Aku terkesima, kaget luar biasa. Darimana Kevin menahu bunga mawar putih favoritku?
Lee yang katanya lelaki romantis tidak pernah memberiku hadiah bunga, malahan dia selalu menyakiti hatiku dengan perbuatannya yang suka berdusta.
"A bucket of beautiful flower for the woman that I love."
Aku berjalan menjauh dari Kevin. Bayangan wajah Lee seakan mencengkeram nyawaku dan memaksaku untuk berkata tidak kepada Kevin.
"Sorry, I cannot receive it"
Kevin kembali mengangkat bahunya.Â
"It is okay. I will be waiting for you. We must back home right now," Kevin melihat cemas ke atmosfer kota Denver. Rintik hujan mulai turun, tiba-tiba butirannya menjadi semakin besar, Â bagaikan air yang ditumpahkan dari langit. Kami terpaksa berlindung di emperan Student Common, kurasakan tangan kekar Kevin merengkuh bahuku. Sambil tetap tersenyum manis, Kevin menyodorkan rangkaian bunga mawar putih yang indah ke dalam pelukanku. Kuhirup aroma bunga indah pemberian Kevin, terasa sejuk dan damai. Hujan seakan membiarkan kami berdiri mematung, mencoba menyelami perasaan masing-masing.
"Maafkan aku Kevin, selama ini aku selalu berprasangka buruk kepadamu," aku menyandarkan kepalaku di bahu Kevin. Lelaki itu tertawa keras dan mengacak rambutku.
"Don't thinking more about it. Lihatlah, Â hujan telah berhenti," Kevin segera menarik tanganku mengikuti langkahnya.
"Where we should go?"
"I am so  hungry. Maybe I will take you enjoy Italian pizza at Osteria Marco," Kevin segera menggenggam tanganku berjalan menembus jalan sunyi temaram disinari lampu jalan. Tiba-tiba aku menjerit keras, pergelangan kakiku terasa sangat sakit, tidak kuat mengimbangi langkahnya yang panjang. Kevin segera berlutut, diusapnya dengan lembut pergelangan kakiku yang terasa nyeri, mungkin terkilir saat tadi berjalan dengan sangat cepat.