Hujan Bulan Nopember
Malam masih begitu dini memunculkan kemilau bintang di angkasa, aku mempercepat langkah sebelum gelap mulai rindang di pelataran.
18.30 WIB..
Aku berhenti sejenak ketika melewati rumah itu, hening seperti rumah kosong yang tak berpenghuni. Ya, dirumah paling mewah dikampungku itu ia tinggal. Rumah paling gede diantara rumah-rumah lainnya, rumah dengan pagar tinggi, taman sangat luas dan entah bagaimana aku bisa mendeskripsikannya, yang aku tahu rumah itu memang lebih dari sekedar indah. Aku berhenti beberapa saat, dan tiba-tiba aku mendengar suara seseorang membuka pintu pagar...
Krrrkkk... astaga ternyata yang keluar adalah Bagas, aku gelagapan ketika Bagas melihatku dan bodohnya aku belum sempat pergi dari tempatku berdiri ketika ia mulai membuka pagar.
“Hay Gas... tumben di rumah, kapan pulang??”
Dan masih sama seperti bertahun lalu, hanya senyum kecut sebagai balasan. Sebelum hatiku semakin sesak aku bergegas untuk melangkah pergi. Dan tiba-tiba ia berkata sekenanya padaku.
“Darimana?”
Ibarat tersengat petir jantungku berdetak tak beraturan.
Ehmmm, (abis nganter kue ke rumah bu Ndari Gas..) itu yang ingin kukatakan, tetapi entah mengapa tidak ada sepatah kata pun yang keluar dari mulutku.