"Tanpa kamu minta, aku tetap membawakanmu uang rokok... ambillah," Nanna membuka tasnya dan mengeluarkan beberapa lembaran warna merah.
"Kamu hebat Nanna, belum menikah kamu sudah punya banyak uang. Lihatlah pakaian dan perhiasan emas yang kamu miliki. Luar biasa..." lelaki itu berdecak kagum. Nanna cengengesan. Dia menggelayut manja di lengan kekar sang pemuda tambatan hati.
"Anto tinggal dengan Neneknya. Bagaimana caranya aku menghindari kungkungan perempuan tua yang bisu dan penyakitan itu?"
"Kamu percepat saja perjalanannya menuju pintu neraka. Dia kan penderita sakit kandala. Penyakit itu tidak ada obatnya dan sangat berbahaya untuk masa depan anak-anakmu," suara Jamal bergidik ngeri.
"Adakah idemu?"
"Sini aku bisikkan caranya," Jama mendekatkan mulutnya ke telinga Nanna. Perempuan itu mendesah genit.
*
Sapiah adalah anak perempuan dari kerabat Anto yang bertinggal di belakang rumah milik Nenek Labbang. Setiap hari sepulang sekolah, murid kelas tiga Sekolah Dasar itu gemar mengaso di atas balai-balai yang berada di kolong rumah panggung sang Nenek. Hari itu, tanpa sengaja dia melihat kedatangan Nanna yang mengendap-endap menaik tangga rumah panggung. Sejak lama Sapiah tidak menyukai Nanna yang dianggapnya sebagai gadis sombong dan pelit senyum. Bibir merahnya hanya merekah untuk Anto seorang dan sangat berbeda perilaku di belakang lelaki itu. Kepalsuan ini membuat bola mata Sapiah cermat mengamati pergerakan Nanna. Â Dia menaik anak tangga kayu secara diam-diam dan berhenti pada sebuah lubang di dinding kayu rumah panggung. Matanya menatap tajam ke arah Nanna yang berjalan menuju ke dipan Nenek Labbang yang terbaring sakit. Dari tempatnya mengintip, Sapiah dapat mendengar suara Nanna yang cempreng memenuhi ruang tamu. Dilihatnya Nanna mengguncang-guncang bahu Nenek Labbang sehingga perempuan itu terbatuk-batuk.
"Kamu hanyalah perempuan tua bisu dan kandala yang akan menghancurkan mahligai pernikahanku dengan Anto. Penyakit yang kamu sembunyikan di balik kaus kakimu adalah pertanda bahwa kamu orang munafik yang menyembunyikan kebenaran. Aku berharap nyawamu duluan melayang sebelum aku duduk di pelaminan bersama cucu tololmu yang bernama Anto...."
Dilihatnya Nanna membanting piring berisi makanan ke lantai kayu. Piring itu pecah dan tumpahannya berhamburan kemana-mana. Sapiah yang menguping dari balik dinding kayu merasa sangat terguncang. Kaki telanjangnya lincah menuruni anak tangga. Secepat kilat dia berlari menembus semak yang berada di belakang rumah. Sapiah sudah tidak lagi merasakan tajam batu kerikil menggores telapak kakinya tanpa alas. Otaknya berputar cepat menelusur keberadaan Anto. Dia terus berlari mencari pemuda itu yang sedang berada di tengah ladang jagung menjelang panen.
"Om Anto, segeralah pulang ke rumah. Nenek Labbang...dia... dia...." tangis Sapiah pecah membuat Anto kelabakan.