"Aku mau tetap di sini," perempuan itu jongkok di samping pusara Ayi. Kebaya hitam dan sarungnya  penuh bercak lumpur. Tangannya mengusap pusara Ayi dengan air mata bercucuran.
"Sudah mau azan Maghrib, tidak lama lagi turun hujan. Ayo kuantar kamu pulang Dik," sapa Meena, kakak tertua Ibunya Ayi.
"Aku tidak tega meninggalkan Ayi sendirian di sini. Kasihan kalau dia kehujanan dan kedinginan," jawab Ibunya Ayi ngasal. Meena dan orang-orang saling berpandangan.
"Besok kita ke sini lagi. Kita pulang dulu menyiapkan bunga yang banyak dan air untuk dibawa saat berziarah."
"Benarkah?" mata Ibunya Ayi berbinar mendengar kata ziarah.
"Iya... besok aku antar kamu datang lagi ke sini menjenguk Ayi," janji Meena pada ibunya Ayi.
"Baiklah, besok kita ke sini lagi. Akan kubawakan mainan dan barang-barang kesayangan Ayi supaya dia tidak merasa kesepian di sini. Tadi aku lupa memasukkannya ke dalam liang kubur."
Orang-orang berpandangan maklum. Mereka segera meninggalkan makam sebelum turun hujan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H