Mohon tunggu...
Sri Mulyani (Agil Senja)
Sri Mulyani (Agil Senja) Mohon Tunggu... Guru - Guru

Saya adalah seorang pengembara kata. Berjalan pada sebuah perkiraan, namun sering gagal menerka pertanda. Saya mungkin satu dari jutaan orang di dunia yang mencintai sastra. Apakah kita bisa saling berbagi titik atau koma?

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Elang

23 Januari 2023   16:00 Diperbarui: 23 Januari 2023   16:00 278
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Ia bu, maaf saya dan teman-teman juga kaget. Yang saya dengar menurut cerita teman yang kali terakhir bersamanya semalam dia balapan sehabis makek, terus dia kecelakaan.”

“Makek? Maksudmu, makek apa???!!”

“Maaf bu, Elang memang mengkonsumsi narkoba, saya dan teman-teman juga baru tahu belakangan.”

Tanpa pikir panjang, pagi itu juga aku berangkat bersama Fendy, sahabatnya ke Surabaya. Gerimis menemani perjalanan kami menjadikan suasana makin menyesakkan. Beribu tanya tersimpan di benakku, sejuta emosi berlomba merajai pikirku meminta untuk kuluapkan.  Jam setengah tujuh malam aku dan Fendy sampai di rumah sakit, dengan langkah gontai aku menyusuri koridor-koridor rumah sakit. Berbagai perasaan bercampur di jiwaku, gelisah, takut, marah, khawatir membuncah jadi satu.

Kamar 919

Aku melangkah masuk, ada isak tangis yang tak tertangguhkan. Seorang anak terbujur kaku dengan wajah pucat pasi seperti awan di langit seusai hujan. Aku terus melangkah mendekat meski tanpa kusadari airmata telah menggenang di kedua pelupuk mataku. Aku mengumpat tak tentu arah menatap wajah biru di depanku. Elang, anak ibu yang malang. Kenapa kamu pergi tanpa pamit sama ibu, bahkan sedetik saja kau tak mau menunggu sampai ibu datang. Tiba-tiba seorang gadis cantik merangkul pundakku.

“Semalam Elang mabuk, menurut pemeriksaan dokter dia abis makek juga. Padahal jam sembilan malem baru saja pulang dari pameran foto bersama saya. Saya tak menyangka itu bisa terjadi, kejadiannya jam satu dini hari.”

Aku menatap sebentar gadis itu, cantik, lembut, dan amat menarik, pasti itu pacar Elang.

“Elang cerita banyak tentang Ibu. Ia menunjukkan foto Ibu dan teman-temannya juga semasa di desa. Ketika Ibu berjalan menuju kemari tadi, saya bisa mengenali Ibu.”

Aku menoleh dan menepuk pundak gadis itu, yang terus menerus mengambil tisu dari dalam tasnya. Di sudut kamar aku melihat kedua orang tersedu-sedu, yang aku yakini itu pasti orang tuanya. Wajah penyesalan dan kecewa tampak jelas dari keduanya, bahkan ibunya berkali-kali pingsan.

Aku tak akan menunggu lebih lama lagi untuk hal yang ku benci, bagiku Elang tetap hidup jadi kiranya aku tak perlu ada di prosesi pemakamannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun