Mohon tunggu...
SRI HARTONO
SRI HARTONO Mohon Tunggu... Supir - Mantan tukang ojol, kini buka warung bubur ayam

Yang penting usaha

Selanjutnya

Tutup

Foodie Pilihan

Mengapa Rasa Masakan Uji Coba Beda dengan Aslinya?

1 November 2023   06:00 Diperbarui: 1 November 2023   07:18 234
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Bubur Ayam Iwak Rowo - dokpri

Pernahkan Anda melakukan uji coba masak lalu rasanya beda dengan yang yang Anda tiru? Padahal resep, bumbu, proses dan bahannya sama. 

Saya yakin kejadian ini sering dialami. 

Sekarang banyak demo masak yang bertebaran di dunia maya. Sepertinya mudah dan enak melihat sang juruk masak meracik bumbu dan bahan serta mengolahnya menjadi sebuah masakan. Begitu menariknya membuat orang orang berbondong bondong ingin mencoba. 

Bagaimana hasilnya? 

Mungkin banyak yang sukses meniru tetapi tidak sedikit yang merasa gagal karena hasil masaknya tidak enak. Orang orang menjadi penasaran. Apakah sebabnya? 

Pengalaman saya ini barangkali bisa menjawab pertanyaan tersebut. 

Bubur ayam jualan saya sering dibilang enak dan unik. Walaupun tanpa santan dan memakai kaldu jamur sebagai penyedap, rasa gurihnya terasa sekali. 

Dibilang unik karena ada toping iwak rowo (ikan rawa), jembak (selada air) , ayam kare dan ayam goreng fillet, bukan ayam goreng suwir. Belum pernah ada sajian bubur ayam model seperti ini. 

Karena enak dan unik, para pelanggan merasakan sensasi berbeda ketika menikmatinya. Banyak diantara mereka merasa penasaran dan bertanya apa resepnya. 

Saya orangnya terbuka. Dengan senang hati mereka saya beritahu dan bahkan menawarkan untuk mengajari. 

Saya memang berencana membuat video tutorial Bubur Ayam Iwak Rowo. Biar banyak orang tahu bagaimana resep, bumbu, bahan dan cara mengolahnya. Siapa saja boleh meniru dan memodifikasi. Asalkan jangan berjualan di Salatiga.

Namun karena kendala alat, hingga saat ini rencana itu belum terwujud. Padahal apa dan bagaimananya sudah ada di kepala saya. 

Salah seorang pelanggan, sebut saja Bu Ani, merasa tertarik dan mau mencoba ramuan saya. Beliau dan suami punya usaha jualan susu segar, tinggalnya di kota sebelah. Kami bersepakat saling berbagi ilmu. Saya akan mengunjungi rumah beliau. 

Sebelum berangkat saya sudah memberi informasi bahan bahan yang perlu disiapkan. Tujuannya agar beliau langsung paham dan praktek memasak waktunya menjadi lebih singkat. Asal tahu saja memasak bubur ayam memakan waktu hampir dua jam. 

Sesampai di kota sebelah semua bahan sudah disiapkan. Saya lalu menuntun langkah 'murid' saya untuk memulai memasak.

Ternyata ada beberapa hal yang saya rasakan berbeda saat mengajari beliau. Saya berpikir mungkin inilah yang membuat mengapa hasil praktek masakan beda dengan yang biasanya saya lakukan. 

Berikut perbedaanya. 

1. Beda alat beda proses. 

Di warung, saya memakai wajan, panci model biasa yang dijual dipasar. Kompor yang saya pakai adalah kompor bertekan tinggi. Saya menyebutnya kompor wooss karena jika apinya besar akan mengeluarkan suata wooss. 

Di rumah Bu Ani peralatan yang dipakai kelas mahal. Semuanya serba teflon tebal. Kompornya juga model baru, lain dengan yang saya punya. 

Tak disangka justru alat mahal itu sedikit menyulitkan kami. Proses memasak menjadi lebih lama dan hasilnya cukup beda. 

Saya memakai wajan cekung, sehingga bisa menggunakan minyak sedikit untuk memasak ayam hingga kering. Sedangkan ibu Ani wajannya ceper. Wajan itu diberi minyak sedikit, ayamnya gosong. Jika ditambahi minyak lagi, ayam goreng menjadi tidak menarik karena mengkilat berminyak. 

Jenis kompor juga berpengaruh. Kompos woss membuat masakan panas maksimal dalam waktu cepat. Beberapa bahan akan berasa lebih enak jika diolah dengan suhu tinggi  seperti bawang putih dan kecap ikan. 

Kompor Bu Ani jenis kompor bertekanan rendah. Kami harus menyesuaikan pemakaian bumbu dan bahan agar hasilnya tetap enak. 

2. Beda alat beda jumlah takarannya. 

Ketika memasak saya memakai sendok makan dan sendok teh untuk menakar jumlah garam, gula, kaldu jamur dll. Sendok makan digunakan untuk menakar bubuk ketumbar dan merica. Sedangkan untuk gula pasir, kaldu jamur dan garam saya memakai sendok teh kecil. 

Di tempat Bu Ani, alat takarannya berupa sendok melamin yang ukurannya lebih kecil dari sendok teh. Kami harus berberapa kali menambahkan bumbu masak agar rasanya bisa pas. 

3. Beda bahan beda rasa.

Jahe gajah beda dengan jahe emprit. Jahe gajah berukuran besar, rasanya tidak terlalu pedas sedangkan jahe emprit ukurannya kecil namun lebih pedas. 

Bawang putih jenis kating lebih besar, mulus dan mudah dikupas. Lain dengan bawang putih jenis sinchang. Bawang impor itu ukurannya kecil, kulitnya tidak mudah dikupas namun rasanya lebih enak. 

Hal ini menunjukkan beda bahan, walaupun sejenis, akan berpengaruh kepada rasa masakan. 

Belum lagi jika memakai ketumbar dan merica yang berbeda. Ada yang tinggal beli dan pakai berupa bubuk. Wujud lainnya berupa bijian yang utuh kemudian ditumbuk lalu diolah sendiri. 

Rempah bubuk yang sudah jadi bisa saja bukan produk asli. Karena ingin menambah keuntungan, dipakailah bahan campuran yang lebih murah. Kalau mau yang asli ya bikin sendiri.  

Bahan asli dan campuran tentu beda kualitasnya. Akibatnya walaupun takarannya sama, rasanya akan berbeda. 

4. Beda merek beda hasil. 

Saya memakai merek tertentu untuk kaldu jamur, garam, minyak ikan,minyak wijen dll. Selama ini rasa yang dihasilkan sudah dicap enak oleh pelanggan. 

Ada alasan mengapa saya memakai merek tersebut. 

Kaldu jamur yang ini saya pakai karena merk itu yang paling pertama muncul. Saya belum pernah menggunakan merk lain. 

Garam yang saya gunakan selalu merek yang itu karena tidak menggumpal. 

Saya fanatik menggunakan kecap ikan merk ini untuk semua masakan di warung dan di rumah. Walaupun baunya lebih amis dari produk pabrikan lain, namun jika dimasukkan ke dalam masakan yang suhunya panas sekali, baunya berubah harum dan rasa masakan lebih gurih. 

Ketika praktek masak, pemakaian merek tertentu juga harus diperhatikan agar rasanya mendekati masakan yang ditiru. Untungnya saya sudah menginformasikan  Bu Ani untuk menyiapkan bahan dari merek merek 'langganan'. Hasil masakan kami hampir tidak ada bedanya dengan yang saya jual. 

5. Bahan segar melezatkan masakan. 

Daging Ayam segar dan ayam es itu berbeda. Ayam segar jika dimasak akan ada manis manisnya, gurih sehingga rasanya enak. Sementara daging ayam es lebih terasa hambar. Bumbu harus banyak ditambahkan agar bisa berasa lebih enak. 

Ayam yang disiapkan Bu Ani dibeli sehari sebelumnya. Walaupun menurut beliau ayam tersebut kualitas terbaik, namun saya melihat tekstur lembek dan warnanya pucat, tidak kemerahan. Saya langsung memberitahu beliau bahwa kami akan butuh bumbu lebih banyak. 

Soal bahan segar, mungkin bahan lain juga demikian. Daging, sayur, ikan akan terasa lebih enak jikalau dimasak dalam kondisi masih segar.

Hasil akhir praktek masak kami rasanya tidak jauh berbeda dengan bubur ayam jualan saya. Memang proses dan bumbu yang dipakai menjadi lebih banyak karena perbedaan seperti yang saya temukan diatas. Namun karena pengalaman memasak kami berdua, perbedaan tersebut bisa diatasi. 

Demikian sekelumit kisah nyata saya tentang memasak. Mudah mudah menjawab rasa penasaran Anda. 

Tetap semangat memasak dan terus mencoba resep dan hal baru. 

Salatiga, 31102023.190

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun