"Aku mendengar kabar bahwa perempuan tua itu sakit kandala. Dengar ya, aku tidak mau anak-anakku menderita penyakit mengerikan itu akibat tertular dari Nenekmu," Nanna kembali menunjuk Nenek Labbang yang masih menangis.
"Nenekku menderita penyakit kencing manis yang parah sehingga jari kakinya mengalami gangren dan harus diamputasi. Itulah alasan mengapa dia selalu mengenakan kaus kaki. Kalau tidak percaya, lihatlah hasil tes dari laboratorium. Nenekku bersih dari penyakit kandala," Anto mengambil sebuah map dan melemparkannya di kaki Nanna. Kedua orang tua Nanna, Mak Comblang dan semua kerabatnya terduduk lemas di dekat Nanna yang berdiri bertolak pinggang. Nanna gelagapan mendengar penjelasan Anto. Duh.... Rasanya malu sekali telah mendengarkan fitnah dari Jama. Ternyata berita sakit kandala itu hanya hoaks belaka.
"Sekarang terserah kamu mau melanjutkan pernikahan ini atau tidak. Kami mohon maaf yang sebesar-besarnya atas kata-kata lancang yang telah dilontarkan Nanna pada Nenekmu," terdengar suara Naimah, Maknya Nanna sambil menahan tangis. Wajahnya seakan ditampar melihat kelakuan Nanna yang telah menyakiti hati calon suami dan Nenek mertua. Anto mengelap keringat yang menetes di dahinya. Hatinya kesal luar biasa.
"Semua biaya pernikahan ditanggung oleh Nenekku. Beliau telah merelakan sawahnya dijual untuk melihatku menikah dan membangun keluarga samawa. Bagaimana pendapatmu Nek, apakah rencana pernikahan ini dapat kulanjutkan?" lelaki itu menyapu lembut air mata yang kembali menetes dari pipi sang Nenek. Mata perempuan tua itu menyiratkan kepedihan mendalam. Belum resmi menikah, sifat Nanna sudah seperti ini. Bagaimana jika Nanna telah resmi menjadi istri Anto? Ada kemungkinan dia kalap mencekik sang Nenek yang tidak berdaya di tempat tidur dan menghabiskan seluruh simpanannya untuk berfoya-foya. Nenek Labbang memegang jemari Anto. Perempuan bisu itu terpapar tidak berdaya. Matanya menyiratkan kata sangat tidak setuju melanjutkan rencana pernikahan Anto dan Nanna. Anto mendehem pelan, matanya memejam, meresapkan benar ke dalam hatinya permintaan sang Nenek tercinta. Mak, Bapak, Mak Comblang dan kerabat lainnya yang duduk di lantai rumah panggung harap-harap cemas menanti keputusan Anto. Nanna membuang muka menatap ke arah pintu rumah yang dipenuhi tetangga. Mereka terdiam menunggu vonis Anto.
"Setelah kejadian ini, aku mohon maaf tdak dapat melanjutkan pernikahan ini," dingin sekali suara Anto.
"Awwweeee Nannaaaaaa....." Mak terpekik histeris.
"Apa yang harus kukatakan pada keluarga dan orang-orang yang telah menerima undangan pernikahan kalian? Betapa besar rasa malu yang harus kutanggung," Mak jejeritan mendengar keputusan Anto.
"Anakku... mohon pikirkan keputusanmu. Saya merasa Nanna masih dapat mengubah perangainya. Dia hanya khilaf," perempuan bertubuh tambun yang menjadi Mak Comblang mencoba menengahi suasana.
"Aku tetap pada keputusanku. Sekarang aku minta pengembalian perhiasan emas, barang-barang seserahan dan setengah uang panai yang aku bawa saat melamar perempuan ini. Semua harus kembali utuh sebelum tanggal pelaksanaan pernikahan," Anto menjawab tegas. Dia sudah mencium aroma perselingkuhan karena seorang kerabatnya pernah memergoki Nanna bermesraan bersama Jama di tengah kebun kedelai.
"Jadi Nak Anto? Sudah fix keputusanmu itu?"
"Silahkan Ibu dan Bapak membawa Nanna pulang ke rumah. Saya tidak sudi menikah dengan perempuan yang suka bermain cinta dengan lelaki lain di belakangku," Anto mendekap erat sang Nenek dalam pelukannya. Semua orang terperangah dan memandang Nanna yang menutup wajahnya penuh rasa malu (srn).