Mohon tunggu...
Sri NurAminah
Sri NurAminah Mohon Tunggu... Dosen - Lecturer

I am entomologist, I believe my fingers, https://www.aminahsrilink.com/

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen: Rio de Cautivo

30 Desember 2024   22:54 Diperbarui: 1 Januari 2025   16:02 58
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Tampaknya Ibumu benar Ayi, besok kita sambung diskusinya," terdengar suara Diki menghibur dari seberang. Wajah Ayi memerah menahan malu.

"Lah sekarang baru jam 8 malam, gimana sih? Pembicaraan kita belum selesai tentang donatur potensil untuk kegiatan kita...." Ayi membantah Diki. Tiba-tiba Ibu sudah berada di belakang Ayi dan merebut ponsel itu.

"Selamat malam, sekarang waktunya Ayi tidur," Ibu menutup pembicaraan itu secara paksa. Wajah Ayi pucat pasi. Diki adalah senior di tempat kuliah dan dia sangat menghormati rekannya itu.

"Ibu sudah bertindak  terlalu jauh. Apa nanti kata teman-temanku jika menahu tindakan Ibu terhadap Diki?" Ayi menangis menahan rasa malu atas tindakan Ibu kepada Diki.

"Sekarang sudah malam, pamali anak gadis berbicara dengan lelaki yang bukan muhrim," jawaban Ibu terdengar tidak masuk akal.

"Sampai kapan ibu begini? Ayi malu pada Diki. Kami tidak ada hubungan apa-apa. Kami hanya membicarakan event donasi buku yang mau diselenggarakan bulan depan Ibuuu..." Ayi berusaha membela diri. Ibu mendehem dan segera mematikan lampu ruang tamu. Ayi menghentakkan kakinya dengan keras saat berjalan masuk ke dalam kamarnya.

*

Ibunda Ayi sangat preventif karena tidak mau kehilangan putrinya. Pikirannya selalu membayangkan Ayi masih berusia lima tahun dan sangat perlu pengawasannya. Ibu tidak sadar bahwa sang putri telah bertransformasi menjadi remaja berprestasi dan perlu menambah wawasan pertemanannya. Ibu selalu dihantui ketakutan anaknya terbawa perilaku negatif karena dia terlalu menghayati ghibah tetangga tentang perilaku anak nakal di sekitarnya. Sang bunda tidak mampu menyelami pribadi Ayi yang berkembang sangat baik dan jauh sekali dari kesan remaja nakal. Ayi rajin menjalankan ibadah dan selalu mematuhi larangan ibunya. Namun Ibu merasa tindakannya mengawasi Ayi  belum maksimal. Beliau menginginkan Ayi berkeliaran tidak lepas dari pandangan matanya sehingga dia dapat memantau semua aktivitas anaknya. Bahkan dia mengatur isi lemari Ayi, mengatur orang tertentu yang boleh berinteraksi dengan anaknya, menahu semua isi dompet dan semua surat berharga milik Ayi sehingga tidak ada satupun barang luput dari pengawasannya.  

https://easy-peasy.ai/ai-image-generator/images/emotional-watercolor-end-of-life-care-services-surrealistic-art
https://easy-peasy.ai/ai-image-generator/images/emotional-watercolor-end-of-life-care-services-surrealistic-art

Suatu saat Ayi merasa sudah saatnya dia menentukan jalan hidupnya. Ayi telah lulus sebagai sarjana arkeologi dan harum  bunga wisuda masih semerbak di dalam kamarnya. Diam-diam Ayi menerima tawaran dari perusahaan swasta melakukan ekspedisi situs purbakala di Rio de Cautivo river. Honorarium besar dan pengalaman bekerja dengan expert menyebabkan Ayi sangat antusias ikut kegiatan itu. Ayi telah mempertimbangkan secara matang semua risiko tindakannya. Persiapan keberangkatan dilakukan Ayi dengan sangat rapi dan sudah disiapkan antisipasinya. Diam-diam Ayi menyimpan semua barang yang dibutuhkannya di rumah Mirah sahabatnya.

"Sebelum berangkat, kamu harus meminta izin ibumu Ayi," Bu Manggar -- ibunya Mirah- mengingatkan Ayi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun