Mohon tunggu...
Sri Fatma Hidayah
Sri Fatma Hidayah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia

Saya mulai senang menulis sejak SMP dan mulai memiliki kehendak untuk mengembangkan ketika masuk dunia perguruan tinggi. Saya memiliki ketertarikan dengan topik topik seperti sastra, bahasa, budaya, sosial hingga pendidikan. Melalui blog ini, saya ingin membagikan tulisan-tulisan saya untuk dapat dibaca lebih banyak pihak dan untuk saling bertukar pikiran dan opini.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Konon Sial, Pernikahan Anak Kesatu dan Ketiga: Sebuah Pementasan Drama oleh Mahasiswa Satrasia UPI

26 Juni 2023   11:45 Diperbarui: 26 Juni 2023   12:03 457
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Literat Satrasia (@literat.my.id) | Instagram  

Mahasiswa semester 4 dari Departemen Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Pendidikan Indonesia selalu menggelar hajat besar setiap tahunnya. Inilah pergelaran sastra yang diselenggarakan oleh para mahasiswa bahasa Indonesia untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah pergelaran sastra. Sebagai bentuk ekspresi seni, pergelaran sastra sudah menjadi bagian integral dari dunia sastra. Mahasiswalah yang menjadi bagain penting sebagai kelompok aktif yang terlibat dalam pergelaran sastra untuk membawa semangat baru, kreativitas, dan sudut pandang yang lebih luas terhadap dunia seni pertunjukan.

Pergelaran sastra dapat menjadi ajang bagi para mahasiswa untuk menggali dan menyuarakan isu-isu sosial, politik, budaya dan kehidupan sehari-hari yang dianggap menarik. Mereka diharuskan merancang segala unsur pementasan dari mulai naskah, aktor hingga tata panggung secara kolektif. Setiap kelas mengusung tema dan judul cerita yang menarik, salah satunya pementasan drama oleh mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia -- 4C yang berjudul "Siji dan Telu".

Literat Satrasia (@literat.my.id) | Instagram 
Literat Satrasia (@literat.my.id) | Instagram 

Mahasiswa diberi kebebasan dalam menentukan dan membuat naskah yang akan dipentaskan. Kawan-kawan mahasiswa Bahasa Indonesia dik 4C ini mengadaptasi salah satu puisi dari pujangga ternama Indonesia -- Sapardi Djoko Damono yang bertajuk "Pada Suatu Hari Nanti".

Pada Suatu Hari Nanti

-Sapardi Djoko Damono-

Pada suatu hari nanti,

Jasadku tak akan ada lagi,

Tapi dalam bait-bait sajak ini,

Kau tak akan kurelakan sendiri.

Pada suatu hari nanti,

Suaraku tak terdengar lagi,

Tapi di antara larik-larik sajak ini

Kau akan tetap kusiasati

Pada suatu hari nanti,

Impianku pun tak dikenal lagi,

Namun di sela-sela huruf sajak ini,

Kau tak akan letih-letihnya kucari.

 

Puisi indah ini menggambarkan perasaan rindu, kehilangan, dan harapan dalam cinta. Melalui puisi ini, Sapardi Djoko Damono ingin menuangkan perasaan rindu akan hadirnya orang yang sangat dicintanya. Puisi mewakili kehendak dan harapan bahwa suatu saat dapat bertemu kembali dengan seseorang yang telah pergi. Konsep cinta yang dibentuk oleh Sapardi yakni - cinta sejati akan tetap abadi melintas ruang dan waktu. Puisi indah inilah yang menjadi inspirasi dari penyusunan naskah drama kawan-kawan mahasiswa Dik 4 C.

Secara garis besar, drama ini menggiring penonton untuk merasakan perasaan yang sama seperti apa yang digiring Sapardi Djoko Damono melalui puisinya. Menyaksikan pertunjukkan drama ini membuat saya merasakan setiap emosi yang dibangun melalui kesatuan unsur drama. Dilla Nur'asa, Kalya Nafrani Damayanti, dan Sofia Ihsani Muhammad sebagai penulis naskah naskah ini berhasil mengalihwahanakan puisi "Pada Suatu Hari Nanti" menjadi naskah drama yang epik dan berkarakter kuat.

Sinopsis

Dari sebuah kelurga yang begitu menganut kepercayaan masyarakat Jawa, Ajeng - putri mereka yang hendak dilamar oleh seorang pemuda bernama Bima. Namun, fakta tentang Ajeng yang merupakan anak ketiga dan Bima adalah putra sulung membuat kisah cinta mereka dikecam oleh keluarga Ajeng.

Eyang Ajeng yang begitu memegang kepercayaan masyarakat Jawa tentang petaka bagi anak pertama dan ketiga menikah mengakibatkan Ajeng dan Bima memutuskan untuk pergi dan hidup berdua tanpa sosok keluarga. Hidup serba sederhana harus Ajeng rasakan ketika memutuskan untuk tinggal berdua hanya dengan Bima, tetapi Ajeng tidak pernah mengeluhkan hal itu, meski kehidupannya dahulu serba mewah dan berkecukupan bersama keluarganya. Cintalah yang selalu hadir dan menguatkan mereka.

Tak lama setelah berita kehamilan Ajeng, Bima jatuh sakit dan meninggal dunia. Bima meninggalkan Ajeng, calon bayinya dan keluarganya. Ajeng diliputi perasaan sedih, rindu, dan sepi. Namun, karena cintanya pada sang suami- Bima, ia tetap berusaha menjalani hidupnya dengan baik, menjaga kandungannya dengan sepenuh hati, selalu mengenang dan tetap mencintai Bima hingga tak terbatas ruang dan waktu.

Tokoh dan Aktor

Pementasan drama Siji dan Telu" ini memiliki tiga belas tokoh dari mulai tokoh inti, hingga tokoh-tokoh pendukung. Diajeng Sekar Ayu dan Bima Setiadi merupakan pemeran utama yang menjadi pusat atau center cerita drama ini. Mereka adalah sepasang kekasih yang diceritakan mendapat petaka imbas dari keputusan mereka melanggar aturan adat Jawa. Aktor yang memerankan tokoh Ajeng tampak begitu serasi dengan Bima. Tokoh Ajeng diperankan oleh perempuan tinggi, cantik dengan badan yang bagus. Serasi dengan tokoh Bima yang juga diperankan oleh laki-laki yang berperawakan tinggi, tampan, bersuara berat, dan tampak begitu dewasa. Ketika salah seorang penonton bertanya mengapa mereka bisa begitu serasi di atas panggung, mereka mengaku telah berlatih membangun chemistry sejak awal memulai latihan berbulan-bulan yang lalu. Mereka banyak menghabiskan waktu bersama, seperti ketika jam makan siang, mereka sering menyegajakan untuk menghabiskan makan siang berdua, semata-mata untuk menumbuhkan chemistry antara keduanya.

Kemudian yang tak kalah penting, tokoh inilah yang menjadi kunci dari awal mula kemunculan konflik dalam drama ini. Eyang, sosok yang dituakan di keluarga Diajeng Sekar Ayu yang tidak lain merupakan neneknya sendiri. Diceritakan bahwa tokoh Eyang ini begitu memegang teguh kepercayaan masyarakat Jawa, sehingga keluarga Ajeng cenderung kolot. Hal inilah yang menjadi alasan megapa keluarga besar Ajeng tidak merestui pernikahan Ajeng dan Bima. Aktor yang memerankan tokoh Eyang begitu piawai memerankan sosok wanita tua bertongkat yang teguh pendirian dan sudah sakit-sakitan. Ia mahir mengubah suaranya agar dapat menyerupai suara seoarang perempuan tua.         Bima merupakan anak sulung yang memiliki saudara perempuan bernama Bintari. Bintari ternyata juga merupakan sahabat dekat Ajeng. Bintarilah satu-satunya saudara yang masih terus menjalin hubungan dengan Ajeng dan Bima. Bintari pula yang menjadi sarana penyampaian berita ketika Ajeng hamil. Hanya Bintari lah yang dapat mengerti dan tidak menentang hubungan pernikahan Ajeng dan kakaknya.  

Lalu ada Ayah Ajeng yang selalu dipanggil dengan sebutan Romo. Bersama dengan Ibu Ajeng yang selalu bijaksana dalam mengambil keputusan. Ayah dan Ibunya Ajeng merupakan orang tua yang bijak dan dewasa. Namun, Ibu Ajeng memiliki trauma yang disebabkan oleh peristiwa kehilangan putranya yang kedua. Ketika ada hal yang memancing ingatannya, ia bisa menjadi sangat histeris bila kembali mengingat musibah itu.

Selain dari tokoh-tokoh ini, masih banyak tokoh pendukung cerita, seperti Bude Ajeng, Mas Salah, Ibunda Bima, Pak RTdan lain-lain. Setiap tokoh dalam drama ini memiliki karakternya masing-masing. Dan para aktor berhasil menyampaikan karakteristik setiap tokoh kepada para penonton.

Sebagian besar aktor yang bukan berasal dari keluarga Jawa atau tidak berdomisili di sana, mengaku kesulitan saat mencoba bertutur dengan aksen Jawa. Namun, seluruh pemain dan tim saling bekerja sama untuk membiasakan diri untuk menggunakan bahasa Jawa dalam bercakap sehari-hari selama masa latihan berlangsung. Inilah yang menjadi salah satu kunci keberhasilan mereka menampilkan persembahan drama bernuansa budaya Jawa.  

Kerja sama para aktor yang bersinergi menuangkan setiap detail ide dalam naskah ke dalam set panggung pertunjukan patut diacungi jempol.

Alur

Naskah ini beralur konvensional. Alur maju dalam drama ini membuat pementasan drama mudah dipahami para penonton. Setiap babak dipentaskan dengan runtut/progresif mulai dari babak awal, tengah sampai akhir. Alur cerita berkembang secara linier dari mulai babak awal yang memperkenalkan para tokoh dengan implisit menggunakan metode dramatik, lalu masuk ke babak di mana mulai muncul konflik hingga terakhir, babak resolusi.

Karena drama ini dibawakan secara kronologis, penonton dapat mengikuti perkembangan cerita dan dapat dengan mudah terlibat secara emosional ke dalam cerita. Penonton juga dapat menangkap perkembangan atau transformasi karakter, konflik, dan resolusi secara runtut. Alur ini juga memungkinkan penonton untuk memahami adanya hubungan sebab-akibat dalam cerita, sehingga dapat memberikan pengalaman yang memuaskan dalam menyaksikan pementasan drama.

Latar dan Properti

Latar dalam pertunjukkan drama ini berupa set panggung yang telah dirancang sedemikian rupa supaya dapat sesuai dengan latar yang tertulis dalam naskah dramanya. Latar mencakup elemen visual dan fisik yang mendukung atau mewakili tempat dan waktu di mana adegan drama tersebut terjadi. Drama ini menggunakan tiga latar tempat saja yang hanya dibedakan oleh elemen properti seperti pintu, gorden, furniture dan lain-lain.

Latar tempat pertama adalah ruang tamu kediaman keluarga Diajeng Sekar Ayu. Di sanalah tempat di mana para tokoh mula-mula muncul. Lalu yang kedua, yakni ruang tamu kediaman keluarga Bima Setiyadi. Dan yang terakhir adalah rumah serba sederhana yang ditempati oleh Ajeng dan Bima usai mereka menikah secara diam-diam.

Ketiga latar ini sama-sama menunjukkan ruangan di dalam rumah, sehingga memudahkan tim untuk merubah tata panggung dengan hanya mengganti beberapa properti saja. Tim pun dengan sigap mengganti properti setiap break pergantian babak.

Masing-masing latar tempat dalam pementasan drama ini memiliki ciri khasnya sendiri. Seperti ruang tamu di kediaman keluarga Ajeng selalu tertata rapi lengkap dengan furniturenya yang kental akan sentuhan budaya Jawa. Bingkai foto, lukisan, tanaman sintetis hingga gorden menjadi properti khas ketika panggung sedang menunjukkan latar tempat kediaman Ajeng. Begitu pula dengan latar tempat lainnya.

Properti membantu menciptakan lingkungan nyata dan meberikan nuansa autentik kepada penonton. Bahkan, proper juga dapat memberikan petunjuk bagi penonton tentang karakter dan identitas tokoh. Misalnya, melalui pakaian, dan aksesori dapat memberikan wawasan kepada penonton terkait kepribadian, status social, pekerjaan hingga karakter tokoh secara visual.

Dokumentasi pribadi penulis (Universitas Pendidikan Indonesia, 24 Mei 2023)
Dokumentasi pribadi penulis (Universitas Pendidikan Indonesia, 24 Mei 2023)

Tata Cahaya

Setelah menonton beberapa pertunjukan drama, barulah dapat saya rasakan pengaruh tata cahaya terhadap keberhasilan pertunjukan sebuah drama. Tata cahaya membantu menciptakan suasana dan atmosfer yang sesuai dengan cerita yang tengah dipersembahkan. Cahaya dapat mewakili berbagai macam suasana, seperti dramatis, romantis, mencekam dan masih banyak lagi. Tata cahaya akan mempengaruhi emosi penonton sesuai dengan mood yang diharapkan oleh sutradara.

Tata cahaya juga dapat mengarahkan perhatian penonton pada area atau alemen tertentu di atas panggung. Dengan memanipulasi warna, arah dan intensitas cahaya, penataan cahaya mampu mengatur fokus penonton untuk memastikan bahwa pesan cerita dan gerak-gerik penting tokoh dapat dilihat dengan jelas.

Dan pertunjukan drama "Siji dan Telu" ini merupakan salah satu pementasan drama dengan penataan cahaya yang baik dari serangkaian drama yang dipentaskan di acara Pergelaran Sastra Mahasiswa ini. Penata cahaya pada pementasan drama "Siji dan Telu" paham betul bagaimana memainkan lampu sorot di atas panggung untuk menciptakan suasana yang sesuai, sehingga dapat memengaruhi fokus penonton. Manipulasi warna yang dilakukan oleh penata cahaya berhasil membangkitkan suasana yang selaras dengan emosi yang ada saat itu.

Hal Menarik Lainnya

Dari lima tajuk drama yang ditampilkan di acara Pergelaran Sastra ini, hanya drama "Siji dan Telu" yang mengangkat nilai kebudayaan berupa mitos atau kepercayaan masyarakat Jawa. Pemilihan tema seperti ini tentunya memerlukan riset terlebih dahulu bagaimana sistem kepercayaan ini hidup bersama jiwa masyarakat Jawa.

Ketika zaman saat ini sudah berubah, di mana masyarakat yang sudah mulai berpikir maju dan terbuka, membuat drama ini menjadi lebih menarik dari drama lainnya. Apa amanat sebenarnya yang hendak disampaikan melalui drama ini menjadi tanda tanya besar yang menarik perhatian penonton. Hingga salah seorang penonton bertanya, apakah diciptakannya drama "Siji dan Telu" bertujuan untuk membenarkan mitos atau kepercayaan ini, atau sebaliknya?

Mengingat bahwa mitos yang digarisbawahi adalah akan datangnya malapetaka jika seorang anak sulung menikahi anak ketiga. Dan pada bagian akhir cerita, Bima dikisahkan harus meninggal dunia karena penyakit yang dideritanya. Korelasi alur cerita seperti ini seolah mengindahkan mitos tersebut. Mitos yang bukan hanya sekadar mitos, melainkan benar adanya.

Namun, sang sutradara menjawab pertanyaan salah seorang penonton tersebut dan berkata bahwa, "disinilah tugas kalian untuk menyimpulkan sendiri, mempercayainya atau tidak itu merupakan sesuatu yang tidak harus diperdebatkan."

Yang Harus Dipahami

Tepatnya, mitos-mitos seperti ini adalah bagaian penting dari warisan budaya dan identitas suatu kelompok masyarakat. Ini mencerminkan nilai-nilai dan sejarah yang telah terbentuk selama berabad-abad. Terlepas dari kelogisannya, mitos-mitos dan kepercayaan semacam ini memiliki nilai artistik, dan estetika yang mungkin menjadi sumber inspirasi para seniman dan penulis untuk berkreasi.

Menghargai kepercayaan suatu kelompok masyarakat, bukan berarti kita harus melaksanakannya secara harfiah. Di era serba maju saat ini, mitos dan kepercayaan perlu diapresiasi sebagai warisan budaya yang berharga. Lebih jauh dari itu, hal semacam ini bisa dipelajari dan dikaji untuk memperkaya pemahaman kita tentang manusia dan kehidupan dunia. Menghargai mitos-mitos suku bangsa tertentu membantu kita membangun pluralisme kebudayaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun