Mohon tunggu...
Sri NurAminah
Sri NurAminah Mohon Tunggu... Dosen - Lecturer

I am entomologist, I believe my fingers, https://www.aminahsrilink.com/

Selanjutnya

Tutup

Horor

[Horor] Jejak Hitam Di Sungai

21 Desember 2024   07:48 Diperbarui: 21 Desember 2024   07:48 20
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: https://easy-peasy.ai/ai-image-generator/images/elegant-black-nail-polish-feet-fantasy-aesthetic

Cita-cita Arona membeli sawah untuk orang tuanya belum terkabul saat kampungnya dilanda musibah. Tidak seperti waktu sebelumnya, saat menjelang magrib, suasana horor selalu menyelimuti jiwa penghuni Kampung Noktah. Sinar pelita temaram dari rumah penduduk samar-samar tertutup halimun, seakan memberi jawaban bahwa kampung itu keadaannya tidak baik-baik saja. Semua ternak mati mendadak setelah minum air sungai di dekat hutan. Warga kampung yang menggunakan sungai untuk MCK, juga mengalami demam tinggi, sakit perut hebat dan muntah berujung kematian.

"Aku tidak mau meninggal," terdengar isak tangis Arona saat pulang dari pemakaman Lulu, sahabat Arona yang bertinggal di sebelah rumah. Lulu meninggal karena diare berkepanjangan setelah makan sup daging buatan ibunya. Sup daging itu menyebabkan satu persatu keluarga Lulu jatuh sakit tidak tertolong nyawanya.

"Sebaiknya kita pindah ke rumah Nenek di Kampung Tumpang. Aku takut tinggal di sini Mak," rengek Arona. Sejak kematian sahabatnya, Arona tidak mau lagi turun dari rumah panggung. Dia tidak rela nyawanya dirampas oleh ruh gentayangan di tempat itu. Saat malam tiba, Kampung Noktah dipenuhi jiwa merana dan haus siraman perhatian dari orang yang masih mengingatnya. Mak merasa jengah mendengar rengekan Arona yang berulang mirip radio rusak.

"Kamu siapkan barang keperluanmu, besok kita berangkat ke rumah Nenek," Mak membuka lemari dan mengeluarkan setumpuk pakaian dari dalamnya.

"Benarkah Mak?" Arona terpekik girang. Mak menganggukkan kepalanya. Bapak sangat setuju dengan rencana Mak migrasi temporer ke rumah Nenek di Kampung Tumpang. Mereka segera berkemas dan Bapak menelpon sahabatnya yang menyewakan mobil angkot. Kendaraan roda empat itu terlambat menjemput Arona dan orang tuanya karena ban pecah di tengah hutan. Bergegas mereka meninggalkan rumah sebelum langit menjadi semerah saga. Bapak terburu-buru mengunci pintu rumah. Terdengar suara dentuman petir di kejauhan menandakan bakal turun hujan membuat suasana semakin horor. Arona dan Mak sudah berada di dalam mobil angkot saat menyaksikan beberapa orang lelaki tak dikenal berpakaian hitam bergegas menghampiri mereka. Aroma kematian menguar dari pendatang itu.

"Ayo dibalap mobilnya," pinta Mak kepada pemuda supir angkot. Wajah Mak dan Bapak sangat cemas melihat rombongan lelaki itu. Terseok-seok mobil angkot tua menyusuri jalan berbatu. Tanpa diduga angkot mogok saat berada di tengah hutan jati.

Saat mobil angkot membawa Arona dan orang tuanya mengalami mogok di tengah hutan jati, Nenek masih berada di lapak pasar Kampung Tumpang. Sejak beberapa hari lalu, hati perempuan tua itu gundah gulana. Telinganya selalu mendengar suara Arona memanggil-manggil namanya. Bahkan dia bermimpi buruk melihat banyak sekali bayangan hitam mirip dementor beterbangan di sekitar rumah Arona. Ya Tuhan, lindungilah cucu kesayanganku dari marabahaya, pekik doa Nenek kepada sang Pencipta.

Nenek memandang lesu dagangan yang menumpuk di kakinya. Entah mengapa sejak kemarin, jualannya tidak ada yang laku, padahal tampilan sayurnya lebih segar bila dibandingkan dengan lapak penjual yang berada di sekitarnya. Tidurnya juga tidak nyenyak karena beliau selalu melihat kegelapan menyelimuti tempat bermukim menantu, anak dan cucunya. Air mata Nenek jatuh membasahi pipi keriputnya. Dia sangat berharap cucunya berada dalam keadaan sehat walafiat. Berbekal sisa tenaganya, Nenek mengumpulkan barang dagangannya untuk pulang ke rumah. Matahari sudah berada di ufuk barat, pertanda malam segera tiba. Kelelawar dan hewan malam lainnya telah terjaga dari lelap. Mereka mulai memekik mencari makan dalam remang rona senja.

Nenek tidak tiba di tujuan. Saat berjalan kaki menuju rumah, beliau terjatuh di jalan dekat warung mie ayam. Sayur yang dipikul berhamburan di jalan tanah. Spiderman yang sedang menikmati mie ayam segera turun tangan menolongnya.

"Dimana kamu Arona," rintih sang Nenek. Spiderman menepuk pipi keriput Nenek yang terus memanggil nama Arona. Dirasakannya denyut nadi Nenek sangat lemah.

"Tampaknya Nenek lapar sekali, makan dulu ya, setelah itu saya bantu mencari cucumu. Semangkuk mie ayam panas dapat memulihkan tenagamu."

Nenek mengangguk cepat. Hatinya girang bukan main ditraktir Spiderman. Saat mie ayam datang, Spiderman menyuapi Nenek. Sambil menikmati mie ayam, Nenek menceritakan tentang cucunya yang tinggal di Kampung Noktah.

"I see Nek, itu kampung yang sungainya tercemar racun kelabang. Saat ini cucumu dan orang tuanya terjebak dalam hutan jati keramat. Mereka bersama Mak Bawel, siluman lintah pengisap darah. Perempuan siluman itu menaik motor membawa enam orang kurcaci. Aku harus ke sana menolongnya sebelum anak dan cucumu dimangsa siluman lintah," Spiderman menekan suaranya.

"Nenek habiskan dulu mie ayam ini, setelah itu aku mengantarmu ke rumah."

Setelah membayar mie ayam, Spiderman meninggalkan warung dengan Nenek berada dalam gendongannya. Di dalam sekejap mata mereka telah tiba di pekarangan rumah Nenek. Spiderman menyuruh Nenek beristirahat dan dia melanjutkan perjalanan menuju hutan keramat.

Nenek sedang menikmati makan mie ayam bersama Spiderman. Nun jauh di sana- Arona, kedua orang tua dan supir angkot masih berada di tengah hutan. Mereka sepakat untuk melanjut perjalanan keesokan harinya. Terlalu berbahaya mereka nekad menembus hutan tak dikenal saat malam hari. Untunglah Mak membawa bekal lontong, telur asin dan abon daging sapi untuk dimakan bersama dalam perjalanan. Air mata Arona deras bercucuran mengingat Nenek yang sangat disayanginya. Harapan Arona menggelegak dalam dada. Dia ingin sesegera mungkin mendekap erat tubuh ringkih sang Nenek. Mereka sangat berharap segera keluar dari kemelut yang menimpa saat ini. Tiba-tiba dari arah gua di seberang sungai terdengar suara menggelegar sangat keras disertai kilatan cahaya menyakitkan mata. Arona jejeritan melihat banyak sekali bola api beterbangan di angkasa. Ya Tuhan, ada apa ini?

Bola api bercampur asap putih beterbangan memenuhi atmosfer. Sebuah motor bersuara menggelegar melaju dan berhenti di depan angkot yang ditumpangi Arona. Ternyata pengendaranya seorang ibu dan enam orang kurcaci.

"Adakah makanan untuk kami?" kepala si ibu melongok ke dalam angkot. Dari sadel motor, semua kurcaci bermuka keriput memandang harap-harap cemas.

"Kalian siapa?" suara Bapak gemetar.

"Aku keberatan berbagi info dalam keadaan lapar," perempuan itu menjawab sesuka hatinya. Mak Arona memberikan sisa lontong dan telur asin yang segera dimakan beramai-ramai oleh sang ibu dan enam kurcaci. Mereka berjongkok membentuk lingkaran, berdoa dalam bahasa aneh sebelum makan. Cara makannya mirip kucing yang baru berjumpa makanan setelah seabad kelaparan. Arona melongo menyaksikan pemandangan langka itu.

Selesai makan, si ibu aneh berambut jabrik, memakai daster dan sandal jepit menghampiri angkot.

"Kalian piknik disini ya? Hati-hati, hutan ini sangat berbahaya saat malam hari."

"Kamu siapa?" Bapak kembali bertanya. Perempuan itu terkekeh.

"Aku Mak Bawel, penjaga hutan angker ini."

Semua penumpang angkot terkejut, jangan-jangan perempuan ini bangsa siluman atau kuntilanak.

"Namamu Arona kan?" jemarinya menunjuk wajah Arona yang pucat pasi.

"Cupu, ambilkan tujuh lembar daun sirih hutan dari dalam buntelanmu," instruksi Mak Bawel pada salah satu kurcacinya.

"Arona sering pingsan karena ada penyakitnya," Mak Bawel menunjuk Maknya Arona, diiyakan dengan anggukan keheranan, kok dia tahu ya? Mulut Mak Bawel komat kamit baca mantra. Dia menyuruh Arona berdiri di sampingnya dan memukul daun sirih hutan ke seluruh tubuh Arona yang terdiam kaku.

"Sekarang kamu tidak sakit lagi. Bagaimana perasaanmu?"

"Lebih enakan Mak, terima kasih," Arona mencium tangan Mak Bawel. Mak Bawel menunjuk wajah pemuda, si sopir angkot.

"Ini nih yang pernah menabrak rombongan ayamku sampai tewas. Kamu biang kerok penyebar racun kelabang di sungai tempat MCK di Kampung Noktah."

Supir angkot itu kelabakan. Semua mata memandangnya tajam, menanti kejujuran.

"Kamu akan kuberi pelajaran karena telah melarikan diri setelah membuat onar," Mak Bawel mengeluarkan sesuatu dari balik ikat pinggangnya.

"Ampun Mak, don't kill me..." ratap sopir angkot. Dia jatuh terduduk di tanah.

Spiderman telah tiba di TKP. Mata tajam Spiderman melihat angkot merah terjebak di tengah hutan sebagai kendaraan yang ditumpangi Arona. Dia melihat sosok siluman lintah berada di dekat angkot. Perempuan itu suka mengisap darah dari punggung korbannya memakai pipet hitam. Spiderman tersenyum lega saat merasakan kehadiran tembakau dan gunting dalam sakunya yang dapat digunakan untuk melawan siluman itu.

Saat bersamaan, Mak Bawel telah siap mengeksekusi sopir angkot. Dia mengeluarkan sebuah pipet hitam dari balik ikat pinggangnya. Sopir angkot paham benar benda apa itu. Dia segera bersujud di kaki Mak Bawel.

"Ampuni aku Mak Bawel," ratap sopir angkot.

"Kamu dibayar berapa meracuni sungai di Kampung Noktah?" Mak Bawel bergaya sok pahlawan di depan orang tua Arona. Padahal dalam hatinya dia mengatur skenario supaya supir angkot membawa kendaraan berisi Arona dan orang tua melewati hutan yang ditempatinya. Mak Bawel ingin meningkatkan kedigdayaan sihirnya. Dia membutuhkan tumbal seorang perawan penderita epilepsi dan orang itu adalah Arona.

"Kamu harus mati di tanganku," pipet itu telah siap ditusukkan ke punggung sopir angkot. Siapa sebenarnya supir angkot itu?

Ceking adalah pemuda kerempeng multi talenta. Bakatnya digunakan meraup uang haram. Ceking pernah menjadi asisten Mole, penari ular. Setelah ketahuan niatnya akan menjual Belang untuk membeli tembakau lintingan, dia diusir Mole. Akhirnya Ceking menyanggupi permintaan Mak Bawel supaya menebar racun kelabang di Sungai Kampung Noktah. Ceking juga menyamar sebagai sopir angkot sewaan yang membawa Arona untuk dijadikan tumbal Mak Bawel di hutan. 

Kembali ke hutan keramat, Ceking bersujud di kaki Mak Bawel yang siap menusukkan pipet hitam ke punggung pemuda itu. Semua kurcaci Mak Bawel bersorak menunggu datangnya darah segar, minuman favorit mereka. Sepersekian sentimeter ujung pipet menembus kulit Ceking, sebuah senjata rahasia melukai tangan perempuan siluman lintah yang dipanggil Mak Bawel.

"Bikin apa Mak?Asyik benar tampaknya."

Tanpa diduga Spiderman telah mendarat di samping Arona dan orang tuanya yang tampak sangat terkejut.

"Hei codot, kenapa kamu ikut campur urusanku. Lihat tanganku yang sudah kamu lukai," dari situ mengalir darah warna hitam. Semua kurcaci Mak Bawel memandang marah pada Spiderman.

"Tugasku mengenyahkan orang jahat dari muka bumi ini dan mengembalikan kedamaian."

"Kamu mengiri melihatku bakal mencapai puncak digdayaku kan?"

"Aku tidak pernah menghalangi karir seseorang, namun gunakan jalan lurus Mak."

Mak Bawel menggeram, mulutnya komat kamit namun Spiderman memelintir lengannya sehingga pipet mautnya terjatuh. Kekuatan Mak Bawel kalah jauh dari Spiderman. Tanpa perlawanan berarti Mak Bawel  dan kurcacinya meninggalkan arena memakai motor menderu kencang. Spiderman mencengkeram kerah baju Ceking dan mengikatnya di pohon.

Spiderman segera mencabut obat epilepsi kepunyaan Mak Bawel yang ditancap pada kepala, bahu, lengan dan kaki Arona. Ternyata paku hitam itu secara mistis mengisap darah Arona yang bakal mengubahnya menjadi lintah. Saat dibanting ke tanah, paku itu berubah menjadi ribuan lintah yang melompat kesana kemari. Orang tua Arona menjerit kaget melihat kelakuan Spiderman.

Setelah selesai dengan urusan Arona, Spiderman segera membuka ikatan Ceking.

"Sekarang kamu ikut aku ke sungai, berikan penawarnya supaya penyakit mistis lenyap dari Kampung Noktah."

Ceking berjalan lesu diikuti Spiderman dari belakang. Pemuda itu mencelupkan jempolnya ke sungai yang membentuk pusaran air mistis dan ledakan di udara. Setelah Ceking menuang penawar racun kelabang ke sungai, langit dinihari mulai menampakkan cahaya surya. Dikomandoi Batman, rombongan angkot merah menuju ke rumah Nenek di Kampung Tumpang. Jalanan sangat sepi, di bagian kiri kanan adalah hamparan hutan jati dengan aliran sungai jernih.

Rombongan telah masuk ke halaman rumah Nenek di Kampung Tumpang. Arona turun dari angkot dan memeluk Nenek kesayangannya. Mereka menjemput Nenek untuk dibawa ke Kampung Noktah. Angkot berjalan perlahan dengan Spiderman duduk di samping sopir. Ceking membawa angkot ke sebuah padang rumput dekat sungai.

"Kenapa kamu membawa kami kemari? Jangan-jangan kamu ingin mencelakai kami sekali lagi," hardik Bapak pada Ceking.

"Tenang Pak, semua berada di bawah kendaliku. Ayo tunjukkan sesuatu pada mereka," perintah Spiderman. Ceking turun dari mobil dan menuju ke lumbung tua. Dari situ, Ceking mengeluarkan sebuah tempayan berlumut, tampak sangat berat.

"Arona, kamu ambil semua isi tempayanku. Gunakanlah untuk membantu orang miskin. Aku ikhlas kamu pakai semua uang simpananku."

"Mengapa engkau memberikannya padaku?"

"Sebagai permohonan maafku untuk kamu dan orang tuamu. Mulanya almarhumah ibuku akan kubelikan sepetak kebun, namun beliau keburu meninggal terkena racun Mak Bawel. Aku terpaksa mengikut Mak Bawel karena aku tidak sanggup ditinggal mati ibuku. Aku tahu siluman itu telah memanfaatkan diriku untuk berbuat jahat namun apa dayaku. Aku tidak punya siapapun yang dapat kupercaya. Aku menuang racun kelabang karena Mak Bawel mengancam merusak makam ibu jika kutolak maunya."

Mata Arona membelalak melihat tempayan penuh uang emas.

"Jangan diambil uang haram itu Arona. Dia sudah meracuni orang di kampung kita," maki Bapak.

"Aku mohon maaf pada kalian semua. Terimalah uang ini untuk menebus salahku. Silahkan beli apa saja keinginanmu."

"Kamu mau kemana?" tanya Neneknya Arona.

"Aku mau mencari jalanku. Spiderman, bawalah aku sampai ke balik bukit itu. Di sana adalah makam ibuku. Aku mau hidup tenang dengan pusara ibu di sisiku. Selamat tinggal Arona."

Ceking mengambil handuk kecil dan menyeka wajahnya yang terlihat sangat lelah. Spiderman melesat membawa Ceking ke tempat yang diinginkan (srn).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Horor Selengkapnya
Lihat Horor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun