Mohon tunggu...
Sri NurAminah
Sri NurAminah Mohon Tunggu... Dosen - Lecturer

I am entomologist. I believe my fingers...

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Rembulan Amnesia

26 Maret 2023   20:22 Diperbarui: 26 Maret 2023   20:41 496
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sri NurAminah (Makassar, 2021)

"Tapi Pak...saya tidak pernah..."  aku mencoba membela diriku.

"Cukup!!! Aku tidak mau lagi kalau kamu berdekatan dengan putriku."

Tanganku bergetar, seiris rasa teramat pedih menggurat dadaku saat mendengar kalimat penolakan dari orang tua murid. Kuakui Jasmine memang dekat denganku. Dia sering bercerita tentang kerinduannya kepada almarhumah ibunya. Bapaknya yang hidup sendiri tampaknya sudah kehilangan semangat hidup sejak ditinggal istrinya. Si Bapak menjadi begitu mudah curiga dan posesif. Jasmine pernah berkata dia akan senang sekali jika aku mau menjadi ibunya. Tanganku bergetar hebat membayangkan percakapanku dengan Jasmine. Tiba-tiba pulpenku jatuh dan menggelinding ke bawah kursi rodaku. Lelaki itu masih memandangku dengan dingin. Saat aku menunduk akan mengambil pulpen, tanpa sengaja lelaki itu melihat tanda lahir hitam berbentuk uang koin yang berada di lenganku.

Sejenak dia mundur dan menatap wajahku lama sekali. Aku merasa sangat tidak nyaman  dan membalas tatapan matanya yang terasa sangat menusuk. Tiba-tiba aku kembali melihat tragedi kapal tenggelam. Bola mata lelaki yang kulihat dalam peristiwa maut itu persis sama dengan bola mata lelaki yang saat ini berada di hadapanku. Aku terpekik tidak percaya dan memundurkan kursi rodaku. Aku menjerit memanggil Satpam sekolah, tiba-tiba pandanganku terasa gelap gulita.

Kucium bau harum minyak kayu putih. Kubuka kelopak mataku yang terasa sangat berat.

"Jangan banyak bergerak dulu Bu Lestari," kudengar sayup-sayup suara serak seorang perempuan.

"Ohhh...saya ada dimana? Jam berapa sekarang?"

Tidak ada yang menjawab pertanyaanku. Kulihat ruangan serba putih dengan gorden warna senada. Tampaknya ini ruang Unit Gawat Darurat milik sekolah. Aku mencoba mengingat kembali. Yang tadi kudengar adalah suara Ayuk, janitor yang bertugas menjaga kebersihan tempat ini. Otakku tiba-tiba mengingat Yovella yang tertidur kelaparan menunggu kedatanganku dari sekolah. Segera kubuang selimut yang menutup badanku tetapi sebuah tangan kekar lelaki menghentikan gerakanku. Mata lelaki itu menatap tajam sekali, menembus ke dalam jantungku. Aku ketakutan, mau apa dia disini.

Sepasang mata dingin yang menjanjikan keteduhan dan perlindungan, persis sama dengan sepasang mata yang menghantui kehidupanku setiap saat. Saat ini tidak kulihat adanya amarah disana, tapi penyesalan luar biasa terpancar dari sepasang mata yang semakin meredup nyalanya.

"Kaukah itu Dayu?" lelaki itu memegang jemari tanganku. Kudengar suara bergetar memanggil nama kesayanganku. Sebuah nama sangat spesial yang diberikan oleh lelaki kiriman Tuhan untuk mendampingi hidupku.  Aku terkejut dan menunduk, kupalingkan wajahku ke tembok. Tangisku pecah. Ini hanya sebuah mimpi buruk mendengar orang memanggil nama itu padaku. Aku percaya dia telah mati tenggelam di laut nan hitam. Kupalingkan wajahku lagi, kembali kutatap lelaki misterius yang telah membangunkan amarahku. Kulepaskan  jemariku dari genggamannya.

"Mau apa kamu disini?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun