Mohon tunggu...
SRI HARTONO
SRI HARTONO Mohon Tunggu... Supir - Mantan tukang ojol, kini buka warung bubur ayam

Yang penting usaha

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kerajaan Angling Dharma Memang Beda

25 September 2021   10:25 Diperbarui: 25 September 2021   10:34 268
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Rakyat Indonesia memang tak lepas dari cerita raja-raja. Belum lama geger tiga Kerajaan baru di tanah Jawa, beberapa hari ini muncul lagi sebuah kerajaan baru bernama Angling Dharma. 

Tiga kerajaan baru yang belum pernah perang tapi sudah almarhum itu adalah;

1. Keraton Agung Sejagat di Purwokerto Jawa Tengah. 

2. Sunda Empire di Bandung Jawa Barat. 

3. Kerajaan King Of The King, juga di Tangerang Jawa Barat. 

Ketiga Kerajaan diatas belum ketahuan keturunan raja siapa.

Dari Kesultanan Cirebon, Keraton Solo maupun Kesultanan Yogyakarta tidak ada satupun yang mengakui sebagai kerabat atau keturunan Kerajaan beliau. 

Pun beberapa ciri khas yang melambangkan sebuah Kerajaan tidak ada yang dipunyai ketiga Kerajaan tersebut. 

Pertama. Istana dimana Sang Raja bertahta. 

Bagi kerajaan Sunda Empire Istana hanyalah sebuah rumah tidak terlalu luas, yang diberi ornamen dan dekorasi yang dimiripkan dengan istana sebenarnya. Sementara untuk 2 Kerajaan yang lain tidak jelas punya istana atau tidak. 

Hal berbeda dengan Kerajaan yang diakui pemerintah. Mereka punya istana kuno dan bisa dikunjungi sebagai tujuan wisata sejarah. 

Kedua. Benda benda bersejarah.

Didalam sebuah istana biasanya akan diisi koleksi benda benda seni bernilai tinggi yang menjadi sejarah sejak awal berdirinya sebuah Kerajaan. Makanya istana tersebut biasanya juga difungsikan sebagai Museum Sejarah. 

Namun ada kesamaan diantara tiga Kerajaan baru dengan Kerajaan yang lama, semua ada perangkatnya. 

Selain ada raja atau sultan atau baginda, ketiga kerajaan tersebut juga mempunyai perangkat kerajaan. Entah nama pangkat atau sebutannya sama apa tidak dengan Kerajaan asli, yang jelas orangnya ada. Soal digaji atau sukarela, itu urusan lain lagi. 

Ketiga. Modal. 

Satu lagi yang menjadi pembeda adalah soal modal. 

Kerajaan asli yang diakui pemerintah jelas sudah punyai modal terlebih dahulu. Rajanya pasti berdarah biru. Silsilah keturunannya gampang ditelusuri. 

Punya rakyat yang mengakui juga modal yang harus dipunyai sebuah Kerajaan. Jika tanpa rakyat, raja akan memerintah siapa? Contohnya DIY, setiap kali Sultan bertitah, masyarakat Yogyakarta banyak yang mengikuti. Itu artinya warga Jogjakarta masih mengakui Sri Sultan sebagai rajanya. 

Modal yang lain adalah bangunan dan lahan. Semua Kerajaan asli di Jawa sudah pasti punya istana, punya lahan yang luas peninggalan pendahulunya.

Mereka tentu juga punya modal kekayaan. Bisa berupa uang, benda bersejarah ataupun perhiasan. 

Ketiga Kerajaan baru itu mirip dengan politikus rakus, modalnya hanyalah janji janji. Diberi pangkat dan kekayaan adalah janji rajanya. Syaratnya harus ada setoran dulu. Semakin tinggi setoran rakyatnya, semakin tinggi pula pangkat yang didapat. Tak lupa kekayaannya juga dijamin berlipat lipat. Janji inilah yang diberikan oleh sang raja Sunda Empire. 

Kalau yang satu ini modalnya didapat dari pemerintah; Pengakuan. 

Jika tidak ada pengakuan dari pemerintah, sebuah kerajaan bisa dianggap perongrong negara. Sudah ada pemerintah resmi kok bikin mau bikin pemerintahan lagi. 

Pengakuan pemerintah diwujudkan dalam bentuk Undang Undang. Sebagai contoh Daerah Istimewa Yogyakarta. Ada UU yang secara khusus mengaturnya yaitu UU tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta no 13 tahun 2012. 

Melalui UU no 11 tahun 2010, pemerintah mengakui berbagai benda peninggalan kerajaan sebagai benda cagar budaya. Beberapa istana kerajaan di Indonesia ditetapkan sebagai cagar budaya Indonesia, contoh; Istana Maimun di Medan, Keraton Surakarta Hadiningrat, Surakarta dan Keraton Ngayogyakarta, Jogjakarta. 

Lewat Menpora, pemerintah juga ikut hadir dalam pertemuan para Raja dan Sultan bilang Juni 2019 lalu. Pertemuan itu membahas tentang kemajuan budaya bagi bangsa Indonesia. Tak hanya dihadiri wakil pemerintah, beberapa duta besar negara lain juga turut hadir. 

Untuk kasus Kerajaan Angling Dharma memang beda. Entah belajar dari pengalaman tiga Kerajaan yang harus berurusan dengan polisi atau memang begitulah adanya kerajaan ini. 

Aki Jamil Badranaya sang juru bicara mengatakan, tidak ada Kerajaan Angling Dharma. Memang ada Sultan Iskandar Jamaludin Firdaus yang dipanggil Baginda, tetapi itu panggilan yang diberikan para santrinya dan warga disana. 

Sementara baju mirip pakaian raja yang sering dipakai sang baginda, Hal itu  karena beliau orangnya nyentrik. Punya beberapa baju yang seperti itu. 

Aki Jamil juga mengatakan bahwa sebutan kerajaan Angling Dharma adalah berlebihan. Saat wartawan melihat ada tulisan Angling Dharma di gapura rumah yang mirip istana, maka wartawan langsung menamainya Kerajaan Angling Dharma. 

Sang Baginda Iskandar Jamaludin Firdaus sendiri memulai kegiatannya sejak tahun 2004. Setelah selesai bertapa, Baginda mendapat bisikan ghaib, beliau diangkat menjadi raja karena kesaktian dan sikap bijaksananya. Kata Aki Jamil, Baginda Sultan diakui sebagai raja bukan oleh para santri maupun warganya, lalu oleh siapa? 

Baginda Sultan selain sakti dan bijaksana, juga terkenal baik hati. Sejak tahun 2017 sudah ada 30 rumah warga miskin yang dibangunnya. Yang belum disebutkan adalah darimana sumber dananya. Kata Aki Jamil memang dari kocek Baginda sendiri. Hal itu sebagai sedekah karena sudah diberi rejeki yang berlimpah. 

Hal inilah yang membedakan Baginda Iskandar Jamaludin Firdaus (ada yang menulis Firdos) dengan tiga raja sebelumnya. 

Selain bijaksana, Sang Sultan punya modal sendiri. Tidak perlu upeti atau setoran atau iuran atau mahar atau arisan atau warisan dari warganya. Tidak juga disebutkan adanya janji janji menggiurkan. 

Sang Sultan juga tidak terlihat dijaga para prajurit berseragam yang gagah, tetapi pengawal setianya adalah para istri yang berjumlah 4 orang. 

Bagaimana warga di sekitar Kerajaan Angling Dharma? Dari tayangan di TV terlihat tidak ada warga  yang berkeberatan dengan hadirnya Kerajaan ini. Tidak ada ajaran yang menyimpang dari kaidah agama. Pun, tidak aktivitas berlebihan yang mengganggu warga. Makanya mereka bisa menerima Sang Baginda, justru malah bersyukur karena sifat sosialnya. 

Jelas beda dengan tiga kerajaan abal abal bukan? 

Barangkali baginda raja kecil kecilan model begini yang disukai rakyat. Tidak perlu banyak perangkat, yang penting banyak berbuat. 

Menurut Mufti Ali, seorang ahli sejarah Banten ketika diwawancarai sebuah stasiun TV, istilah Raja atau Sultan atau Baginda memang biasanya untuk mereka orang berdarah biru. Mereka yang punya kuasa dan istana. Masyarakat belum terbiasa menerima sebutan itu untuk orang biasa. 

Namun, ada seorang radja kaya raya bukan berdarah biru tapi kalau berkunjung pasti dielu elukan. Orang tersebut juga kan mendapat kawalan polisi dan mendapat fasilitas yang istimewa. 

Siapakah dia? 

Namanya Radja Nainggolan. 

Dia seorang pemain sepakbola terkenal keturunan Indonesia yang berasal dari negeri Piza Italia. 

Sumber :

Kompascom

Detikcom

Suara.com

iNewsKALSEL.id

Kemendikbud

Wikipedia. 

TV One

Kompascom TV. 

Salatiga 240921.43

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun