"Ada apa dengan Nenek Labbang?"
"Nanna datang mengamuk ke rumahmu, dia menunjuk-nunjuk dan mengancam Nenek Labbang."
"Dasar perempuan jahat, tidak akan kuampuni orang yang telah menyakiti Nenekku," Anto membuang parang yang dipegangnya.
"Sekarang kamu pergi ke rumah Nanna, panggil kedua orang tuanya segera ke rumahku. Aku ingin menunjukkan bukti kejahatan anaknya," Anto segera berlari ke menuju ke rumahnya.
*
Nenek Labbang adalah ibu dari Manisa, perempuan yang melahirkan Anto ke dunia. Manisa meninggal saat melahirkan Anto. Suami yang tidak kuat ditinggal oleh istri tercinta memutuskan pergi merantau ke negeri antah berantah dan menghilang sampai hari ini. Nenek Labbang merawat cucu laki-lakinya dengan sepenuh hati. Kampung terpencil dengan transportasi terbatas menyebabkan lidah Anto tidak pernah mengenal kelezatan susu formula bayi yang dijual secara komersil. Dia dibesarkan dengan air tajin dan bubur tepung beras merah diberi sedikit gula pasir. Anto tumbuh menjadi anak yang tampan dan giat membantu Neneknya. Hati Anto sangat pedih mendengar laporan Sapiah. Lelaki itu berlari menembus terik matahari. Dia mempercepat langkahnya menuju ke rumah dengan tangan mengepal erat penuh kemurkaan.
"CUKUP! Kamu benar-benar keterlaluan Nanna."
Tiba-tiba terdengar suara menggelegar dari pintu rumah. Anto masuk ke dalam ruang tamu dengan muka merah padam. Matanya memancarkan amarah luar biasa pada perempuan cerewet yang telah menyakiti hati Nenek Labbang. Nanna sangat terkejut dan merasakan lidahnya tiba-tiba kelu. Keringat dingin membanjiri punggungnya. Dia tidak menyangka Anto bakal datang di saat dirinya belum meninggalkan rumah panggung itu. Apa mau dikata, nasi sudah menjadi bubur. Kejahatannya terkuak karena ulahnya sendiri. Nenek Labbang terbaring lemah di atas dipan di sudut ruang tamu. Perempuan tua itu terisak menahan tangis ketakutan. Dia segera menjulurkan kedua lengannya saat melihat kedatangan cucu kesayangan. Anto memeluk erat tubuh sang Nenek yang gemetar. Nanna merasakan hatinya ketar ketir saat Anto memandang tajam kepadanya. Anto sangat terkejut melihat piring pecah dan makanan berhamburan di lantai kayu. Itu adalah sisa makanan Neneknya saat sarapan yang bakal dimakan lagi siang itu.
"Nenek Labbang adalah segala-galanya untukku. Aku tidak mau mendengar penghinaan apapun tentang keadaan Nenekku. Beliaulah yang membesarkan dan membiayaiku sejak kedua orang tuaku tiada," Anto mengelus lembut dahi neneknya yang berlinang air mata. Perempuan ringkih itu terbaring lemah di tempat tidur. Telapak tangannya terasa sangat dingin karena ketakutan.
"Nenekmu selalu mengenakan kaus kaki, itu kan tanda bahwa dia menderita penyakit kandala."
"Katakan padaku, siapa yang bilang bahwa Nenekku sakit kandala? Jika dia benar sakit kandala, kamu tidak berhak menghakimi beliau seperti ini," suara Anto terdengar meninggi. Dia merasa sangat kesal Nanna telah datang memaki Neneknya. Dilihatnya kedua orang tua Nanna ditemani Mak Comblang dan beberapa orang kerabatnya masuk ke dalam ruang tamu dengan wajah sangat ketakutan. Pintu rumah dan jendela sudah penuh ibu-ibu tetangga yang haus hiburan gratis. Terdengar suara ghibah saksi mata berkumandang bagai dengung lebah.