Mohon tunggu...
SRI HARTONO
SRI HARTONO Mohon Tunggu... Supir - Mantan tukang ojol, kini buka warung bubur ayam

Yang penting usaha

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kerajaan Angling Dharma Memang Beda

25 September 2021   10:25 Diperbarui: 25 September 2021   10:34 268
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketiga Kerajaan baru itu mirip dengan politikus rakus, modalnya hanyalah janji janji. Diberi pangkat dan kekayaan adalah janji rajanya. Syaratnya harus ada setoran dulu. Semakin tinggi setoran rakyatnya, semakin tinggi pula pangkat yang didapat. Tak lupa kekayaannya juga dijamin berlipat lipat. Janji inilah yang diberikan oleh sang raja Sunda Empire. 

Kalau yang satu ini modalnya didapat dari pemerintah; Pengakuan. 

Jika tidak ada pengakuan dari pemerintah, sebuah kerajaan bisa dianggap perongrong negara. Sudah ada pemerintah resmi kok bikin mau bikin pemerintahan lagi. 

Pengakuan pemerintah diwujudkan dalam bentuk Undang Undang. Sebagai contoh Daerah Istimewa Yogyakarta. Ada UU yang secara khusus mengaturnya yaitu UU tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta no 13 tahun 2012. 

Melalui UU no 11 tahun 2010, pemerintah mengakui berbagai benda peninggalan kerajaan sebagai benda cagar budaya. Beberapa istana kerajaan di Indonesia ditetapkan sebagai cagar budaya Indonesia, contoh; Istana Maimun di Medan, Keraton Surakarta Hadiningrat, Surakarta dan Keraton Ngayogyakarta, Jogjakarta. 

Lewat Menpora, pemerintah juga ikut hadir dalam pertemuan para Raja dan Sultan bilang Juni 2019 lalu. Pertemuan itu membahas tentang kemajuan budaya bagi bangsa Indonesia. Tak hanya dihadiri wakil pemerintah, beberapa duta besar negara lain juga turut hadir. 

Untuk kasus Kerajaan Angling Dharma memang beda. Entah belajar dari pengalaman tiga Kerajaan yang harus berurusan dengan polisi atau memang begitulah adanya kerajaan ini. 

Aki Jamil Badranaya sang juru bicara mengatakan, tidak ada Kerajaan Angling Dharma. Memang ada Sultan Iskandar Jamaludin Firdaus yang dipanggil Baginda, tetapi itu panggilan yang diberikan para santrinya dan warga disana. 

Sementara baju mirip pakaian raja yang sering dipakai sang baginda, Hal itu  karena beliau orangnya nyentrik. Punya beberapa baju yang seperti itu. 

Aki Jamil juga mengatakan bahwa sebutan kerajaan Angling Dharma adalah berlebihan. Saat wartawan melihat ada tulisan Angling Dharma di gapura rumah yang mirip istana, maka wartawan langsung menamainya Kerajaan Angling Dharma. 

Sang Baginda Iskandar Jamaludin Firdaus sendiri memulai kegiatannya sejak tahun 2004. Setelah selesai bertapa, Baginda mendapat bisikan ghaib, beliau diangkat menjadi raja karena kesaktian dan sikap bijaksananya. Kata Aki Jamil, Baginda Sultan diakui sebagai raja bukan oleh para santri maupun warganya, lalu oleh siapa? 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun