Lelaki itu tidak menjawab, hanya menatapku lama sekali.
"Lebih baik kamu pulang sekarang. Ayuuukkkk......" teriakku sekencang-kencangnya memanggil si janitor. Mataku menatap liar ke sekeliling ruangan. Kucari janitor sekolah yang kukira masih berada di dalam ruangan. Tidak ada seorangpun, hanya aku dan lelaki itu.
"Dayu, ini aku...Yudha, suamimu."
Mataku mendelik, kudorong lengannya sejauh mungkin.
"Aku tidak percaya, Mas Yudha telah lama meninggal. Kamu jangan berani mengaku-ngaku sebagai suamiku."
"Dayu...percayalah ini aku."
Tiba-tiba lelaki yang menyebut namanya Yudha membuka topi yang dipakainya. Lelaki itu menunjukkan sesuatu di dahinya. Aku terperanjat, jantungku berdegup sangat kencang. Kulihat bekas jahitan di sepanjang dahinya. Itu adalah tanda seumur hidup saat suamiku mengalami kecelakaan bermotor saat dia masih berusia belia.
Apakah lelaki ini benar-benar Mas Yudha?
Batinku meronta hebat tidak percaya. Mas Yudha telah tenggelam di laut. Dia dan buah hati kami telah pergi untuk selama-lamanya akibat kecelakaan maut itu.
"Apakah kamu masih mengingatku Dayu? Apakah kamu mengingat apa arti jahitan ini?" lelaki itu kembali menunjuk bekas jahitan panjang yang ada di dahinya. Aku terpekik dan menutup mukaku rapat-rapat. Â Aku tidak sanggup menerima kenyataan ini. Kurasakan tangan kekar mas Yudha memeluk tubuhku yang ringkih. Sepasang tangan hangat yang kurindukan puluhan tahun lamanya. Ternyata lelaki yang kuanggap paling menjengkelkan sedunia adalah suamiku sendiri. Aku sudah mati rasa dan tidak percaya lagi kepada lelaki lain sejak kematian Mas Yudha, orang yang sangat kukasihi. Sekarang orang yang kurindukan sepanjang hari itu berada di sisiku. Dia masih hidup dan sehat walafiat.
"Ampuni Dayu, Mas Yudha. Aku tidak mengenalimu lagi."