tangga.yang suka baca , nulis dan fiksi facebook : Sri Subekti Astadi https://www.facebook.com/srisubektiwarsan google+ https://plus.google.com/u/0/+SriSubektiAstadi246/posts website http://srisubektiastadi.blogspot.co.id/ https://www.instagram.com/srisubektiastadi/

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Darah itu... (Kenangan Bersama Ibu 2)

27 Desember 2014   03:58 Diperbarui: 26 Desember 2015   17:32 122
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

menerima pinangan dari lelaki dengan 4 anak kecil tidaklah keputusan mudah,

ibu kami bersyukur engkau telah menerima kami dalam rengkuhanmu, dalam asuhanmu..

walau awal mula hadiranmu bimbangku terus mengusik,

dalam resah bocah yang selalu terhasut cerita tentang ibu tiri...

namun kami sangat butuh bimbinganmu ibu.....

walau itu bukan hal yang mudah bagimu

kenakalan kami semata hanya karena rindukan sosokmu ontuk meluruskan langkah kami,

ibu... celoteh ini inginkan perhatianmu

untuk ajari kami mengeja kata kehidupan yang tak selalu bisa terbaca ibu....

betapa telatennya engkau...meredakan manjaku yang sering tak terbendung saat aku mendapat haid pertama...

engkau yang sibuk ibu... mengajariku menjadi seorang wanita yang beranjak remaja...

petuahmu sangat bearti hingga kini dan engkau pula..

yang mengajariku pertama kali bagaimana wanita harus merawat tubuh dan kecantikannya..  

aku malu saat itu...dan juga malas...

bagaimana memakai bra pertama kali...terasa lucu saat itu..duuh....harus pakai...

engkau ajarkan kami menjalankan ibadah dan mengenal Tuhan  

tak segan kau jewer kami bila ..ada saja alasan untuk mengulur waktu sholat...

atau saat Ramandhan tiba, engkau bangunkan kami untuk makan sahur...

dengan mata masih terpejam ...duuh malasnya ..

tapi engkau tetap sabar menunggui dan mengajari kami...ibu. .....a

ku sungguh malu ibu...karena surat cintaku yang pertama engkau pula yang membaca...

dengan senyum simpulmu.....sudah membuat aku merasa kegeeran tentang surat itu.

dan......engkau yang membuat batasannya saat itu...

ibu.....padamu tempat aku mendiskusikan segala hal dalam fase hidupku...

hingga aku lupa bila sesungguhnya engkau bukan ibu kandungku...

dan aku tetap saja egois...bila engkau bagi perhatianmu pada putra-putri kandungmu...

maafkan aku ibu.....betapa sulitnya posisimu saat itu..

terima kasih ibu...bila akhirnya engkau lebihkan waktu untuk kami

karena ini sudah jalan hidup yang mesti kita lakoni...

pedih hatiku ...saat terpaksa melihat ibu terbaring di rumah sakit...

cucuran air mataku tak tertahan melihat engkau yang begitu kuat dan sehat

harus lemah tak berdaya jalani operasi cecar untuk melahirkan adik

yang tlah tiada di rahim dan itu sangat menggetirkan hidupmu..

tapi setelahnya engkau tetap kuat dan tegar mengiring langkah dan celoteh kami..

hingga usai kami melewati masa remaja ..

engkau tetaplah ibu terbaik bagi kami.

ibu... betapa paniknya aku saat mendengar kabar engkau harus dirawat di ICU

karena 3 hari sebelumnya engkau masih sehat bugar hanya sedikit pucat wajahmu..

aku ingat saat itu Ramandhan sudah memasuki hari ketujuh.. 

tubuhmu lemah tak berdaya dengan selang-selang merasuk di tubuhmu

54 botol transfusi darah tak juga meredakan pendarahan itu...pedih, sakit ibu..

12 hari setelah itu....kami pun harus merelakanmu...

menghadap pada Sang Pecipta Kehidupan ....

ini takdir ibu.. kembalilah ke surga...berkumpullah dengan ibu kami yang terdahulu..

disanalah semua akan abadi ibu...

hanya doa-doa ...yang bisa kami panjatkan untuk dua ibuku..

kumpulkan mereka dalam Surga-Mu

dan saatnya nanti kami juga akan bersamamu kembali...

dalam keabadian kehidupan sesudah ini..

 

 

 

Kudus 26 Desember 2014 ; 19:52

'salam fiksi'

Dinda Pertiwi

 

sumber gambar

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun