"Jika kamu bersedia, temui aku di taman kota malam ini. Kutunggu kehadiranmu".
Perasaanku makin tak menentu, senang, gembira, sedih, takut dan gelisah. Semuanya menjadi satu paket. Dengan balutan busana casual, kupenuhi undangan pria pengagumku itu. Awalnya aku bingung, bagaimana aku bisa menemukannya, sedangkan aku tak pernah bertemu dengannya. Jangankan untuk bertemu, selama ini yang kudapatkan hanya bunga, surat dan cokelatnya saja.
Lagi lagi, disalah satu bangku disekitar taman, kulihat setangkai bunga mawar. Bunga itu seakan melambaikan tangannya dan berkata "genggamlah aku!". Kugenggam bunga itu. Kemudian aku berjalan, kulihat setangkai bunga yang lain. Begitu seterusnya, hingga bunga mawar itu menuntunku untuk menemuinya.
 Nampak seorang pria mengenakan kemeja berwarna putih, berbadan kekar dan tegap. Aku ragu, apakah ia pria yang kumaksud? Perlahan, kuhampiri pria itu.
 "Hai ... apakah kamu mengetahui siapa orang yang meletakkan bunga -- bunga ini disini?"
 "Ternyata bunga mawar itu jauh lebih cantik jika ada dalam genggaman wanita secantik kamu. Saat bunga itu hanya kuletakkan disuatu tempat tanpa ada yang memiliki, bunga itu nampak layu dan tiada arti. Kini, bunga itu seakan hidup dengan ketulusan hati kamu. Kamu belum mengenalku, namun kamu memenuhi undanganku untuk hadir ditempat ini".
 "Hmm ... Iya, terima kasih atas pujiannya. Memang, aku belum mengenal kamu, tapi aku yakin, kamu orang yang baik. Mohon maaf, kamu tahu etika komunikasi yang baik, ketika kita berbicara, bukankah ada baiknya saling memandang satu sama lain?".
 Perlahan, ia berbalik arah. Seketika, aku kaget dan tercengang.
 "Arie? Kamu?"
 "Iya, ini aku Arie".
 "Kok? ini benar kamu, Ri?".