Namun, tak ada perusahaan yang mempekerjakan aku. Entah mengapa, padahal nilai ijazahku bagus. Jurusan di SMA pun fisika, aku bisa komputer. Â
 Setiap kali aku mudik selalu menangis diperlukan Ibu.Â
"Bu, gak kuat jadi babu di rumah orang, pekerjaan bagus pun tak didapatkan. Aku ingin pulang." Hanya itu yang sering aku utarakan pada Ibu.Â
Ibu pun tak bosan mendoakan, "Sabar, nanti dapat pekerjaan bagus."
Usiaku semakin bertambah, cobaan hidup di kota pun sudah aku lalui. Ibu juga yang selalu memeluk dan membesarkan hati.Â
Ketika aku dituduh mencuri, tanpa pembelaan, aku meninggalkan kota besar itu dan menangis di pelukan Ibu.Â
"Tidak apa-apa, orang kecil selalu disangka mencuri, suatu saat kamu akan jembar rezeki, tak kurang sedikit pun," doa Ibu.Â
Ketika gagal menikah pun, Ibu yang pertama memeluk dan mendoakan terbaik, "Tidak apa-apa, nanti juga ada laki-laki baik, saleh yang menjadi jodohmu."
Ibu selalu mengatakan tidak apa-apa. Bukan kepasrahan, tetapi mengajarkan bersyukur. Aku pun menjadi anak gadis yang berjiwa besar, berjuang dalam segala hal. Hingga satu persatu yang Ibu doakan terkabul.
Aku mendapat pekerjaan bagus di SMA hingga dapat membantu ekonomi keluarga. Aku pun mendapat jodoh yang baik, saleh, taat ibadah.Â
Ujian rumah tangga pun datang silih berganti. Tidak berniat mengadu pada Ibu, cukup aku yang menyelesaikan. Namun, Ibu selalu tahu derita anaknya dari mataku.Â