Mohon tunggu...
Sri Mulyani (Agil Senja)
Sri Mulyani (Agil Senja) Mohon Tunggu... Guru - Guru

Saya adalah seorang pengembara kata. Berjalan pada sebuah perkiraan, namun sering gagal menerka pertanda. Saya mungkin satu dari jutaan orang di dunia yang mencintai sastra. Apakah kita bisa saling berbagi titik atau koma?

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Elang

23 Januari 2023   16:00 Diperbarui: 23 Januari 2023   16:00 278
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

“Sore bu... maaf, saya mengganggu ya?”

“Elang,, kamu kenapa? Masuk dulu...”

Setelah meneguk teh hangat ia mulai bercerita kepadaku,

“Saya baru saja bertengkar dengan ayah bu, saya bisa habis jika terus di rumah. Kenyang dengan cacian, dan lebam oleh kemurkaannya. Tadi saya ke rumah teman-teman tapi mereka sedang tidak di rumah karena memang ada jadwal balapan hari ini.”

“Apakah alasan balapan itu pula yang menjadi alasan pertengkaranmu dengan ayahmu?”

“Salah satunya bu. Apakah saya mengganggu Bu?”

“Nggak apa-apa Lang, ibu seneng kalau ibu bisa bantu kamu, tapi tidak seharusnya kamu melawan ayahmu.”

“Elang kesel bu, apapun yang saya mau tak pernah di dengar. Saya hanya ingin bisa terus balapan, itu berarti saya harus balik lagi ke Surabaya, dan selebihnya apapun kemauan mereka termasuk untuk sekolah yang bener akan saya turuti.”

“Tapi... bukankah balapan itu berbahaya, mungkin orang tuamu sangat mengkhawatirkanmu makanya mereka melarangmu balapan.”

“Kalau mereka peduli sama Elang, mereka tak akan meninggalkan Elang sendirian, mereka akan menjaga Elang, mereka akan ada ketika Elang sakit atau setidaknya menemani Elang makan. Elang tak berharap bisa berlibur bersama, bercerita atau nonton film bersama karena itu mustahil, tapi Elang hanya minta hargai hobbi Elang. Itu saja tak lebih.”

Selesai berbicara Elang lantas pergi, bahkan tidak sempat ia mengucapkan salam. Ia memacu motornya dengan amat kencangnya, dan aku hanya bisa terpaku di tempatku duduk tanpa sepatah katapun. Aku dapat merasakan betapa ia membutuhkan perhatian dan kasih sayang dari kedua orang tuanya. Aku tahu betapa kesepiannya ia sejak kecil ditinggal orang tuanya bekerja di tempat yang jauh dan hanya di kunjungi beberapa kali pertemuan dalam setahun. Ia mendatangiku, berharap menemukan seseorang yang dapat memahaminya, namun aku hanya menyeramahinya dan tidak memberikannya kesempatan meluapkan isi hati dan pikirannya. Sungguh anak yang malang. Sesungguhnya materi memang bukan satu-satunya yang di perlukan oleh seorang anak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun