Anak saya pernah cerita bahwa ada temannya di kelas membawa rokok dengan bau segar. Bentuknya yang mirip pena, menyerupai USB flash drive atau flashdisk.
Dari satu orang itu teman-temannya mencoba mengisap.
"Jane aku juga ingin mencoba, tapi gak ko, Mah," ujar anak saya.
"Tidak ketahuan gurunya?" tanya saya penasaran.
"Ternyata guru BP lihat dari tadi di jendela, semua dipanggil ke BP, kecuali aku dan Fauzi," ujarnya lagi.
Sepertinya saya harus percaya kepada anak bujang, waktu itu ceritanya masih kelas 7, peralihan dari kelas 6 madrasah ibtidaiyah. Dia mungkin masih ada rasa takut.
Namun, walaupun demikian saya waspada, tetap memberi arahan dan pengertian bahaya merokok apalagi vaping bagi remaja.
Rokok dengan bau buah di kalangan remaja tidak asing lagi, ini yang dinamakan rokok elektrik. Mereka tidak perlu membawa korek gas, apalagi korek api. Korek api biar dibawa emaknya untuk bakar sampah.
Remaja merokok, sudah hal yang lumrah, mereka pada mulanya hanya coba-coba. Katanya jika tidak merokok tidak laki, kurang gagah. Menurut saya itu hanya pembelaan karena menyukai rokok.
Di laman psychology today, menurut US Surgeon, General's Report 2016, penggunaan e-rokok oleh siswa sekolah menengah telah meningkat sebesar 900 persen.
Apa itu Vaping?
Rokok elektrik dan perangkat vaping lebih populer daripada rokok tembakau di kalangan remaja. Vape ini mulai dipatenkan pada tahun 1960-an, tetapi hingga tahun 2000-an rokok ini tidak banyak diminati.Â
Sejak populer, produksi  e-rokok telah melampaui rokok tembakau dan parahnya produk ini umum digunakan oleh remaja.
Vaping pada awalnya dimaksudkan untuk menjadi sarana pengurangan dampak buruk dari rokok tembakau konvensional.
Tujuannya adalah untuk menciptakan cara yang lebih aman untuk menghirup nikotin, tanpa pembakaran seperti rokok tembakau yang menghasilkan karsinogen berbahaya.
Remaja percaya bahwa vaping lebih aman daripada merokok tembakau. Apakah itu benar?
Baca juga: Mengatasi Kecemasan pada Remaja
 Risiko vaping bagi kesehatan remaja
Berbicara risiko vaping, sama saja kita membahas dampak buruk dari rokok. Namun, sebagian orang percaya bahwa pemakaian vaping sebagai pengganti rokok tembakau adalah manjur.
Namun, itu bukan cara yang tepat untuk berhenti dari rokok, apalagi digunakan oleh remaja. Hal ini karena vape masih mengandung nikotin yang dapat menghambat pertumbuhan otak remaja.
Risiko lain dari valping bagi kesehatan remaja adalah:
1. Masalah mulut
Menurut penelitian yang diterbitkan dalam jurnal Clinical Pediatrics, vaping dapat menyebabkan iritasi mulut dan tenggorokan termasuk mulut kering. Selain itu, uap yang dihirup oleh perangkat elektronik dapat mengobarkan sel-sel mulut, menciptakan potensi penyakit gusi.
2. Kecanduan
Vaping, sama halnya dengan merokok, tetapi dalam bentuk batreai. Perokok tembakau saja bisa kecanduan padahal tahu sangat berbahaya.
Sebuah studi dari University of Southern California, mengikuti dua kelompok yang terdiri dari 300 siswa sekolah menengah pertama dan atas. Satu kelompok merokok e-rokok dan yang lainnya tidak.
Selama 16 bulan, satu kelompok menggunakan vape mulai beralih menggunakan rokok tembakau. 10% remaja tidak merokok. Ini menunjukkan vape menyebabkan remaja kecanduan.
3. Jadi bahan percobaan
Rokok elektrik atau vaping juga menjadi alat percobaan remaja untuk mengonsumsi ganja, minyak hashish.
Baca juga: Anak Takut Suara Keras? Berikut Alasan dan Mengatasinya!
Dalam penelitian, sekitar 3.800 siswa sekolah menengah ditanya tentang penggunaan narkoba dan rokok elektrik mereka dan temuan mengungkapkan bahwa remaja menggunakan rokok elektrik untuk menguapkan ganja dengan laju 27 kali lebih tinggi daripada tingkat orang dewasa!
4. Kerusakan paru-paru.Â
Vaping berbahaya bagi saluran udara. Sebuah studi dari Universitas Harvard menemukan adanya bahan kimia berbahaya yang merusak paru-paru (yaitu, diacetyl, 2, 3-pentanedione, dan acetoin dalam sampel 51 produk) dalam rokok elektronik dan perangkat vaping lainnya.
Apa yang harus dilakukan orang tua jika anak mulai menggunakan vaping?
Motif remaja menggunakan vaping berbeda, mereka bisa karena lingkungan sosial yang hanya mencoba. Bisa juga untuk menenangkan kecemasan, melarikan diri dari masalah, gengsi atau ada alasan lain.
Kita harus berbicara baik-baik tanpa menghakimi mereka, penting bagi kita mengetahui motifnya. Setelah tahu bisa menemukan cara yang lebih adaptif untuk memenuhi kebutuhan remaja.
Selain itu, kita juga harus memperhatikan waktu yang tepat untuk berbicara dengan remaja. Biasanya mereka tidak mau mendengarkan omongan orang tua. Mereka akan lebih percaya kepada temannya.
Biasanya saya akan lebih banyak bicara ketika melintas kota, ada segerombolan remaja yang ngamen. Mereka tampak kusut dengan asap dari mulutnya.
Mari bantu remaja kita menemukan kebutuhannya tanpa harus merokok.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H