Malam itu juga aku kembali, kenangan masih lekat di pikiranku ketika pertama kali aku melihatnya menggigil, mimisan, dan hal-hal aneh lain yang kutemui. Ternyata benar Elang seorang pemakai, perkiraanku sungguh tak meleset. Rasa sesal yang mendalam seperti ingin berontak kepadaku, sementara angin di luar begitu dingin menampar-nampar wajahku yang sayu. Ucapan seorang gadis di rumah sakit kembali terngiang di kepalaku.
“Padahal jam sembilan malem baru saja pulang dari pameran foto bersama saya. Saya tak menyangka itu bisa terjadi, kejadiannya jam satu dini hari.”
***
Tiga tahun berlalu sebuah kenangan terus menggaram di hatiku, sebuah keajaiban aku dapat mengenal Elang, mata elangnya yang tajam, kulitnya yang bersih, tawanya yang manis, bibirnya yang merah, gayanya yang supel dan menyenangkan. Sebuah kesalahan menyia-nyiakannya dalam kesepian yang tak berujung. Ada buliran air yang kembali menetes dari sudut mataku, membasahi map ujian yang kubawa. Sekuntum flamboyan jatuh di atasnya, kulirik lagi daun-daun kering jatuh beterbangan ke atas tanah, dan jelas bukan salah angin jika akhirnya daun-daun itu berguguran...
19 maret 2013
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H