Mohon tunggu...
Sri Patmi
Sri Patmi Mohon Tunggu... Penulis - Bagian Dari Sebuah Kehidupan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Menulis adalah Bagian dari Self Therapy www.sripatmi.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen Sri Patmi: Cintaku Cinta Monyet

7 Desember 2020   16:52 Diperbarui: 7 Desember 2020   16:55 189
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 "Jika kamu bersedia, temui aku di taman kota malam ini. Kutunggu kehadiranmu".

Perasaanku makin tak menentu, senang, gembira, sedih, takut dan gelisah. Semuanya menjadi satu paket. Dengan balutan busana casual, kupenuhi undangan pria pengagumku itu. Awalnya aku bingung, bagaimana aku bisa menemukannya, sedangkan aku tak pernah bertemu dengannya. Jangankan untuk bertemu, selama ini yang kudapatkan hanya bunga, surat dan cokelatnya saja.

Lagi lagi, disalah satu bangku disekitar taman, kulihat setangkai bunga mawar. Bunga itu seakan melambaikan tangannya dan berkata "genggamlah aku!". Kugenggam bunga itu. Kemudian aku berjalan, kulihat setangkai bunga yang lain. Begitu seterusnya, hingga bunga mawar itu menuntunku untuk menemuinya.

 Nampak seorang pria mengenakan kemeja berwarna putih, berbadan kekar dan tegap. Aku ragu, apakah ia pria yang kumaksud? Perlahan, kuhampiri pria itu.

 "Hai ... apakah kamu mengetahui siapa orang yang meletakkan bunga -- bunga ini disini?"

 "Ternyata bunga mawar itu jauh lebih cantik jika ada dalam genggaman wanita secantik kamu. Saat bunga itu hanya kuletakkan disuatu tempat tanpa ada yang memiliki, bunga itu nampak layu dan tiada arti. Kini, bunga itu seakan hidup dengan ketulusan hati kamu. Kamu belum mengenalku, namun kamu memenuhi undanganku untuk hadir ditempat ini".

 "Hmm ... Iya, terima kasih atas pujiannya. Memang, aku belum mengenal kamu, tapi aku yakin, kamu orang yang baik. Mohon maaf, kamu tahu etika komunikasi yang baik, ketika kita berbicara, bukankah ada baiknya saling memandang satu sama lain?".

 Perlahan, ia berbalik arah. Seketika, aku kaget dan tercengang.

 "Arie? Kamu?"

 "Iya, ini aku Arie".

 "Kok? ini benar kamu, Ri?".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun